Gus Nadir: Hari Santri Nasional Jadi Semacam Memori Kolektif untuk Anak Bangsa
Prof Nadirsyah Hosen menilai Hari Santri Nasional menjadi semacam memori kolektif untuk anak bangsa.
Penulis: Reza Deni
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rais Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Australia dan Selandia Baru Prof Nadirsyah Hosen menilai Hari Santri Nasional menjadi semacam memori kolektif untuk anak bangsa.
"Bahwa ada kontribusi santri yang luar biasa untuk merekatkan secara utuh antara ke-islam-an dan kebangsaan," kata Gus Nadir, sapaan karib Nadirsyah Hosen, dalam webinar Hari Santri Nasional 2021 secara virtual, Jumat (22/10/2021).
Dalam kesempatan tersebut, dia berbicara bagaimana resolusi jihad yang dikeluarkan KH Hasyim Asyari pada 22 Oktober 1945 melampaui episode sejarah itu sendiri.
"Buktinya adalah Presiden Jokowi tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Artinya ini sudah melampaui episode sejarah itu sendiri," katanya.
Soal keislaman dan kebangsaan yang disinggungnya, Gus Nadir mengatakan bahwa NU berbeda dengan sejumlah pihak yang masih belum selesai mendiskusikan akan hal tersebut.
Baca juga: Gus Halim: Santri Berperan Gerakkan Ekonomi Desa
"Kalau di NU sudah selesai dan itu salah satunya adalah merupakan ijtihad dari putra Jember KH Achmad Siddiq, yang kemudian menetapkan NKRI sebagai bentuk final dan elaborasi tiga konsep ukhuwah yang luar biasa, ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathoniyah ukhuwah basariyah," ka Gus Nadir.
"Saya pernah tampil di acara Katholik. Judulnya adalah merawat Persaudaraan Insani di Indonesia. Ini adalah hasil ukhuwah basariyah yang lebih dulu disampaikan KH Achmad Siddiq. Jadi daya serap Resolusi Jihad melampaui zamannya," katanya.