Bamsoet: MPR Lembaga Negara yang Paling Tepat untuk Menyelesaikan Masalah-masalah Kebangsaan
Bamsoet menjelaskan, dalam demokrasi permusyawaratan, tidak dikenal konsep diktator mayoritas, ataupun tirani minoritas dari oligarki elite.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan, demokrasi tidak semata-mata dibangun, atau malah terjebak, pada rujukan angka-angka mayoritas.
Menurutnya, syarat fundamental bagi tegaknya implementasi demokrasi adalah representasi yang menyeluruh.
Harus ada jaminan bahwa setiap stakeholder atau pemangku kepentingan yang terkait atau terdampak oleh suatu keputusan/kebijakan, harus mendapat kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan/kebijakan tersebut, baik secara langsung maupun melalui perwakilan.
Baca juga: Ancaman Gelombang Ketiga Covid-19, Pimpinan MPR Minta Seluruh Elemen Disiplin
Hal itu disampaikan Bamsoet dalam Focus Group Discussion (FGD) MPR RI bertajuk 'MPR Sebagai Lembaga Perwakilan Inklusif', di Media Center MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin (18/10/2021).
"Bung Hatta menyatakan bahwa demokrasi Indonesia bukan demokrasi liberal, juga bukan demokrasi totaliter. Demokrasi Indonesia berurat dan berakar di dalam pergaulan hidup. Kerakyatan yang dianut bangsa Indonesia bukanlah kerakyatan yang mencari suara terbanyak saja, tetapi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Sehingga menempatkan demokrasi kita sebagai demokrasi permusyawaratan perwakilan," katanya.
Baca juga: Ketua DPR Dukung Penutupan BUMN Sakit yang Habiskan Uang Rakyat
Bamsoet menjelaskan, dalam demokrasi permusyawaratan, tidak dikenal konsep diktator mayoritas, ataupun tirani minoritas dari oligarki elite, baik penguasa maupun pengusaha.
Demokrasi permusyawaratan meniscayakan setiap kebijakan negara harus menjadi representasi yang utuh dari kehendak rakyat, dan mengedepankan prinsip 'hikmat kebijaksanaan' sebagaimana diamanatkan dalam rumusan sila keempat Pancasila, yaitu 'Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan'.
"Orientasi etis (konsep hikmat kebijaksanaan) dihidupkan melalui daya rasionalitas, kearifan konsensual, dan komitmen keadilan yang dapat menghadirkan suatu toleransi dan sintetis yang positif, sekaligus dapat mencegah kekuasaan dikendalikan oleh golongan mayoritas (mayoro-krasi) dan kekuatan minoritas elit politik dan pengusaha (minoro-krasi)," ujar Bamsoet.
Baca juga: Puan: Jangan Ada Kompromi terhadap Aturan Karantina Bagi Pelaku Perjalanan Internasional
Lebih lanjut Bamsoet menerangkan, permusyawaratan di dalam sebuah lembaga yang inklusif dalam ketatanegaraan Indonesia kontemporer, yang paling ideal dan mendekati cita para pendiri negara bangsa, adalah melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Tidak salah jika MPR juga dinilai sebagai lembaga negara yang paling tepat untuk menginisiasi agenda-agenda yang dibutuhkan untuk merumuskan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
"Dalam konteks pembentukan haluan negara, revitalisasi perwakilan yang inklusif melalui MPR perlu dilakukan, agar permusyawaratan mengenai haluan negara dapat menjadi ruang bersama perwakilan seluruh rakyat dalam merumuskan kaidah penuntun (guiding principles) yang berisi arahan-arahan dasar (directive principles) yang bersifat ideologis dan strategis teknokratis, untuk menghimpun sebesar-besarnya kepentingan rakyat dalam membangun negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan konstitusi," pungkas Bamsoet.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.