Balas Kritikan, Kamhar Sebut Hasto Banyak Ngeles, Ingatkan Rakyat Lagi Susah
Tak hanya itu, menurut Kamhar, kader PDI yang kini buronan KPK Harun Masiku hingga kini tak jelas keberadaannya.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrat menanggapi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto melontarkan celotehan yang nadanya menyindir kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Pemerintah era SBY dinilai oleh kader partai berlambang banteng moncong putih itu terlalu banyak menggelar rapat tapi lamban dalam mengambil keputusan untuk menerbitkan kebijakan ketika negara sedang dilanda masalah.
Menyikapi hal tersebut, Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani kepada wartawan, Senin (25/10/2021) mengatakan lagi-lagi Hasto ngeles dan semakin melebar dari pokok persoalan awal tentang tuduhannya bahwa presiden sebelum Jokowi lamban dalam mengambil keputusan.
"Namun setelah disajikan fakta yang terbukti sebaliknya, Hasto ngeles dan kembali memproduksi 'kebohongan' baru," ujar Kamhar.
Bicara tentang Bansos, menurut Kamhar, semestinya Hasto malu jika punya kepedulian dan keberpihakan terhadap penderitaan rakyat sebab kader partainyalah yang menjadi koruptor Bansos di kala rakyat sedang diterpa pandemi Covid-19 yang menyebabkan krisis kesehatan dan krisis ekonomi.
Baca juga: Mantan Kader Partai Demokrat Gugat SK, Bambang Widjojanto: Hanya Akal-akalan, Ini Berbahaya
Seperti diketahui, elite PDIP yang menjabat Menteri Sosial Juliari Batubara tersangkut kasus korupsi Bansos di KPK.
"Kami bangga jika Pak SBY dikatakan sebagai bapak Bansos karena kami tahu betul pemberian Bansos dalam berbagai bentuk saat Pak SBY menjadi presiden adalah bentuk tanggung jawab dan hadirnya negara meringankan beban rakyat ketika sedang kesusahan dan sebagai kompensasi atas pengurangan subsidi pada masa itu," ujar Kamhar.
Menurut dia tuduhan adanya motif politik itu tidak berdasar karena pasca 2009 pun atau di periode kedua pemerintahan SBY pemberian Bansos tetap dilanjutkan.
"Rakyat justru sangat bersyukur dan berterimakasih menerima bansos yang sebelumnya tak pernah mereka nikmati. Pak SBY sangat peduli pada rakyatnya," ujarnya.
Sebagai contoh lain, lanjut Kamhar, ketika kebijakan konversi minyak tanah ke gas, rakyat dibagikan kompor dan tabung gas 3 kg gratis.
"Ini jauh berbeda dengan watak dan karakter pemerintah sekarang. Subsidi dicabut tapi rakyat tidak dapat apa-apa secara langsung untuk meringankan bebannya, malah sampai sembako pun dipajakin," ujarnya.
Pihaknya berkeyakinan jika SBY yang menjabat presiden ketika pandemi Covid-19 menerpa maka bisa dipastikan Tes PCR dan Swab Antigen Covid-19 pasti digratiskan.
"Bukan seperti sekarang, rakyat lagi terpuruk malah dibebani kewajiban PCR untuk penerbangan. Semakin menambah beban penderitaan rakyat," katanya.
"Katanya partai “wong cilik” yang semestinya pro poor, nyatanya membuat rakyat semakin kesusahan," ujar Kamhar menambahkan.
Menyoal Antasari Azhar, menurut Kamhar, justru partainya Hasto yang mempolitisasi perkara hukum Antasari Azhar seolah-olah politis dan menggunakannya pada Pilgub DKI yang menyanyikan fitnah kepada Pak SBY yang berimbas pada pencalonan AHY.
"Laporan polisi Pak SBY terhadap Antasari Azhar tak diproses. Bayangkan, laporan polisi Presiden RI ke-6 tak diproses, semakin menegaskan betapa rezim ini begitu dominan, kekuasaan politik menjadi panglima (maachstaat), bukan hukum (rechstaat)," ujar Kamhar.
Masih teringat jelas dalam memori publik, lanjut Kamhar, bagaimana rezim PDIP diduga mengkriminalisasi Abraham Samad dan pimpinan KPK lainnya dengan perkara yang tak jelas di masa lalu mereka terkait dengan catatan terhadap pencalonan Kapolri pada saat itu.
"Sampai-sampai ada lelucon di publik, jangan-jangan jika dulu saat mahasiswa Abraham Samad pernah berkendara tak menggunakan helm juga akan dipidanakan. Itulah respon publik bagaimana rezim ini memanfaatkan hukum dan memperlakukan KPK. Sudah menjadi pengetahuan bersama, KPK menjadi lemah saat partainya Hasto berkuasa," ujar Kamhar.
Tak hanya itu, menurut Kamhar, kader PDI yang kini buronan KPK Harun Masiku hingga kini tak jelas keberadaannya.
"Hasto sama sekali tak punya kredibilitas dan integritas berbicara tentang KPK dan KPU," katanya.
"Jadi jelas sekali ketika Pak SBY menjadi presiden, hukum menjadi panglima ditegakkan tanpa pandang bulu. Sementara saat ini tidak demikian, dalam penegakan hukum maupun pemberantasan korupsi mengalami kemerosotan," kata Kamhar menambahkan.
Sekali lagi Kamhar mengingatkan Hasto agar gaya politik post truth yang terus dipertontonkannya dirubah.
"Terus- menerus menyajikan kebohongan secara konsisten agar publik kemudian menganggap ini sebagai kebenaran. Gaya politik seperti ini menjadi parasit demokrasi dan benalu reformasi," katanya.
Agar bermanfaat bagi demokrasi dan penegakan hukum, Kamhar mengatakan PDIP sebaiknya fokus menghadirkan Harun Masiku dan sebagai pejabat partai yang sedang berkuasa agar fokus mewujudkan janji-janji politik saat kampanye jilid 1 dan jilid 2 dibidang ekonomi, hukum dan politik yang belum ditunaikan dan dilunasi.
"Jadi kami tegaskan kepada Hasto dari pada “sok intelek”, sudahilah melecehkan kewarasan publik dengan terus menerus mereproduksi kebohongan. Ingat, rakyat lagi susah," ujar Kamhar.
Menurut Kamhar, negara dan rakyat menginginkan kolaborasi dan sinergi dari semua elemen bangsa agar segala persoalan yang sedang menerpa bangsa ini lekas berlalu dan segala apa yang dicita-citakan segera terwujud.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.