Perubahan Nama TNI: Mulai dari APRI, ABRI, hingga Kembali Menjadi TNI
Berikut perubahan nama TNI mulai dari APRI, ABRI, hingga kembali menjadi TNI.
Penulis: Katarina Retri Yudita
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Berikut perubahan nama TNI mulai dari APRI, ABRI, hingga kembali menjadi TNI.
TNI dibentuk pertama kali dengan nama Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Kemudian, berdasarkan Penetapan Pemerintah No. 2 Tanggal 7 Januari 1946, maka nama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) diubah menjadi Tentara Keselamatan Rakyat (TKR).
Hal ini bertujuan untuk memperluas fungsi ketentaraan dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keamanan rakyat Indonesia.
Baca juga: Hari TNI 5 Oktober: Sejarah Dibentuknya TNI, Awalnya Bernama TKR
Tanggal 26 Januari 1946, pemerintah mengeluarkan maklumat tentang penggantian nama Tentara Keselamatan Rakyat menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).
Hal ini bertujuan Untuk menyempurnakan organisasi tentara menurut standar militer internasional.
Maklumat ini dikeluarkan melalui Penetapan Pemerintah No.4/SD Tahun 1946.
Tanggal 15 Mei 1947, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan penetapan tentang penyatuan TRI dengan badan dan laskar perjuangan menjadi satu organisasi tentara.
Sesuai dengan Keputusan Presiden pada tanggal 3 Juni 1947, Tentara Republik Indonesia (TRI) diubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Hal ini dilakukan untuk mempersatukan dua kekuatan bersenjata yaitu TRI sebagai tentara regular dan badan-badan perjuangan rakyat.
Keputusan Presiden tersebut dimuat dalam Berita Negara Tahun 1947 No. 24.
Presiden juga menetapkan susunan tertinggi TNI.
Panglima Besar Angkatan Perang, Jenderal Soerdiman diangkat sebagai Kepala Pucuk Pimpinan TNI dengan beberapa anggota.
Bagaimana dengan perubahan nama TNI selanjutnya?
Berikut ulasan selengkapnya mengenai perubahan nama TNI, dikutip dari kemhan.go.id:
Penataan organisasi (1947-1948)
Kondisi ekonomi negara yang masih baru, belum cukup untuk membiayai angkatan perang yang besar pada waktu itu.
Seorang anggota KNIP bernama Z. Baharuddin, mengeluarkan gagasan untuk melaksanakan pengurangan anggota (rasionalisasi) di kalangan angkatan perang.
Selain itu, hasil dari Perjanjian Renville adalah semakin sempitnya wilayah Republik Indonesia.
Daerah yang dikuasai hanyalah beberapa karesidenan di Jawa dan Sumatera yang berada dalam keadaan ekonomi yang cukup parah akibat blokade oleh Belanda.
Tanggal 2 Januari 1948, Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden No.1 Tahun 1948.
Keputusan Presiden ini memecah Pucuk Pimpinan TNI menjadi Staf Umum Angkatan Perang dan Markas Besar Pertempuran.
Staf Umum dimasukkan kedalam Kementerian Pertahanan di bawah seorang Kepala Staf Angkatan Perang (KASAP).
Sementara itu, Markas Besar Pertempuran dipimpin oleh seorang Panglima Besar Angkatan Perang Mobil.
Pucuk Pimpinan TNI dan Staf Gabungan Angkatan Perang dihapus.
Presiden mengangkat Komodor Suryadarma sebagai Kepala Staf Angkatan Perang dengan Kolonel T.B. Simatupang sebagai wakilnya.
Sementara itu, Jenderal Soedirman diangkat sebagai Panglima Besar Angkatan Perang Mobil.
Staf Umum Angkatan Perang bertugas sebagai perencanaan taktik dan siasat serta berkoordinasi dengan Kementerian Pertahanan.
Sementara Staf Markas Besar Angkatan Perang Mobil menjadi pelaksana taktis operasional.
Keputusan Presiden ini menimbulkan reaksi di kalangan Angkatan Perang.
Kemudian tanggal 27 Februari 1948, Presiden mengeluarkan Penetapan Presiden No.9 Tahun 1948.
Penetapan Presiden ini membatalkan penetapan yang lama dan mengeluarkan penetapan baru.
Dalam penetapan yang baru ini, Staf Angkatan Perang tetap di bawah Komodor Suryadarma.
Sementara itu, Markas Besar Pertempuran tetap di bawah Panglima Besar Jenderal Soedirman dan ditambah Wakil Panglima yaitu Jenderal Mayor A.H. Nasution.
Angkatan Perang berada di bawah seorang Kepala Staf Angkatan Perang (KASAP).
KASAP ini membawahi:
- Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD);
- Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL);
- Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU).
Dalam penataan organisasi ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
- Penataan kementerian dan pimpinan tertinggi ditangani oleh KASAP;
- Pasukan serta daerah-daerah pertahanan ditangani oleh Wakil Panglima Besar Angkatan Perang.
Untuk menyelesaikan penataan organisasi ini, Panglima Besar Jenderal Soedirman membentuk sebuah panitia yang anggotanya ditunjuk oleh Panglima sendiri.
Anggota panitia terdiri dari:
- Jenderal Mayor Susaliy (mantan PETA dan laskar);
- Jenderal Mayor Suwardi (mantan KNIL);
- Jenderal Mayor A.H. Nasution dari perwira muda.
Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) pada bulan Desember 1949, Indonesia berubah menjadi negara federasi dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS).
Sejalan dengan itu, maka dibentuk pula Angkatan Perang RIS (APRIS).
APRIS merupakan gabungan antara TNI dan KNIL.
Tanggal 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan dan Indonesia kembali menjadi negera kesatuan.
Hal ini menyebabkan APRIS berganti nama menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI).
Penataan organisasi TNI selesai pada akhir tahun 1948.
Pada saat itu, Panglima Tentara dan Teritorium Sumatera, Kolonel Hidajat telah menyelesaikan penataan organisasi tentara di Pulau Sumatera.
Perubahan APRI menjadi ABRI
Tahun 1962, dilakukan upaya penyatuan antara angkatan perang dengan kepolisian negara menjadi sebuah organisasi yang bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Penyatuan satu komando ini dilakukan dengan tujuan untuk mencapai tingkat efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan perannya.
Selain itu juga untukmenjauhkan pengaruh dari kelompok politik tertentu.
Perubahan ABRI menjadi TNI
Tahun 1998, terjadi perubahan situasi politik di Indonesia.
Perubahan tersebut berpengaruh juga terhadap keberadaan ABRI.
Tanggal 1 April 1999, TNI dan Polri secara resmi dipisah menjadi institusi yang berdiri sendiri.
Sebutan ABRI sebagai tentara dikembalikan menjadi TNI, sehingga Panglima ABRI menjadi Panglima TNI.
(Tribunnews.com/Katarina Retri)