Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Habib Syakur: Paham Radikalisme Bahaya Besar Bagi Keutuhan Bangsa

abib Syakur bin Ali Mahdi Al Hamid menilai bahwa paham radikal, intoleran dan ekstremis sebenarnya adalah momok besar bagi keutuhan

Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Habib Syakur: Paham Radikalisme Bahaya Besar Bagi Keutuhan Bangsa
ISTIMEWA
Inisiator Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK) Habib Syakur bin Ali Mahdi Al Hamid 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Inisiator Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK) Habib Syakur bin Ali Mahdi Al Hamid menilai bahwa paham radikal, intoleran dan ekstremis sebenarnya adalah momok besar bagi keutuhan dan kondusifitas bangsa Indonesia.

Bahkan ia menyebut paham semacam itu adalah monster karena bisa berujung pada perilaku teror.

"Paham radikal, intoleran dan ekstremis adalah paham monster, mereka sebenarnya salah memahami agama, dan sangat egois, jelas-jelas mereka adalah orang-orang yang merendahkan harkat martabatnya sendiri sebagai manusia," kata Habib Syakur kepada wartawan, Selasa (19/10/2021).

Apalagi kata Habib Syakur, orang-orang yang memiliki pemahaman dan perilaku semacam itu lebih memilih berseberangan dengan negara.

Terlebih mereka tidak ingin hidup berbarengan dengan orang-orang yang memiliki perbedaan baik dari sisi agama maupun syariat, sekaligus menganggap pemahaman beragama mereka yang lebih benar dan yang berbeda dianggap salah sehingga perlu diperangi.

"Dalam satu masa, paham ini muncul dan terkesan untuk memusuhi, untuk hindari makna persatuan, menghilangkan makna berbangsa dan bernegara di negeri kita tercinta," ujarnya.

Berita Rekomendasi

Tokoh agama dari Malang, Jawa Timur ini menegaskan bahwa konsep pemikiran kelompok intoleran dan radikal salah jika melihat yang berbeda adalah salah dan perlu diperangi.

Karena pada dasarnya, setiap manusia kodaratnya adalah suci dan memiliki tujuan yang sama dalam menuju Tuhannya.

Baca juga: Ibunda Teroris MIT Poso Ahmad Panjang Menangis Minta Anaknya Segera Pulang

"Harus kita akui, kita terlahir dari keadaan suci, hanya beda saja jalan menuju Tuhan, semua memaknai keberadaan Tuhan. Tuhan bukan hantu tapi zat yang memberikan rahmat, kasih, penyayang bagi kita. Tapi kelompok radikal itu tidak sadar bahwa mereka terlahir dalam keadaan suci itu," jelasnya.

Menurut Habib Syakur, setiap bangsa merupakan manusia yang sejatinya suci, mereka terlahir dalam keadaan sebagai bangsa Indonesia di mana negaranya memiliki begitu kompleksitas keberagamannya.

Dan kondisi seperti itu adalah fitrah dan takdir bangsa Indonesia yang harus tetap dijalani dengan baik.

"Di Indonesia terlahir sebagai insan suci yang sejati, satu sama lain harus saling menghormati dan menghargai, tidak harus saling membedakan tentang perkara syariat dan agama, tidak usah mengkafirkan karena hanya tidak satu akidah dan seagama," tuturnya.

Bahkan yang masih sering menjadi perdebatan sengit di kalangan masyarakat adalah sebutan kafir kepada orang lain yang tidak satu agama bahkan satu akidah dengannya.

Padahal di dalam Islam, kata kafir adalah keniscayaan akan tetapi bukan dijadikan sebagai alat untuk mendiskreditkan orang lain yang berbeda.

"Makna kafir itu harus kita lihat dari kitab suci Alquran, tapi penafsiran dari kitab suci Alquran memang tidak bisa kita ganggu gugat, itu kalimat yang sakral," terangnya.

"Akan tetapi kafir sendiri sebagai kalimat untuk mengolok-olok sesama anak bangsa itu tidak etis, seperti Pilkada 2017 adalah fenomena yang sangat buruk sekali, tidak bisa membedakan mana manusia, mana sahabat, mana orang berahama dan mana bukan. Banyak kejadian yang melukai hati kita sesama anak bangsa," imbuhnya.

Terlebih lagi, Habib Syakur menegaskan bahwa terorisme, radikalisme dan intoleran sejatinya bukan ajaran agama Islam.

Jika ada oknum umat Islam yang melakukan hal tersebut tidak bisa direpresentasikan sebagai bagian dari gerakan Islam.

"Islam adalah agama yang rahmatan lil 'alamin, Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah Islam yang penuh kasih sayang dan cinta damai dalam kemanusiaan," tuturnya.

Pun demikian, ia berharap polarisasi politik yang faktanya berujung pada polarisasi kelompok dan agama tidak semakin dirawat.

Lebih baik bangsa Indonesia semua bersatu untuk memajukan dan mengembangkan Indonesia sebagai bangsa dan negara.

"Tidak boleh kita terlalu lama menyimpan dan merawat luka, tapi kita harus merawat kegiatan yang lebih positif dan menjaga persatuan," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas