Dua Tahun Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, Fraksi PKS Beri Rapor Merah untuk Bidang Energi
Menurutnya hingga kini bidang energi nasional masih terpuruk dan belum menunjukan tanda-tanda yang menggembirakan.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan, Mulyanto menilai dua tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin, masih belum berhasil membangun bidang energi dengan baik.
Menurutnya hingga kini bidang energi nasional masih terpuruk dan belum menunjukan tanda-tanda yang menggembirakan.
"Prestasinya masih datar-datar saja bahkan cenderung merah," kata Mulyanto, kepada wartawan, Kamis (21/10/2021).
Mulyanto merinci, di sektor migas, baik impor, lifting maupun pembangunan kilang baru masih jeblok. Impor migas nasional, terutama BBM dan LPG, bukannya menurun malah terus melonjak. Akibatnya defisit transaksi berjalan membengkak.
"Pemerintah seperti tidak punya strategi yang konsisten untuk menurunkan impor migas ini," ujar Mulyanto.
Baca juga: Dua Tahun Jokowi-Maruf, PKS Beri Catatan Soal Ketahanan Keluarga Serta Perlindungan Ibu dan Anak
Data BPS menunjukan pada Mei 2021, lonjakan impor migas menjadi sebesar USD 2.06 milyar. Bila dibandingkan dengan bulan yang sama di tahun 2020 (y-on-y) meningkat sebesar 212 persen.
Defisit transaksi berjalan untuk sektor migas ini sebesar USD 1.12 milyar meningkat sebesar 1020 persen dibandingkan tahun 2020 (y-on-y). Meroket lebih dari sepuluh kali lipat.
Defisit transaksi berjalan sektor migas untuk tahun 2021 diperkirakan meningkat menjadi sebesar 11 milyar USD.
Padahal pada tahun 2019 hanya sebesar 10 milyar $ USD. Pada tahun 2020 bahkan hanya sebesar 6 milyar $ USD.
"Lifting minyak kita memiliki visi 1 juta bph (barel per hari) di tahun 2030. Namun anehnya, target lifting tahunan bukannya naik, malah justru terus melorot. Target lifting minyak tahun 2019, 2020, 2021 dan tahun 2022 masing-masing sebesar 775, 755, 705 dan 704 bph. Terus turun," ucapnya.
"Sementara realisasinya setiap tahun selalu di bawah target. Karena penggunaan BBM terus naik, maka otomatis impor migas tetap membengkak. Alhasil devisa negara terkuras," imbuhnya.
Di sisi lain, lanjut Mulyanto, kemampuan kilang untuk mengolah BBM secara domestik masih lemah. Hampir 25 tahun sejak pengoperasian RU VII Kasim di Papua pada tahun 1997, tidak ada lagi pembangunan kilang baru.
Pembangunan kilang Bontang tidak jelas juntrungannya. Kilang Tuban, Jawa Timur, masih pada tahap pembebasan lahan. Padahal sudah dimulai sejak tahun 2017.
Baca juga: Rapor 2 Tahun Jokowi-Maruf, Obrolan Virtual Overview Tribunnews Hadirkan Politisi PDIP dan PKS
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.