Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Yusril Ihza Mahendra Empat Kali Ditawari Jadi Hakim MK Oleh SBY

Yusril mengatakan dirinya pernah ditawari menjadi ketua MK oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika masih menjadi presiden, tapi dia menolak.

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Yusril Ihza Mahendra Empat Kali Ditawari Jadi Hakim MK Oleh SBY
TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
Yusril Ihza Mahendra. 

Wawancara Khusus dengan Profesor Yusril Ihza Mahendra (Bagian Kedua)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sempat membandingkan kuasa hukumnya Hamdan Zoelva dengan kuasa hukum empat eks kader Demokrat yang mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung yakni Prof Yusril Ihza Mahendra.

Kubu AHY mengatakan pemilihan Hamdan selaku kuasa hukum tak lepas dari rekam jejak yang bersangkutan pernah menjadi ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Lantas kubu AHY menyinggung bahwa Yusril tak pernah menjadi ketua MK.

Yusril mengatakan dirinya pernah ditawari menjadi ketua MK oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika masih menjadi presiden.

Namun tawaran itu ditolaknya.

"Saya nggak mau saja jadi hakim MK. Berkali-kali saya ditawarin jadi hakim MK, saya nggak mau. Pak SBY itu empat kali pernah bicara sama saya, pada waktu nyusun kabinet juga begitu," kata Yusril, saat wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribunnetwork Febby Mahendra Putra dan News Manager Tribunnetwork Rachmat Hidayat, Rabu (13/10/2021).

Berita Rekomendasi

Yusril berujar lebih memilih menjadi menteri sekretariat negara. Namun SBY menginginkan agar Yusril memiliki posisi setara dengan para elite Partai Demokrat yakni sebagai Ketua MK.

"Pak SBY bilang 'Yang saya terpikir itu pak Yusril itu setidak-tidaknya setaralah sama kami ini'. Setaranya dimana? Dia bilang mau ditaruh di MK. Tapi saya bilang saya nggak tertarik jadi hakim dari dulu," katanya.

Baca juga: Yusril: Saya Tak Minta Bayaran Saat Bela Ibas

Berikut petikan wawancara Prof Yusril Ihza Mahendra dengan Tribunnetwork :

Kemarin pak Hamdan Zoelva mengatakan ada pencabutan affidavit. Boleh dijelaskan apa itu?

Affidavit itu pengakuan kesaksian orang yang disampaikan kepada pengadilan dan itu ada formatnya karena orang itu tidak akan hadir di pengadilan.

Misalnya saya diperiksa jadi saksi di suatu perkara, tapi kemungkinan kita orang itu disidangkan saya nggak bisa datang.

Nah itu saya disumpah, dibacakan oleh jaksa, kekuatannya sama seolah-olah saya memberikan keterangan dibawah sumpah di pengadilan. Jadi affidavit itu sebenarnya mempunyai kekuatan pembuktian yang sah. Ada katanya yang mencabut affidavitnya ya silahkan saja, nanti kita lihat sikap MA terhadap pencabutan affidavit itu karena perkara ini kan sudah diregister di MA.

Dalam konteks ini, affidavitnya isinya apa?

Sebenarnya berisi kesaksian saja. Saksi itu ada banyak. Jadi kalau saksi itu ada sepuluh, satu mencabut kesaksiannya masih ada sembilan. Hakim itu akan memutus perkara dengan mendengarkan sekurang-kurangnya dua orang saksi. Saksi itu mau dua, empat, atau berapa pun sama saja, jadi kalau satu mundur nggak apa-apa. Paling mereka membangun public opinion saja, oh ternyata ada pemberi kuasa mundur, cabut kuasanya, kemudian yang affidavit mundur. Ya kita juga tanya, mereka mundur ini sebabnya apa?

Baca juga: Banyak yang Menduga ada Invisible Power di Belakangnya, Yusril Justru Beberkan ini

Coba tanya Benny K Harman, jangan-jangan ada Hitler dibelakangnya. Ini kan politik, bisa saja ini mundur karena sesuatu. Kalau saya bakal tanya, ente mundur ikhlas atau karena apa, ada rupiahnya nggak mundur ini? Atau anda ditekan untuk mundur? Kalau Benny K Harman kan pemikirannya duga, duga, duga. Saya kan malas menduga-menduga, tentu terhadap orang yang mundur ini pun bisa seribu macam dugaan kita buat, tapi untuk apa?

Tadi tak masalah affidavit dicabut, tapi dalam konteks ini yang Anda ketahui, sebenarnya affidavit siapa yang Anda gunakan untuk memberikan dukungan ke JR?

Yang paling penting dalam JR itu kan ada dua. Formil dan materil. Formil itu tentang prosedur, kalau prosedur salah mengakibatkan pasal atau seluruh peraturan batal demi hukum. Materiil ini harus diuji, misalnya kedudukan Mahkamah Partai. Dalam UU parpol, Mahkamah Partai itu keputusannya final dan mengikat. Kalau nggak puas silakan mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dan itu diregister sebagai perkara perdata khusus parpol.

Tapi kalau tidak melalui Mahkamah Partai terlebih dahulu, maka gugatan di Pengadilan Negeri prematur dan akan diolah hakim. Yang kita persoalkan itu adalah pengujian ini, norma ini diuji dengan norma ini. Hakim itu sebenarnya perhatiannya ke situ. Jadi yang jauh lebih penting bukan affidavit dari seorang saksi, tapi keterangan ahli. Ahli itu adalah seorang guru besar, atau doktor di bidang itu yang sangat mengerti.

Disebutkan bahwa MA tidak punya wewenang untuk masuk lebih dalam menguji formil dan materil AD/ART parpol, karena itu bukan ranah publik. Bagaimana tanggapannya?

Banyak yang ngomong begitu, ketika saya tanya balik kebingungan jawabnya. AD/ART itu mengatur syarat-syarat untuk menjadi anggota partai itu. Misal syaratnya harus berusia 18 tahun dan beragama Islam, jika itu partai Islam. Itu mengikat umum atau tidak? Kalau saya mau menjadi anggota partai X kan saya baca syaratnya. Misal syaratnya beragama Islam, tapi agama saya Kristen ya saya nggak bisa jadi anggota partai itu.

Baca juga: Yusril Tanggapi Pernyataan Kubu AHY yang Menduga Ada Invisible Power di Belakangnya

Itu hanya mengikat anggota atau mengikat orang yang mau jadi anggota?

Orang yang belum jadi anggota itu namanya masyarakat umum. Pertanyaan saya juga sama, peraturan Dirjen itu tidak ada di dalam UU No. 12/2011, yang ada UUD 1945, TAP MPR, Perpu, dst, tidak ada peraturan Dirjen. Tapi apa bisa Anda tidak membayar pajak? Sedangkan pembayaran pajak itu dasarnya peraturan Dirjen.

Apa yang terbayang di benak Anda ketika DPP Partai Demokrat menunjuk Hamdan Zoelva sebagai kuasa hukum?

Saya nggak mau saja jadi hakim MK. Berkali-kali saya ditawarin jadi hakim MK, saya nggak mau. Pak SBY itu empat kali pernah bicara sama saya, pada waktu nyusun kabinet juga begitu. Saya bilang lebih baik saya jadi Mensesneg aja pak. 'Yang saya terpikir itu pak Yusril itu setidak-tidaknya setaralah sama kami ini'. Setaranya dimana? Dia bilang mau ditaruh di MK. Tapi saya bilang saya nggak tertarik jadi hakim dari dulu. Pak Hamdan nggak pernah jadi menteri kehakiman tapi pernah jadi Ketua MK.

Kalau Yusril nggak pernah jadi Ketua MK tapi dua kali jadi menteri kehakiman. Jadi udahlah persoalan itu nggak penting.

Saya tidak terkejut Hamdan Zoelva ditunjuk sebagai pengacara Partai Demokrat kubu AHY, karena pak Hamdan sudah jadi pengacara mereka untuk kasus di PTUN. Di kasus itu kan ada kubu Sibolangit Deli Serdang yang minta disahkan, ditolak Menkumham, kemudian mereka melakukan perlawanan di PTUN.

Baca juga: Yusril Ihza Mahendra: Yang Hitler Itu Saya atau Pak SBY?

Pengacaranya kubu KLB saya tidak tahu siapa, tapi saya dengar kubu AHY menunjuk Hamdan. Karena sudah disitu, tiba-tiba saya ditunjuk sebagai pengacara oleh empat orang ini mengajukan JR ke MA, ya wajar saja kalau Hamdan yang ditunjuk oleh Partai Demokrat, apalagi pertimbangannya kan beliau sudah sering menguji UU di MK. Jadi wajar dan saya nggak terkejut sama sekali, saya anggap biasa-biasa saja.

Apakah dalam menangani permohonan JR ini, Prof Yusril punya akses atau koneksi dengan Pak Moeldoko?

Pak Moeldoko sih saya kenal, kenal saja. Tapi saya tidak pernah mendapat kuasa dari beliau untuk menangani perkara ini, juga tidak pernah menyodorkan 'ini Pak Yusril ada empat orang tolong dibantu'. Jadi Pak Moeldoko sih tidak mempunyai peranan langsung dengan saya. Tetapi bahwa dibalik empat orang itu ada Pak Moeldoko ya bisa-bisa saja dan itu hak mereka, saya nggak mau mempersoalkan dan bertanya-tanya lebih jauh hal yang bersifat privasi klien.

Kalau bicara estimasi waktu, kapan kira-kira putusan ini bakal diputuskan oleh MA?
Biasanya MA memutus perkara JR dalam waktu tiga sampai empat bulan. Dan tidak pernah lewat sampai setengah tahun. Pengalaman saya nggak pernah, jadi sudah sering saya menguji peraturan perundang-undangan dibawah UU ke MA dan ya ada kalanya dikabulkan, ada kalanya ditolak. Biasa aja lah.

Makin terdorong untuk lebih cepat menyelesaikan perkara ini. Tapi siapa yang memeriksa, hakimnya siapa saya juga tidak tahu. Selama ini saya sering mengajukan JR ke MA, saya nggak pernah nanya siapa hakimnya segala macam, berkali-kali saya juga nggak kenal hakimnya siapa, nggak berurusan lah, dan saya nggak mau orang kira ada apa-apa.

Sindiran dari Jimly Assihiddiqie langsung dibalas Anda dengan menukik sampai ke filsafat hukum. Kok bisa kepikiran?

Waktu mahasiswa saya memang kuliah di dua fakultas, hukum dan ilmu budaya jurusan filsafat. Dua-duanya saya belajar betul dan sampai S3. Yang banyak orang tidak menyangka saya itu backgroundnya filsafat, politik juga sebenarnya. Jadi apa yang dipikirkan oleh yuris biasa itu akan dilihat lain oleh orang yang belajar filsafat, belajar filsafat itu ada manfaatnya juga.

Baca juga: Yusril: Sempat Ada Anggota DPR Fraksi Demokrat yang Hubungi Saya, Bagaimana Jika Abang Bantu Kami?

Kubu sebelah menyatakan patut diduga Anda bekerja dengan adanya invisible power dibelakang. Bagaimana menanggapi itu?

Dibalik semua itu ada orang-orang yang sebenarnya punya kepentingan politik dengan hal ini, dan mereka barangkali mendorong empat orang ini supaya mengajukan JR ke MA dan meminta bantuan kepada saya itu mungkin saja. Dan saya tahu implikasi dari putusan nanti sekiranya dikabulkan itu tidak hanya yuridis tapi ke bidang politik. Sama ketika zaman pak SBY, saya menguji UU Kejaksaan, orang ketawa dan bilang ada-ada aja, lain yang gatal lain yang digaruk.

Dengan serangkaian kasus yang pernah ditangani, apakah kasus ini paling mengesankan?

Sebenarnya perkaranya biasa saja. Yang bikin ramai itu Jubir Partai Demokrat, para kadernya, komentar Benny K Harman, itu yang sebenarnya bikin ramai.  Mungkin ini jadi ramai karena saya dikuyo-kuyo itu, saya nggak tahu apakah Partai Demokrat diam-diam mau mempromosikan saya supaya tambah populer, barangkali begitu. Ya saya menikmati saja, dirumah saja istri saya senyum-senyum. 'kamu tiap hari digebukkin orang, mendingan kalau kamu dibayar Rp100 miliar'. Jadi ya kita nikmati saja. (Tribunnetwork/Vincentius Jyestha)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas