Beban dan Tugas Pemilu 2024 Sangat Berat, Ahli Hukum Khawatir: Jangan-jangan KPU Akan Di-KPK-kan
Bivitri Susanti mengatakan kekhawatiran masyarakat sipil soal Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang akan dilemahkan.
Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara dari STIH Jentera Bivitri Susanti mengatakan kekhawatiran masyarakat sipil soal Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang akan dilemahkan.
Hal tersebut dengan cara menanam Komisioner yang akan membunuh dari dalam, yang menurut Bivitri sudah terjadi di KPK
Bivitri memulainya dengan menyebut bahwa ada pengalaman empirik terkait pansel dan komisioner yang dihasilkannya, dan karena itulah Masyarakat Sipil harus waspada dari awal ketika pansel dibentuk.
"Kita maksimalkan di proses dan akuntabilitasnya jelas dan setransparan mungkin. Apakah ada waktu yang cukup untuk masyarakat sipil memberikan masukan, apakah semua proses wawancara terbuka," kata Bivitri diskusi virtual bertajuk Timsel KPU-Bawaslu 2022-2027: Sebuah Catatan Krusial yang diadakan Perludem, Minggu (17/10/2021).
Bivitri menilai bahwa tugas KPU-Bawaslu ke depan sangat krusial, dengan agenda Pemilu yang terbagi dalam tiga bagian, yakni Pilpres, Pileg, dan Pilkada dalam satu tahun itu.
"Maka, saya dan kita semua punya kekhawatiran yang besar terhadap proses pemilihan KPU-Bawaslu ini. bayangkan nanti 2024 tak hanya Pilpres, Pileg, dan ada Pilkada, ratusan Pilkada yang penting sekali buat masa depan Indonesia legitimasi politiknya itu ditentukan yang baim dan luber jurdil," lanjut Bivitri.
Pengalaman empirik lainnya, dikatakan Bivitri, yakni bagaimana kontrol sekarang yang sudah sangat kuat dipegang oleh Kementerian Dalam Negeri.
Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara UGM Sebut Tak Penting Ada Representasi Pemerintah di Pansel KPU-Bawaslu
"Bahkan kami sempat nyeletuk bahwa jangan-jangan KPU akan di-KPK-kan. Jangan-jangan KPU akan dibuat lemah. Caranya adalah menanam komisioner yang akan membunuh lembaga itu dari dalam," katanya.
Jika ada yang menilai kewaspadaan tersebut berlebihan, Bivitri mengatakan ini lebih baik ketimbang menyesal di masa depan.
"Karena bobot Pemilu 2024 luar biasa. Dengan adanya fakta juga bahwa Pak Jokowi tak bisa dipilih lagi, sehingga konfigurasi politiknya akan cukup signifikan. Pilkada ratusan dan semuanya penting dan ada kontroversi mengenai Pilkada yang akan dilaksanakan," tandas Bivitri.
Susunan pansel disebut condong orang presiden
Pengamat Politik sekaligus Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menilai, Pemerintah seharusnya segera merespon pertanyaan publik terkait penilaian adanya 4 orang wakil pemerintah dalam tim seleksi Penyelenggara Pemilu 2021-2022.
Menurut Ray, pertanyaan ini logis karena memang setidaknya ada 4 nama di dalam Timsel yang jabatannya berada di bawah struktur presiden.
Yakni Juri Ardiantoro, Bahtiar, Edward Omar Sharif Hiariej, dan Poengky Indarty.
"Ke empat nama dimaksud menjabat dalam jabatan struktural yang berada di bawah dan bertanggungjawab terhadap presiden. Lembaga Kompolnas misalnya adalah lembaga di bawah dan bertanggung langsung kepada presiden," kata Ray dalam keterangannya, Rabu (13/10/2021).
Ray mengatakan, kenyataan ini, tentu saja, bertentangan dengan pasal 22 ayat 6 UU No 7 Tahun 2017 yang mensyaratkan wakil pemerintah dalam Timsel hanyalah 3 orang. Sementara wakil masyarakat dan akademisi adalah 4 orang.
Dengan kenyataan ini, salah satu wakil dari masyarakat atau akademisi kurang jumlahnya sementara wakil pemerintah lebih.
Baca juga: Puan Minta Pansel KPU dan Bawaslu Kirim Calon Best of The Best ke DPR
Selain potensial melanggar UU, kata Ray, ketentuan ini dapat mengundang sikap ketidakpercayaan masyarakat terhadap independensi Timsel.
Sebab, secara format dan kedekatan, nampak susunan anggota timsel ini condong seperti 'orang presiden'.
"Orang presiden karena secara struktural di bawah presiden, dan lainnya memang merupakan wajah yang biasa duduk sebagai Timsel di era Pak Jokowi," ucapnya.
Masalahnya, bukan pada kapasitas, integritas dan pengalaman anggota timselnya. 3 kriteria dimaksud terwujud di dalam diri para anggota Timsel tersebut.
Tapi kesan bahwa Timsel ini seperti 'orang dalam' presiden juga tidak dapat diabaikan.
Dan kesan ini akan bertambah kuat dengan kenyataan lain bahwa Timsel ini dibuat dengan terburu-buru, tanpa konsultasi publik, dan ditetapkan tanpa partisipasi masyarakat.
Pemerintah bahkan hanya membutuhkan dua hari sejak nama-nama calon timsel beredar di tengah masyarakat lalu menetapkan mereka sebagai Timsel.
"Tentu saja, hal ini akan dapat menambah dugaan yang berpotensi mengganggu penilaian masyarakat atas independensi Timsel," jelasnya.
Baca juga: Ray Rangkuti: Susunan Pansel KPU-Bawaslu Condong Seperti Orang Presiden
Pendaftaran bakal calon anggota dibuka besok
Pendaftaran bakal calon anggota KPU dan Bawaslu periode 2022-2027 akan mulai dibuka 18 Oktober 2021.
Hal itu disampaikan Ketua Panitia Pelaksana (Pansel) Calon Anggota KPU dan Bawaslu, Juri Ardiantoro dalam Konferensi Pers pada Jumat, (15/10/2021).
"Jadi 18 Oktober 2021, hari Senin yang akan datang, adalah hari pertama dimulainya masa pendaftaran bakal calon," katanya.
Baca juga: Penguatan Sektor Politik, KPK Beri Paku Integritas pada KPU dan Bawaslu
Seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu tersebut, kata Juri akan dimulai dengan pendaftaran seleksi bakal calon anggota KPU dan bakal calon anggota Bawaslu. Seleksi akan dimulai selama 3 bulan depan.
"Jadi pendaftaran akan berlangsung dari tanggal 18 Oktober sampai 15 November 2021," katanya.
Juri mengatakan tim Pansel nantinya akan mencari 14 nama calon anggota KPU dan 10 nama calon anggota Bawaslu yang akan diserahkan kepada presiden.
Nantinya Presiden akan memilih sejumlah nama untuk kemudian menjalani uji kelayakan dan kepatutan di DPR.
"Sesuai dengan pasal 23 ayat (4) dan pasal 119 ayat (4) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yakni tim seleksi akan bekerja melaksanakan seluruh tahapan secara objektif dalam jangka waktu paling lama tiga bulan setelah Timsel terbentuk," pungkasnya.