RUU HPP Segera Disahkan, NIK akan Difungsikan Jadi NPWP
Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) akan disahkan menjadi UU di Sidang Paripurna DPR RI hari ini, Kamis (7/10/2021).
Penulis: Suci Bangun Dwi Setyaningsih
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Menurut Sekretaris Jenderal Inaplas Fajar Budiono, pihaknya menilai pajak karbon justru makin menegaskan inovasi energi yang selama ini dilakukan perusahaan tidak ada artinya.
"Jadi kita banyak melakukan inovasi yang tujuannya menurunkan emisi yang ujung-ujungnya kita menurunkan ongkos produksi. Tapi lagi-lagi 20 persen ada di listrik."
"Kalau listrik mayoritas batu bara dan kena pajak karbon juga, enggak ada artinya inovasi yang kita lakukan selama ini," kata Fajar dalam program "B-Talk Bussines Talk" Kompas TV, Selasa (5/10/2021).
Padahal, ketika perusahaan melakukan inovasi, pihaknya perlu menurunkan ongkos produksi dengan kebutuhan pokok listrik yang tetap 20 persen dan berbahan utama batu bara.
Penjelasan Dirjen Dukcapil Terkait NIK Difungsikan Jadi NPWP
Menurut Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Zudan Arif Fakhrulloh, Penggabungan NIK dan NPWP ini sejalan dengan perkembangan regulasi Perpres Nomor 83 Tahun 2021.
Di mana, dalam Perpres tersebut memuat tentang NIK yang menjadi dasar pelayanan publik.
"Kalau kita mencermati perkembangan regulasi Perpres Nomor 83 Tahun 2021, di sana ada arahan Bapak Presiden."
"Pertama, NIK digunakan sebagai dasar pelayanan publik. Jadi pelayanan publik harus pakai NIK."
"Kedua, apabila penduduk punya NPWP, maka digunakan NIK dan NPWP ditambah dalam semua pelayanan publik," katanya, dikutip Tribunnews.com dari kanal YouTube Kompas TV, Rabu (6/10/2021).
Baca juga: Bagaimana Ketentuan Penggunaan Meterai Elektronik? Ini Penjelasannya
Lebih lanjut, Zudan menjelaskan, apa yang dimuat dalam Perpres Nomor 83 Tahun 2021 merupakan kelanjutan dari UU No 24 Tahun 2013.
Di mana, pada waktu itu sudah ada semangatnya, yakni single identity number atau satu penduduk hanya boleh mempunyai satu identitas yang menjadi kode referensi tunggal, yakni NIK.
Hal tersebut, lalu dimuat dalam Pasal 64 UU Nomor 24 Tahun 2013.
Pasal tersebut, memuat tentang pelayanan publik wajib menggunakan NIK.