Dibina BRGM, Perempuan Kini Lebih Inovatif Ciptakan Pewarna Alam Batik yang Eksotis
BRGM turut berperan dalam melestarikan batik melalui inovasi pewarna alam yang berasal dari limbah mangrove maupun tanaman lain.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Batik merupakan salah satu warisan dunia yang identik dengan simbolisme dan budaya Indonesia.
Bahkan, UNESCO menilai keunikan motif batik Indonesia mencerminkan budayanya yang beragam. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita bangga dan melestarikannya.
Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) pun turut berperan dalam melestarikan batik melalui inovasi pewarna alam yang berasal dari limbah mangrove maupun tanaman lain.
Rita Afriyana selaku Ketua Kelompok Keris Dewa di Desa Pedekik, Bengkalis, Riau, bercerita jika pelatihan cara membuat pewarna alam yang digelar oleh BRGM sangat bermanfaat bagi warga. Di mana mereka kini bisa menciptakan produk seperti masker, kain batik, tas, hingga pakaian dengan pewarna alami.
“Alhamdulillah kemarin ada pelatihan, kita diberi ilmu pembuatan pewarna alam, kita praktik untuk pemotifan secara kreatif dengan tangan sendiri manual, besoknya kita baru pembuatan pewarnaan dari bahan mangrove,” ujar Rita.
Menurut Rita, warna yang dihasilkan dari pewarna alam sangatlah eksotis. Pasalnya mereka bisa lebih kreatif dalam mengeksplore warna yang diinginkan.
“Kelompok kami sudah menghasilkan produk yang sudah dipasarkan seperti masker, tas, dompet dan juga batik, seperti yang sudah diajarkan BRGM kemarin. Saya juga inisiatif buat motif batik dengan pewarna alam untuk ikut program lomba busana batik lokal serta lomba untuk batik nasional perwakilan Bengkalis,” pungkasnya.
Pihaknya juga sudah memasarkan produk dengan pewarna alam ke media sosial. Dari situlah Rita mengaku banyak yang berminat membeli produknya sebagai oleh-oleh.
“Kami sangat beruntung karena program pelatihan pembuatan masker hingga membuat pewarna alam yang dilakukan oleh BRGM dapat menambah ekonomi kita,” ujar Rita.
Selain itu, Muliana, salah satu peserta lain dari Kelompok Eco Teratai Sasirangan di Desa Darussalam, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan juga merasakan manfaat yang sama. Wanita berusia 20 tahun itu mengatakan jika pelatihan yang diberikan BRGM membuat warga di daerahnya kini semakin produktif.
“Waktu itu kami membuat masker dengan pewarna alam dari bahan daun-daunan, akar batang yang ada di sekitar, seperti daun mangga, ketapang, kunyit dan lainnya. Bahan tersebut diolah dengan cara dimasak dengan air, kemudian sarinya diambil dan terus proses pencelupan. Setelah itu kita bersihkan dan didiamkan baru dibuat masker,” jelas wanita yang akrab disapa Lia tersebut.
“Warna alam yang dihasilkan kayak bermain gitu, karena tergantung dari ph air, bahan yang kita pilih, kondisi cuaca, lamanya pengerjaan dan pencelupan. Kami tidak bisa menebak warna, misal akar mengkudu, kalau di ambil kan bisa warna merah tapi kita mendapatkan warna pink,” sambungnya.
Lia menyebut kelompoknya yang terdiri dari 25 orang itu terdiri dari generasi muda yang kreatif dan inovatif. Mereka juga menggerakan ibu-ibu untuk membantu proses produksi, sehingga warga di desanya kini mempunyai sumber penghasilan baru.
Sebagai pengrajin yang turut membuat motif dari pewarna alam, Lia ingin membuktikan jika batik kini lebih ‘fashionable’ dengan motif yang lebih beragam.
“Kalau di sini, batik itu di pakai oleh semua lapisan dari anak-anak sampai dewasa. Dulu kan stigmanya batik untuk orangtua saja dan gak cocok untuk anak muda, gak modislah, tapi sekarang batik sudah banyak diminati anak muda karena banyak model yang bisa dikolaborasikan, jadi kita harus bangga pakai batik,” tutupnya.
Pelatihan ini, tutur Kepala Kelompok Kerja Bidang Hubungan Masyarakat, Didy Wurjanto, merupakan kontribusi BRGM dalam melestarikan kearifan lokal dan menjadi sumber pendapatan tambahan ditengah pandemi.
Selain itu, Didy berharap pelatihan ini dapat meningkat partisipasi masyarakat dalam perlindungan dan upaya restorasi gambut dan mangrove.
Sejauh ini, telah dilatih 110 perempuan dari provinsi target BRGM.