Kelakar Yusril: Kalau Saya Jadi Lawyer Demokrat, Saya Bisa dapat Rp 200 Miliar
Yusril juga merespons pernyataan kuasa hukum DPP Demokrat Hamdan Zoelva yang menyebut semestinya yang digugat adalah SK Menkumham ke PTUN.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum Partai Demokrat Kubu Kongres Luar Biasa (KLB) Sibolangit, Yusril Ihza Mahendra berkelakar dirinya bisa saja mendapat bayaran sebesar Rp 200 miliar andai menjadi kuasa hukum Demokrat pimpinan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Hal itu disampaikannya saat wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra, Rabu (13/10/2021).
Awalnya, Yusril merespons soal permintaan DPP Demokrat menjadi termohon intervensi dalam gugatan AD/ART Partai Demokrat di Mahkamah Agung (MA).
Yusril mengungkapkan dirinya telah mempelajari betul persoalan tersebut.
"Saya sudah pelajari mendalam persoalan ini, secanggih apapun anggaran dasar dibuat oleh sebuah partai, anggaran dasar itu tidak ada artinya, tidak ada gunanya sebelum dia disahkan oleh Kemenkumham," kata Yusril.
"Jadi anggaran dasar partai itu dibedakan dua jenis, ketika dibentuk pertama kali anggaran dasar itu diteliti oleh Menkumham secara mendalam. Tapi kalau perubahannya tidak, perubahan itu minta disahkan, disahkan saja oleh Menkumham," imbuhnya.
Baca juga: Yusril Ihza Mahendra Bantah Pernah Diskusi soal Fee Rp 100 M Jadi Kuasa Hukum Demokrat
Yusril juga merespons pernyataan kuasa hukum DPP Demokrat Hamdan Zoelva yang menyebut semestinya yang digugat adalah SK Menkumham ke PTUN.
Dia menyatakan bahwa persoalan anggaran dasar ada di ranah Mahkamah Agung.
Hal itu didasari pengalaman Yusril saat membela Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
"Itu sudah pernah saya alami ketika membela HTI, saya mempersoalkam Perppu waktu itu, Perppunya bertentangan dengan UUD 45, hakimnya menjawab, Pak Yusril apa bapak tidak tahu PTUN itu tidak bisa menguji Perppu dengan UUD 45. Itu silakan bapak uji ke Mahkamah Agung," ujarnya.
Lantas, di mana posisi DPP Demokrat dalam persoalan gugatan AD/ART tersebut?
Yusril mengatakan jika hal itu biarlah Hamdan Zoelva selaku kuasa hukum yang menjawab.
"Kalau kemudian di mana posisi Partai Demokratnya?itu tanya kepada Hamdan sebagai advokat, saya enggak mau ngajarin dia, saya bukan lawyernya Partai Demokrat," ujarnya.
"Kalau saya jadi lawyer Partai Demokrat, saya dapat 200 miliar, dari Pak Moeldoko saya dapat 100 miliar dari AHY saya dapat 100 miliar lagi. Kan begitu, ini saya enggak mau ngajarin dia, anda meng-hire saudara Hamdan kok malah saya ngajarin dia kan," imbuhnya.
Lebih lanjut, Yusril menilai pernyataan Hamdan Zoelva itu justru kontradiktif.
Sebab menurut Yusril, yang semestinya menjadi pihak termohon adalah pihak yang membuat anggaran dasar.
Dan menurut UU parpol, perubahan anggaran dasar itu hanya dapat dilakukan oleh badan tertinggi di partai itu, melalui kongres.
"Anda dikasih kuasa sama siapa? Dikasih kuasa sama DPP Partai Demokrat kan, yang teken siapa? AHY sama Sekjennya," ujar Yusril.
"Emang anggaran dasar Partai Demokrat dibikin sama AHY sama sekjennya? Kalau begitu anda mengaku apa yang kami persoalkan bahwa ternyata menurut pengakuan anda sendiri AD/ART justru dibuat DPP Demokrat," imbuhnya.
Yusril menambahkan, jika seharusnya yang menjadi pihak termohon adalah kongres Partai Demokrat.
"Sekarang pertanyaaannya, bagaimana saya memgundang peserta kongres? Ya adakan KLB lah kan lebih bagus. Kita undang KLB nya nanti ke Mahkamah Agung untuk mempertahankan AD/ART-nya," kata Yusril.
"Karena hati-hati, advokat ngomong jangan asal ceplas ceplos aja, enggak dipikir dalam dalam, dia bisa jadi bumerang terhadap apa yang dia sebut bisa balik ke mereka sendiri," tandasnya.
Isu Rp 100 Miliar
Beberapa waktu lalu, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief memberi tanggapannya soal langkah kubu Moeldoko yang menggandeng advokat Yusril Ihza Mahendra dalam menggugat AD/ART Partai Demokrat tahun 2020.
Melalui cuitan Twitter-nya, @andiarief_, ia mengungkap bahwa Yusril sempat menawarkan jasa sebagai advokat ke Partai Demokrat.
Dikatakannya, biaya jasa kuasa hukum Yusril pun mencapai Rp 100 miliar.
Baca juga: Ini Sosok Pakar Hukum Tata Negara yang Ditunjuk Yusril Jadi Ahli untuk Gugat AD/ART Demokrat ke MA
Andi Arief menduga karena partai Demokrat tak sanggup membayar nominal itu, Yusril kini membela pihak kubu Moeldoko.
Meskipun begitu, Andi Arief menegaskan pihaknya akan tetap menghadapi gugatan yang dilayangkan kubu Moeldoko.
"Begini Prof @Yusrilihza_Mhd, soal gugatan JR pasti kami hadapi. Jangan khawatir."
"Kami cuma tidak menyangka karena Partai Demokrat tidak bisa membayar tawaran anda 100 Milyar sebagai pengacara, anda pindah haluan ke KLB Moeldoko," tulis Andi, Rabu (29/9/2021).
Sementara itu, Elite Partai Demokrat Rachland Nashidik juga ikut menanggapi soal nominal biaya jasa Yusril sebesar Rp 100 miliar itu.
Komentar Rachland tersebut terungkap pada cuitan miliknya, @rachlannashidik, Rabu (29/9/2021).
"100 Miliar itu banyak sekali. Apalagi kalau lebih."
"Hari ini kita merenung, bila akrobat argumen Yusril menang, mungkinkah ada palu hakim yang kecipratan?," kata dia.
Baca juga: Pengamat Heran Yusril Ihza Mahendra Bantu Kubu Moeldoko Gugat AD/ART Demokrat: Bisa Berbahaya
Diketahui sebelumnya, Advokat Yusril Ihza Mahendra dan Yuri Kemal Fadlullah membenarkan bahwa kantor hukum mereka IHZA&IHZA LAW FIRM SCBD-BALI OFFICE mewakili kepentingan hukum empat orang anggota Partai Demokrat mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung.
Judicial Review dimaksud meliputi pengujian formil dan materil terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/RT) Partai Demokrat Tahun 2020 yang telah disahkan Menkumham tanggal 18 Mei 2020.
Oleh karena AD/ART sebuah parpol baru dinyatakan sah dan belaku setelah disahkan Menkumham, maka Termohon dalam perkara pengujian AD/ART Partai Demokrat Menteri Hukum dan HAM.
Yusril dan Yuri mengatakan, bahwa langkah menguji formil dan materil AD/ART Parpol merupakan hal baru dalam hukum Indonesia.
Keduanya mendalilkan bahwa Mahkamah Agung berwenang untuk menguji AD/ART Parpol karena AD/ART dibuat oleh sebuah parpol atas perintah undang-undang dan delegasi yang diberikan Undang-Undang Partai Politik.