Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

AII: Hilirisasi Produk Hasil Penemuan di Indonesia Masih Rendah

Asosiasi Inventor Indonesia (AII) mengungkapkan kendala yang dihadapi inventor dalam proses hilirisasi produk adalah keterbatasan dana.

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Adi Suhendi
zoom-in AII: Hilirisasi Produk Hasil Penemuan di Indonesia Masih Rendah
DANY PERMANA
Ketua Umum Asosiasi Inventor Indonesia (AII) Prof Didiek Hadjar Goenadi (tengah) . 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Inventor Indonesia (AII) Prof Didiek Hadjar Goenadi mengungkapkan kendala yang dihadapi inventor dalam proses hilirisasi produk adalah keterbatasan dana.

Hasil temuan itu kebanyakan berhenti hingga tingkat kesiapan terapan teknologi atau Technology Readiness Level (TRL) 7.

"Sementara industri hanya mau kerja sama jika temuan sudah TRL 8-9. Padahal, untuk mencapai TRL 8-9, butuh waktu, uang dan tenaga yang besar juga. Akhirnya, temuan berharga hanya disimpan dalam laci meja kerja," kata Goenadi melalui keterangan tertulis, Rabu (3/11/2021).

Ia memperkirakan jumlah inventor di Indonesia mencapai 10 ribu orang.

Jumlah itu terbilang kecil dibandingkan China yang pendaftaran KI-nya mencapai 268 ribu paten per tahun.

Menurut Goenadi, banyak inventor yang membuat temuan tanpa memikirkan kalau hal itu berpotensi ekonomi atau tidak.

Baca juga: Pengamat: Di Masa Pandemi Kemendikbudristek Tetap Dorong Inovasi Pendidikan 

Berita Rekomendasi

Sehingga paten tersebut hanya dicatat, tanpa pernah dikomersialkan.

"Saya mengimbau pada para peneliti yang punya ide-ide cemerlang, untuk sering berkunjung ke lembaga paten agar punya gambaran produknya tersebut sudah pernah dipatenkan orang lain. Sehingga tidak lagi buang waktu membuat temuan yang pernah dibuat orang lain," kata Goenadi.

Goenadi mengatakan AII siap membantu para inventor untuk melakukan hilirisasi produk.

Sehingga temuan tak hanya berhenti sampai di paten atau HaKi (Hak atas Kekayaan Intelektual), tetapi menjadi produk komersial.

"Saya melihat banyak temuan yang dipatenkan, tetapi sedikit sekali yang menjadi produk komersial," kata Goenadi.

Goenadi menganalogikan kondisi TRL 7-8 sebagai lembah kematian (death valley) bagi inventor.

Baca juga: Huawei dan BRIN Jajaki Pengembangan Riset dan Inovasi Besama

AII, kata Goenadi, akan membantu para inventor agar tak terjadi lagi 'syndrome of the death valley'.

AII akan mempertemukan para inventor dengan investor untuk hilirisasi produk. Problem syndrome of the dealth valley akan dibahas tuntas pada acara webinar yang akan diadakan pada tanggal 10 November 2021.

"Tahun ini, AII bekerja sama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk hilirisasi produk 'hasil grand riset sawit (GRS)'. Terutama pada 'invensi' yang berhubungan dengan kelapa sawit," kata Goenadi.

Baca juga: Dorong Percepatan Digitalisasi Melalui Anugerah Inovasi Madrasah di Jawa Timur

Mengenai keanggotaan, Goenadi mengatakan secara otomatis mereka yang terdaftar dalam HaKi bisa menjadi anggota AII.

Namun, keanggotaan itu hanya berlaku bagi warga negara Indonesia (WNI).

"Karena cukup banyak juga warga negara asing yang mendaftarkan temuannya di lembaga 'KI' di Indonesia. Para peneliti Indonesia diharapkan tidak bisa hanya sekadar sebagai peneliti, tetapi perlu punya temuan yang berpeluang komersil. Para inventor ini tak perlu mendaftar, keanggotaannya berlaku otomatis asalkan WNI," kata Goenadi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas