Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dua Tahun Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, Fraksi PKS Beri Rapor Merah untuk Bidang Energi 

Menurutnya hingga kini bidang energi nasional masih terpuruk dan belum menunjukan tanda-tanda yang menggembirakan.  

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Dua Tahun Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, Fraksi PKS Beri Rapor Merah untuk Bidang Energi 
Andri/Man (dpr.go.id)
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. 

Dari total 6 buah kilang yang ada, Pertamina baru mampu menghasilkan BBM sebanyak 850 – 950 ribu bph. Setengah dari kebutuhan domestik. 

Di sektor ketenagalistrikan, kata Mulyanto, kinerja pemerintah juga masih merah. Rasio elektrifikasi nasional masih jauh di bawah seratus persen. 

Dua tahun lalu ditargetkan mencapai seratus persen. Namun realisasinya terus molor.  Pemerintah menargetkan kembali rasio elektrifikasi nasional seratus persen di tahun 2022. 

Tapi faktanya per hari ini sedikitnya masih ada 433 desa atau setara dengan 483.012 Rumah Tangga (RT) yang belum teraliri listrik. 

"Artinya, masih banyak saudara-saudara kita yang belum dapat menikmati terangnya listrik. Bahkan Indonesia perlu impor listrik dari negara tetangga. Kalimantan Barat mengimpor listrik sebesar 110 MW dari Serawak Pada tahun 2020, yang terus berlanjut di tahun 2021 ini," ucapnya. 

"Namun anehnya di Jawa dan Sumatera terjadi surplus listrik lebih dari 30 persen.  Dan program pembangunan pembangkit baru 35.000 MW yang kontroversial itupun terus berlanjut. Akibatnya PLN terpaksa membayar listrik yang tidak diperlukan, karena adanya klausul TOP (take or pay) dari listrik swasta.  Yang pada gilirannya, keuangan PLN tertekan utang yang hampir mencapai Rp 500 triliun," lanjutnya. 

Terakhir adalah kinerja sektor sumber daya mineral. Mulyanto menilai pemerintah masih setengah hati dalam menjalankan program hilirisasi nikel.  

Berita Rekomendasi

Industri smelter hanya memproduksi nikel matte dan NPI (nickel pig iron), dengan nilai tambah yang rendah. 

Padahal diharapkan terjadi diversifikasi produk nikel, baik berupa stainless steel, baterai listrik, baja tahan karat, bahkan mobil listrik. Bukan sekedar bahan baku setengah jadi. 

"Negara sudah banyak berkorban untuk program hilirisasi nikel ini, baik melalui pelarangan ekspor bijih nikel, di saat harga nikel internasional tinggi, maupun berupa pembebaskan pajak PPh Badan untuk industri smelter.  

"Akibatnya, penerimaan negara dari PPh Badan industri smelter; royalti nikel, dan pajak ekspor bijih nikel menjadi nihil.  Belum lagi datangnya buruh TKA (tenaga kerja asing),  yang mengambil pasar tenaga kerja kita," kata Mulyanto. 

Kebijakan itu dinilai hanya menguntungkan pengusaha dan industri asing. 

Sementara hasilnya hanya produk setengah jadi yang diekspor untuk keperluan industrialisasi China.  

Melihat kinerja sektor energi yang masih merah seperti ini, menjelang rebound industri pasca pandemi Covid-19 di tahun-tahun mendatang, Mulyanto minta pemerintah bekerja ekstra keras untuk menata diri, bila ingin ada perbaikan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas