Rencana Jaksa Agung Beri Hukuman Mati bagi Koruptor, Pengamat: Lebih Tepat Pelaku Dimiskinkan
Soal wacana Jaksa Agung beri hukuman mati bagi koruptor, pengamat: Lebih Tepat Pelaku Dimiskinkan.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Peneliti Pusat Kajian (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman memberi tanggapannya soal rencana jaksa Agung ST Burhanuddin yang sedang mengkaji opsi hukuman mati bagi koruptor.
Menurut dia, hal yang wajar ketika publik banyak mendukung rencana tersebut.
Namun, bagi Zaenur ada langkah yang lebih tepat.
Langkah pertama yaitu dengan memiskinkan para koruptor.
"Iya ini menghasilkan banyak dukungan dari rakyat. Tapi sebenarnya bisa diarahkan ke hal yang lebih tepat."
"Saya berpendapat bahwa korupsi itu adalah suatu tindak pidana yang sangat rasional. Pelakunya itu takut miskin karena orientasi mereka memperkaya diri sendiri," kata Zaenur dikutip dari tayangan YouTube tvOne, Jumat (29/10/2021).
Baca juga: Jaksa Agung Wacanakan Hukuman Mati Bagi Koruptor, ICW Singgung Jaksa Pinangki
Semestinya, lanjut Zaenur, para penegak hukum bisa lebih mengutamakan hukuman membuat sang koruptor jatuh miskin.
Memiskinkan koruptor tersebut bisa didukung dengan upaya segera mensahkan RUU Perampasan Aset.
"Disintensif yang bisa diarahkan ke para pelaku korupsi itu kemiskan. Kemiskinan itu yang harus diutamakan."
"Bagaimana kemiskinan bisa dilakukan? yaitu dengan mendorong disahkannya RUU perampasan aset," lanjut dia.
Baca juga: MAKI Dukung Rencana Jaksa Agung Ajukan Tuntut Hukuman Mati Para Koruptor
Langkah kedua, Zaenur juga menyoroti evaluasi pemerintah setelah hukuman sudah diberikan kepada pejabatnya yang korupsi.
Ia menjelaskan, seharusnya pemerintah bisa mencegah hal serupa terjadi, dengan merubah sistem yang ada.
"Setelah penegakan hukum, tidak terjadi apa-apa. Seharusnya setelah terjadi kasus besar, ada perubahan sistem untuk memastikan ke depan tidak terjadi kasus serupa," jelasnya.
Ketiga, dia menilai penegakan hukum soal pengembalian keuangan negara belum bekerja secara maksimal.
Baca juga: MAKI Dukung Rencana Jaksa Agung Ajukan Tuntut Hukuman Mati Para Koruptor
"Belum dilakukannya secara optimal oleh penegakan hukum adalah pengembalian kerugian uang negara akibat korupsi. Kerugian negara sangat besar, tapi yang bisa dipulihkan sangat kecil," tutur Zaenur.
Sehingga, menurut Zaenur ketiga cara tersebut lebih baik diutamakan penegak hukum, daripada merencanakan hukuman mati bagi koruptor.
"Itu yang lebih diutamakan dari pada mengutarakan satu ide-ide baru, yang ide tersebut sebenarnya tidak secara substantif memperbaiki negara," jelasnya.
Jaksa Agung Rencanakan Hukuman Mati bagi Koruptor
Sebelumnya diberitakan Tribunnews.com, Jaksa Agung RI ST Burhanuddin mengkaji untuk memberikan hukuman mati terhadap koruptor.
Penerapan hukuman mati ini dinilainya tepat untuk memberikan rasa keadilan di masyarakat.
Pernyataan ini disampaikan Burhannudin saat melakukan briefing bersama Kajati, Wakajati, Kajari dan Kacabjari dalam rangka kunjungan kerja di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah, Kamis (28/10/2021).
"Bapak Jaksa Agung sedang mengkaji kemungkinan penerapan hukuman mati guna memberikan rasa keadilan dalam penuntutan perkara dimaksud, tentunya penerapannya harus tetap memperhatikan Hukum Positif yang berlaku serta nilai-nilai Hak Asasi Manusia," kata Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer dalam keterangannya, Kamis (28/10/2021).
Jaksa Agung, kata Leo, memiliki pertimbangan hukuman mati ini setelah melihat penanganan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung RI.
Dua yang menjadi sorotan adalah kasus korupsi Jiwasraya dan Asabri.
Baca juga: Arteria Dahlan Sebut Penilaian Kejaksaan Sarang Koruptor Sudah Tidak Tepat
"Jiwasraya dan Asabri sangat memprihatinkan kita bersama dimana tidak hanya menimbulkan kerugian negara kasus Jiwasraya Rp 16,8 Triliun dan Asabri Rp 22,78 Triliun. Namun sangat berdampak luas baik kepada masyarakat maupun para prajurit," ujarnya.
Leo menuturkan Jiwasraya dan Asabri menyangkut hak banyak pegawai maupun prajurit yang menggantungkan jaminan hidup hari tuanya.
Namun, dana itu justru di korupsi oleh oknum orang tertentu.
Baca juga: Survei Litbang Kompas Sebut Citra Lembaga KPK Berada di Bawah MK, MA , dan Kejaksaan
"Perkara Jiwasraya menyangkut hak-hak orang banyak dan hak-hak pegawai dalam jaminan sosial, demikian pula perkara korupsi di ASABRI terkait dengan hak-hak seluruh prajurit dimana ada harapan besar untuk masa pensiun dan untuk masa depan keluarga mereka di hari tua," jelasnya.
"Bapak Jaksa Agung juga menyampaikan kemungkinan konstruksi lain yang akan dilakukan, yaitu bagaimana mengupayakan agar hasil rampasan juga dapat bermanfaat langsung dan adanya kepastian baik terhadap kepentingan pemerintah maupun masyarakat yang terdampak korban dari kejahatan korupsi," katanya.
(Tribunnews.com/Shella Latifa/Igman Ibrahim)