Jaksa Agung Buka Kemungkinan Terapkan Hukuman Mati Bagi Koruptor
Leonard mengatakan Jaksa Agung sempat membahas hal ini dalam briefing saat kunjungan kerja ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung ST Burhanuddin mengkaji dan membuka kemungkinan penerapan hukuman mati bagi para koruptor yang memakan uang rakyat dan negara.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak.
Leonard mengatakan Jaksa Agung sempat membahas hal ini dalam briefing saat kunjungan kerja ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah.
"Jaksa Agung Republik Indonesia pada kesempatan briefing kepada Kajati, Wakajati, para Kajari dan Kacabjari dalam rangka kunjungan kerja di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah menyampaikan bahwa perkara Tindak Pidana Korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung, seperti Jiwasraya dan Asabri, sangat memprihatinkan kita bersama," ujar Leonard dalam keterangannya, Kamis (28/10/2021).
Menurut Leonard, Jaksa Agung ST Burhanuddin menilai dua perkara itu tidak hanya menimbulkan kerugian negara namun juga sangat berdampak luas baik kepada masyarakat maupun para prajurit.
Baca juga: Kerugian Negara Capai Rp 22 Triliun, Kasus Dugaan Korupsi Asabri Harus Diusut Tuntas
Diketahui, kasus Jiwasraya menimbulkan kerugian setidaknya Rp16,8 triliun.
Sementara kasus Asabri merugikan negara sebesar Rp22,78 triliun.
ST Burhanuddin, dikatakan Leonard, menyebut perkara Jiwasraya menyangkut hak-hak orang banyak dan hak-hak pegawai dalam jaminan sosial.
Pun demikian dengan perkara korupsi di ASABRI terkait dengan hak-hak seluruh prajurit dimana ada harapan besar untuk masa pensiun dan untuk masa depan keluarga mereka di hari tua.
Karenanya Jaksa Agung pun mengkaji kemungkinan penerapan hukuman mati kepada mereka para koruptor.
"Oleh karena itu, Bapak Jaksa Agung sedang mengkaji kemungkinan penerapan hukuman mati guna memberikan rasa keadilan dalam penuntutan perkara dimaksud, tentunya penerapannya harus tetap memperhatikan Hukum Positif yang berlaku serta nilai-nilai Hak Asasi Manusia," kata Leonard.
"Selain itu, Bapak Jaksa Agung juga menyampaikan kemungkinan konstruksi lain yang akan dilakukan, yaitu bagaimana mengupayakan agar hasil rampasan juga dapat bermanfaat langsung dan adanya kepastian baik terhadap kepentingan pemerintah maupun masyarakat yang terdampak korban dari kejahatan korupsi," tandasnya.