PAN Desak Pemerintah Batalkan Rencana Tes PCR Sebagai Syarat Perjalanan Semua Moda Transportasi
Berdasarkan laporan ICW sejak Oktober 2020 hingga Agustus 2021 ternyata keuntungan bisnis PCR sangat menggiurkan.
Penulis: Reza Deni
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi PAN Guspardi Gaus mengkritik rencana pembelakuan kebijakan wajib tes polymerase chain reaction (PCR) yang akan diterapkan secara bertahap kepada semua moda transportasi.
Meskipun pemerintah telah menurunkan harga tes swab PCR menjadi Rp300 ribu, Guspardi mengatakan jika diterapkan secara bertahap untuk moda transportasi umum lainnya, jelas ini tidak logis dan akan semakin memberatkan masyarakat.
"Saya sejak awal saya tidak setuju penggunaan antigen atau PCR untuk syarat perjalanan dengan moda transportasi apa pun," kata Guspardi kepada wartawan, Jumat (29/10/2021).
Dia pun mendesak pemerintah membatalkan rencana syarat tes PCR untuk semua moda transportasi umum.
"Seharusnya pemerintah perlu melakukan kajian mendalam dan menyiapkan berbagai alternatif dan solusi guna memitigasi risiko Covid-19. Rakyat jangan dikorbankan dengan kebijakan PCR ini. Semestinya negara hadir untuk menjamin dan memberikan perlindungan kesehatan yang maksimal, tanpa membebani dan memberatkan masyarakat," katanya.
Baca juga: Tarif Tes PCR Terkini di Jakarta Belum Penuhi Aturan Pemerintah. Ada yang Tembus Rp 400 Ribuan
Pasalnya, merujuk hasil penelitian dari para pakar epidemiologi, penggunaan tes PCR dinilai tidak akan efektif jika hanya digunakan sebagai pemeriksaan satu kali tanpa indikasi apapun misalnya indikasi kontak erat.
"Lebih baik memperketat protokol kesehatan seperti mendisiplinkan pemakaian masker dan menetapkan kapasitas penumpang 50–75 persen dengan pengaturan jarak antar penumpang serta menyediakan ruangan khusus untuk makan yang terpisah dari tempat duduk khusus untuk kereta api," katanya.
Cara-cara itu, dikatakan Guspardi, dinilai para pakar Epidemiologi yang notabene ahli di bidangnya lebih efektif dan membantu dibanding mewajibkan tes PCR.
Legislator Komisi II itu menambahkan, bila pertimbangan pemerintah murni demi kesehatan dan mitigasi risiko gelombang ketiga Covid -19 menjelang Nataru maka seharusnya jangan jadikan tes swab PCR sebagai syarat mutlak untuk perjalanan untuk semua moda transportasi.
"Rapid antigen dirasa cukup untuk melakukan skrinning dalam memantau mobilitas masyarakat. Dan tak kalah penting, bagaimana pemerintah lebih memasifkan lagi vaksinasi untuk rakyat, supaya tercipta kekebalan komunal atau Herd Immunity," katanya.
Belum lagi, berdasarkan laporan ICW sejak Oktober 2020 hingga Agustus 2021 ternyata keuntungan bisnis PCR sangat menggiurkan.
"Provider atau penyedia jasa layanan pemeriksaan PCR setidaknya mendapatkan keuntungan sekitar Rp10,46 triliun atau Rp. 1 triliun lebih perbulan. Kesan yang timbul dimasyarakat bahwa pemerintah lebih pro kepada pengusah yang mempunyai bisnis tes usap PCR ketimbang rakyat," katanya.
"Wajar juga kecurigaan masyarakat yang menduga telah terjadi "permainan" dengan menjadikan komuditas kesehatan sebagai ladang bisnis yang menguntungkan kelompok tertentu," tandas Guspardi.
Sebelumnya, Menjelang libur Natal dan Tahun Baru, pemerintah berencana menetapkan syarat perjalanan terbaru.
Yakni, dengan menerapkan tes polymerase chain reaction (PCR) tidak hanya untuk transportasi udara, namun seluruh moda transportasi. Tujuannya untuk mencegah kenaikan angka kasus Covid-19.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar harga tes PCR diturunkan disertai tambahan masa berlaku tes PCR sebelum keberangkatan.
"Secara bertahap penggunaan tes PCR akan juga diterapkan pada transportasi lainnya selama dalam mengantisipasi periode Nataru. Mengenai hal ini arahan Presiden agar harga PCR dapat diturunkan menjadi Rp 300.000 dan berlaku selama 3x24 jam untuk perjalanan pesawat," katanya melalui konferensi pers virtual, Senin (25/10/2021