Soal Posisi Jubir Presiden yang Kosong, Pengamat Sebut Jokowi Tak Butuh Pengganti Fadjroel Rachman
Direktur Eksekutif Charta Politica Yunarto Wijaya turut menanggapi soal kosongnya posisi Juru Bicara Presiden.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Inza Maliana
TRIBUNNEWS.COM - Direktur Eksekutif Charta Politica, Yunarto Wijaya turut menanggapi kosongnya posisi Juru Bicara Presiden, setelah Fadjroel Rachman dilantik sebagai Duta Besar Kazakhstan.
Yunarto menilai, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebenarnya tidak membutuhkan pengganti Fadjroel Rachman.
Pasalnya, dalam sisa waktu pemerintahan yang tinggal dua tahun setengah ini, Jokowi sudah memperlihatkan fokus komunikasi istana adalah dirinya sendiri.
"Kalau pertanyaannya apakah sebenarnya Jokowi membutuhkan jubir, pengganti Fadjroel Rachman. Saya pribadi malah mengatakan tidak perlu."
"Dengan sisa waktu katakanlah sekitar dua tahun setengah, Pak Jokowi sudah memperlihatkan kalau di periode kedua ini fokus dari komunikasi istana itu ada di dirinya sendiri," kata Yunarto dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Rabu (27/10/2021).
Baca juga: Ketua DPP Golkar Sebut Posisi Jubir Presiden Pengganti Fadjroel Tergantung Presiden Jokowi
Lebih lanjut, Yunarto menilai, untuk isu-isu sensitif terutama terkait penanganan pandemi, maka penting dilakukan oleh Jokowi sendiri dan tidak bisa digantikan siapapun.
Selain itu, di sisa masa pemerintahan, Jokowi harus lebih sering muncul.
"Memang ini tidak salah dilakukan ketika memang situasinya extraordinary, kehadiran presiden terutama di isu-isu yang sensitif dalam konteks penanganan pandemi itu sangat penting dan tidak bisa dilakukan oleh siapapun."
"Dan kita tahu juga ada masa ketika periode kedua ini berakhir kecenderungan presiden harus lebih sering muncul. Karena orang sudah mulai bicara mengenai pilpres, siapa yang akan bertarung menggantikan Jokowi," terangnya.
Baca juga: Siapa yang Pantas Jadi Jubir Presiden Pengganti Fadjroel? Ini Saran Pakar Komunikasi & Para Politisi
Lebih Baik Optimalisasikan Peran Setneg dan Setkab
Menurut Yunarto, kehadiran Jokowi secara langsung dalam komunikasi istana ini bisa menjadi simbol jika pemerintahan masih berlangsung.
Yunarto juga menyarankan, dibandingkan mencari Jubir Presiden yang baru, lebih baik Jokowi mengoptimalisasikan peran Setneg dan Setkab.
"Kehadiran jokowi secara langsung dalam komunikasi istana, itu bisa menjadi sebuah simbol juga pemerintahan masih berlangsung. Lebih baik difungsikan dan dioptimalisasikan saja peran dari Setneg atau Setkab dalam konteks istana memberikan keterangan," ucap Yunarto.
Yunarto pun menilai, sosok Pramono Anung bisa menggantikan peran jubir untuk sementara.
Baca juga: Politisi NasDem Sebut Sosok Jubir Presiden Harus Paham Gaya Komunikasi Jokowi
Namun Yunarto menekankan agar Jokowi yang harus sering tampil di depan publik.
"Dan saya pikir contoh seperti Mas Pramono Anung, orang yang juga sangat artikulatif, politisi ulung, kawakan dan saya pikir bisa menggantikan peran jubir sementara. Walaupun catatan pentingnya adalah tetap presiden yang harus sering tampil," ungkapnya.
Baca juga: Pakar: Jubir Presiden Pengganti Fadjroel Harus Berlatar Belakang Komunikasi dan Dekat Dengan Jokowi
Jubir Presiden Harus Miliki Latar Belakang Komunikasi
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menilai, sosok yang pas untuk menjadi juru bicara Presiden pengganti Fadjroel Rachman harus memiliki latar belakang komunikasi.
Alasannya, kata Emrus, orang yang memahami konsep teori komunikasi dan etika komunikasi serta lebih profesional memang harus berlatarbelakang komunikasi.
"Coba bayangkan Jaksa Agung backgroundnya komunikasi bukan sarjana hukum, kacau kan. Nah hal yang sama jubir presiden harus S1-S2-S3 komunikasi. Karena dia menguasai konsep teori dan etika komunikasi," kata Emrus saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (26/10/2021).
Selain itu, Emrus menekankan jubir Presiden jangan dari partai politik.
Baca juga: Kesalahan Besar jika Posisi Jubir Presiden Dikosongkan Sepeninggal Fadjroel Rachman
Karena tugas jubir salah satunya yakni menjembatani kepentingan politik.
Sehingga, jika jubir Presiden dari partai politik maka akan bertindak atas dasar ekskusifitas politik.
"Jangan orang partai, harus orang yang bukan partai," ucapnya.
Emrus menambahkan, jubir Presiden yang akan dipilih oleh Jokowi harus menjembatani, menyambungkan, menyatukan, dan mesinergikan kepentingan satu dan lain.
Baca juga: Pengamat Sebut Ada Kemungkinan Posisi Jubir Presiden Akan Dikosongkan: Selama Ini Tak Berjalan Baik
Termasuk, pemerintah dengan rakyat, partai politik dan kepentingan ekonomi, hukum dan HAM.
"Kalau mau evaluasi, masa jabatan Fadjroel tidak produktif sebagai jubir presiden, nah supaya tidak terulang lagi idealnya tentu saya sarankan Komunikolog tadi," ungkapnya.
Meski begitu, ia mengatakan tak kalah pentingnya jika jubir Presiden harus orang yang dekat dengan Presiden.
"Presiden harus nyaman dengan sosok tersebut. Dan siapapun jubir presiden idealnya jubir ini orang yang memiliki tingkat keterkenalan di ruang publik," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Malvyandie Haryadi)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.