KPK Telusuri Aset Bupati Probolinggo dan Suami yang Tak Dilaporkan ke LHKPN
KPK menelusuri sejumlah aset milik pasangan suami istri, Puput Tantriana Sari (PTS) dan Hasan Aminuddin (HA), yang tidak dilaporkan ke LHKPN.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri sejumlah aset milik pasangan suami istri, Puput Tantriana Sari (PTS) dan Hasan Aminuddin (HA), yang tidak dilaporkan ke Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Untuk mencari tahu hal tersebut, tim penyidik memeriksa Camat Kraksaan, Probolinggo Ponirin dan Kepala Bagian Umum Sekretariat Daerah Probolinggo Heri di Polres Probolinggo, Jawa Timur, Jumat (5/11/2021).
Mereka berdua diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yang menjerat Puput dan Hasan.
"Para saksi hadir dan tim penyidik masih terus menggali terkait dengan dugaan kepemilikan beberapa aset dari tersangka PTS dan tersangka HA yang tidak dilaporkan dan tercantum dalam LHKPN di KPK," kata Plt juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (8/11/2021).
Baca juga: Geledah Pondok Pesantren Hati Probolinggo Milik Hasan Aminuddin, KPK Sita Alat Elektronik
Baca juga: Masa Penahanan Bupati Probolinggo Puput Tantriana dan Suaminya Diperpanjang Sampai 28 November 2021
Diketahui, KPK menetapkan pasangan suami istri, Bupati Probolinggo periode 2013-2018 dan 2019-2024 Puput Tantriana Sari (PTS) dan suaminya anggota DPR RI periode 2014-2019 dan 2019-2024 dan pernah menjabat sebagai Bupati Probolinggo 2003-2008 dan 2008-2013 Hasan Aminuddin (HA), sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi dan pencucian uang.
Penetapan ini merupakan pengembangan kasus dugaan suap terkait seleksi jabatan atau jual beli jabatan penjabat kepala desa (kades) di Pemkab Probolinggo yang menjerat Puput, Hasan, dan 20 orang lainnya.
Baca juga: KPK Usut Modus Budhi Sarwono Tarik Fee dari Pengerjaan Proyek di Banjarnegara
Dalam kasus jual beli jabatan kades, Puput dan Hasan mematok tarif Rp20 juta untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ingin menjadi pejabat kepala desa.
Tak hanya uang Rp20 juta para calon pejabat kepala desa juga wajib memberikan upeti dalam bentuk penyewaan tanah ke kas desa dengan tarif Rp5 juta per hektare.