Menimbang Risiko dan Manfaat Utang saat Pandemi
Dalam menjalankan kebijakan pembiayaan utang ini, ada beberapa prinsip dasar yang dijalankan oleh pemerintah.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Wahyu Aji
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyampaikan bahwa ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan utang negara.
"Berutang tak ada masalah, asal bisa digunakan dengan baik," katanya.
Yusuf juga mengapresiasi pemerintah yang selama ini memang dapat mengelola rata-rata jatuh tempo utang dan risiko volatilitas dari penerbitan utang valas di level yang terjaga.
"Setelah pandemi berakhir, utang menjadi problem di berapa negara. Sudah diprediksi," sambungnya.
Sementara itu, anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad mengungkapkan pembayaran utang Indonesia saat ini dalam posisi yang relatif terjaga.
Pada quarter 1/2021 Neraca Pembayaran Indonesia mencatatkan surplus 4,1 miliar dolar. Sedangkan Neraca transaksi berjalan mengalami defisit rendah 1miliar dolar.
"Perkembangan ini didukung meningkatnya kinerja ekspor," kata Kamru.
Menurutnya, investasi portofolio makin meningkat seiring persepsi positif investor terhadap perbaikan ekonomi domestik.
"Sementara investasi langsung mengalami surplus yang ditopang dalam bentuk ekuitas," sambungya.
Kamru juga mengungkapkan total utang pemerintah mencapai Rp6.600 triliun per Agustus 2021. Namun, paling banyak adalah utang dari surat berharga negara (SBN) sebesar Rp4.517 triliun.
"Kalau pinjaman luar negerinya Rp820,40 triliun," tegasnya.
Meskipun rasio utang pemerintah terus mengalami peningkatan dari 30,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2019 menjadi 40,85 persen dari PDB pada tahun 2021, tapi hal tersebut masih lebih baik dari negara-negara lainnya.
"Bandingkan dengan Singapura yang mencapai 131 persen, Jepang 26 persen dan Malaysia 52,70 persen, Indonesia masih terjaga," ucap politikus Gerindra ini.