Kemenag Afirmasi Pendidik Inklusi dalam Program Penguatan Literasi Digital Madrasah
Muhammad Zain mengatakan pada era digital saat ini terdapat beberapa pekerjaan atau profesi bisa tergantikan karena keberadaan kecerdasan buatan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag) RI menggelar Training of Trainer (TOT) Fasilitator Daerah dalam rangka mendukung program pengembangan literasi digital bagi guru dan tenaga kependidikan madrasah.
Kegiatan ini diselenggarakan guna memberikan pembekalan kompetensi literasi digital bagi fasilitator daerah yang akan melatih guru dan tenaga kependidikan madrasah di beberapa daerah pilot project.
Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah, Muhammad Zain, mengatakan pada era digital saat ini terdapat beberapa pekerjaan atau profesi bisa tergantikan karena keberadaan kecerdasan buatan (artificial intelligence).
Namun ada satu profesi yang saat ini tak bisa tergantikan, yaitu guru.
“Sebagai pendidik, peran guru bukan sekadar melakukan transfer pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter siswa,” terang Zain Zain saat memberikan arahan pada agenda Training of Trainer Fasilitator Daerah Literasi Digital Madrasah di Bogor, Jawa Barat, Rabu (26/10/2021)
Baca juga: Wamenag: Santri Abad 21 Harus Miliki Keterampilan Literasi Digital
Pria asal Sulawesi ini juga mengingatkan agar guru madrasah selalu menyertakan hati dalam melaksanakan pekerjaannya.
Sampai hari ini guru belum bisa tergantikan karena robot tidak memiliki perasaan.
"Siswa harus disentuh semua potensi kecerdasannya termasuk estetika/seni. Karena dengan seni hidup jadi indah," lanjutnya.
Selanjutnya, dalam rangka melakukan afirmasi pendidikan inklusif pada madrasah, tenaga pendidik penyandang disabilitas pun dilibatkan di dalam program penguatan literasi digital madrasah.
Hal ini menjadi komitmen Kemenag untuk terus meningkatkan kualitas Madrasah Inklusif.
“Langkah ini sangat strategis untuk melahirkan calon-calon pendidik inklusi yang dapat meningkatkan kualitas pendampingan pembelajaran literasi digital di madrasah bagi anak berkebutuhan khusus,” tambah Zain.
Selain itu, akses literasi digital bagi difabel juga perlu diperhatikan.
Zain mengatakan mereka merupakan pendidik yang istimewa.
Bahkan tidak jarang, di tengah keterbatasan, mereka mampu menghadirkan berbagai inovasi yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan bangsa.
“Kita semua harus memiliki keterbukaan dan kepekaan. Kita di Kementerian Agama punya prinsip bahwa pendidikan untuk semua, madrasah untuk semua,” tutup Zain.
Narasumber Literasi Digital bagi Pendidik Inklusif, Slamet Thohari mengatakan sarana penyampaian informasi di madrasah juga harus ramah difabel, diantaranya website madrasah yang harus ditambahkan fungsi accessibility statement bagi penyandang tunanetra.
Slamet menambahkan, konten pembelajaran di madrasah harus dapat dinikmati oleh semua kalangan, termasuk penyandang disabilitas.
“Konten harus dilengkapi dengan teks dan gambar yang jelas, sedangkan video bisa disertai dengan subtitle,” ungkapnya.
Slamet melanjutkan, desain madrasah juga semestinya ramah terhadap penyandang disabilitas, hal ini bisa dimulai dari pemberdayaan dan penguatan guru agar aware terhadap difabel.
Pembelajaran di madrasah juga harus menerapkan universal design learning: pendidikan berdasarkan kepentingan dan kebutuhan siswa.
“Para guru hendaknya akomodatif dalam pembelajaran terhadap peserta didik dengan memperhatikan hak penyandang disabilitas,” tambah Slamet.
Dosen Universitas Brawijaya ini juga mengapresiasi program ini, karena menaruh perhatian dan keberpihakan yang sama terhadap penyandang disabilitas.
“Alhamdulillah ini program yang luar biasa. Semoga Kemenag tetap memberikan akses seluas luasnya kepada penyandang disabilitas melalui workshop atau aktifitas pemberdayaan lainnya," tutup Slamet.