Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

DAFTAR 15 Pahlawan Wanita Indonesia: Ada yang Tuli Seumur Hidup akibat Ditahan & Perang saat Remaja

Berikut daftar para pahlawan nasional Indonesia wanita, yang telah berjasa menjaga bangsa dan negara Indonesia.

Penulis: garudea prabawati
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in DAFTAR 15 Pahlawan Wanita Indonesia: Ada yang Tuli Seumur Hidup akibat Ditahan & Perang saat Remaja
(Via Surya.co.id)
Martha Christina Tijahahu (Via Surya.co.id) 

Antara lain, Ketua Umum Ria Pembangunan, Penasehat Utama Dharma Wanita, Penasehat Utama Dharma Pertiwi, Penasehat Utama Persit Kartika Chandra Kirana, Penasehat Utama Persatuan Isteri Veteran RI (PIVERI),  Pendiri/Ketua Yayasan Kartika Jaya, Pelindung Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Pelindung Yayasan Kartini, Pelindung Himpunan Pandu dan Pramuka Wreda (HIPRADA), Pelindung Persatuan Wanita Republik Indonesia (PERWARI), dan Pelindung Yayasan Jantung Indonesia.

Ibu Tien telah aktif di bidang keorganisasian sejak remaja dengan aktif di dalam Kepanduan (Pramuka).

Lantas pada masa pendudukan Jepang, dirinya pernah menjadi anggota Fujinkai.

Ibu Tien memprakarsai pendirian Perpustakaan Nasional sebagai upaya peningkatan minat baca generasi penerus bangsa.

Ibu Tien juga memprakarsai pembangunan Taman Bunga, Taman Anggrek serta Taman Buah sebagai wujud perhatiannya untuk  meningkatkan kesejahteraan petani khususnya petani bunga dan buah-buahan.

5. Fatmawati 

Ibu Fatmawati dan Presiden Soekarno.
Ibu Fatmawati dan Presiden Soekarno.

Istri dari Presiden pertama RI, Soekarno, ini adalah seorang Ibu Negara Indonesia pertama.

BERITA TERKAIT

Fatmawati merupakan penjahit Bendera Pusaka sang Saka Merah Putih yang dikibarkan dalam upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta tanggal 17 Agustus 1945.

Dirinya lahir 5 Februari 1923 di Bengkulu, Indonesia dan meninggal 14 Mei 1980 di Kuala Lumpur, Malaysia, di usia 57 tahun.

Ia aktif berorganisasi, pernah menjadi pengurus Nasyla Aisyiah Muhammadiyah sebagai pembaca ayat Al-Qur’an, Paduan Suara (koor), dan Pawai Obor.

Dalam bidang kewanitaan, Fatmawati telah berhasil menjadikan Ny Wakijah Sukijo, Ny Pujo Utomo, dan Ny Mahmudah Mas’ud sebagai anggota wanita dalam kepengurusan KNIP berdasarkan  Penpres  No. 17 tahun 1949.

Pada 1951, Fatmawati dengan gigih ikut memperjuangkan agar dokumen, barang, dan arsip pemerintah RI yang dirampas oleh Belanda antara tahun 1945-1950 di Jakarta dan Yogyakarta dapat dikembalikan ke Indonesia.

Ia juga turut serta secara aktif dalam memberikan bantuan mengirim perbekalan kepada istri prajurit dan para prajurit yang sedang berjuang di wilayah pertempuran.

Fatmawati merupakan seorang yang gigih berjuang menjadikan eks Karesidenan Bengkulu sebagai Provinsi Bengkulu.

6. Andi Depu 

Ibu Agung Hj Andi Depu, Pahlawan Nasional
Ibu Agung Hj Andi Depu, Pahlawan Nasional dari Sulawesi Barat. (Via Tribun-Timur.com)

Hj Andi Depu adalah tokoh bangsawan yang pada 1940 menjadi penyokong perkumpulan JIB (Jong Islamiten Bond), disebut juga Perhimpunan Pemuda, yang merupakan organisasi perhimpunan pemuda dan pelajar Islam Hindia Belanda.

Pada 1944, Hj Andi Depu mendirikan organisasi Fujinkai, suatu wadah gerakan yang melibatkan wanita, sebagai tempat pelatihan dan penggodokan semangat juang wanita Mandar untuk ikut berperan dalam merebut kemerdekaan Indonesia.

Lalu, di tahun 1945, ia menyebarkan berita kemerdekaan Indonesia di Mandar, sejak itu banyak bendera merah putih dikibarkan oleh masyarakat Mandar.

Dirinya juga yang memperkenalkan bendera nasional merah putih di wilayah Mandar tahun 1942 pada saat diadakan Rapat Raksasa peringatan Hari Sumpah Pemuda di Tinambung.

Ia beberapa kali terlibat pertempuran dan sempat ditahan Belanda.

Ia juga dinobatkan sebagai pemimpin Kerajaan Balanipa ke-52.

Pada tahun 1952, ia turut mengambil bagian untuk membubarkan Negara Indonesia Timur (NIT) bentukan Belanda.

7. Laksamana Malahayati

Keumalahayati atau yang lebih dikenal dengan nama Laksamana Malahayati – (Kompas.com)
Keumalahayati atau yang lebih dikenal dengan nama Laksamana Malahayati – (Kompas.com) (Kompas.com)

Laksamana Malahayati adalah anak dari Laksamana Mahmud Syah, cucu Laksamana Said Syah dan cicit dari Sultan Aceh, Sultan Salahudin Syah, yang memerintah 1530-1539.

Semangat wira samudra ini merupakan warisan dari ayah dan kakeknya yang juga menjadi panglima angkatan laut Kesultanan Aceh.

Kisah perjuangan Keumalahayati dimulai pascaterjadinya peristiwa pertempuran Teluk Haru antara armada laut Portugis melawan armada laut Kesultanan Aceh.

Setelah kematian suaminya dalam pertempuran Teluk Haru, Malahayati membentuk dan memimpin pasukan Inong Balee yang berasal dari janda para prajurit Aceh yang gugur dalam perang.

Malahayati diangkat menjadi laksamana, wanita Aceh pertama yang menyandang pangkat laksamana.

Pasukan Inong Balee ini mahir menembakan meriam dan memiliki benteng yang berada di bukit berketinggian 100 meter.

Pada 21 Juni 1599, Malahayati memimpin armada laut Kesultanan Aceh untuk menghadapi upaya para pedagang Belanda yang memaksakan kehendaknya dalam perdagangan dengan Kesultanan Aceh.

Peristiwa tersebut menyebabkan Cornelis De Houtman dan beberapa pelaut Belanda tewas.

Dirinya lahir di Aceh Besar pada tahun 1550 dan meninggal dunia pada 1615 M.

8. Maria Walanda Maramis 

Wajah Maria Walanda Maramis ditampilkan oleh Google Doodle pada hari ini (1/12/2018)
Wajah Maria Walanda Maramis ditampilkan oleh Google Doodle (google)

Wanita kelahiran 1 Desember 1872 di Kema, Sulawesi Utara ini merupakan pendidik dan penggiat hak-hak perempuan.

Sosok pendobrak adat, pejuang kemajuan, dan emansipasi perempuan di dunia politik dan pendidikan.

Maria mendirikan organisasi bernama Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunannya (PIKAT) pada 8 Juli 1917, dengan tujuan memajukan pendidikan perrempuan Minahasa.

PIKAT didirikan Maria bersama dengan suami, anak, wanita-wanita terkemuka, dan donator organisasi ini.

PIKAT mendirikan cabang-cabangnya di Indonesia. Propaganda mengenai cita-cita PIKAT juga dilakukan dengan tulisan-tulisan Maria di surat kabar.

Pada 1919, Maria berhasil memperjaungkan kaum perempuan Minahasa mendapatkan hak suara untuk memilih wakil rakyat di Minahasa Raad.

Dirinya meninggal tanggal 22 April 1924 di Maumbi, Sulawesi Utara, di usia 51 tahun.

9. Martha Christina Tijahahu 

Martha Christina Tijahahu
Martha Christina Tijahahu (Via Surya.co.id)

Martha Christina Tijahahu sudah menjadi pejuang kemerdekaan saat remaja.

Dirinya turut dalam pertempuran melawan tentara kolonial Belanda dalam perang Pattimura tahun 1817.

Ia gugur saat menjadi tahanan Belanda.

Martha Christina adalah anak dari Kapiten Paulus Tijahahu orang terpandang di Nusa Laut, Maluku.

Martha selalu menemani ayahnya dalam setiap pertempuran, di antaranya perlawanan di Saparua (1817), perlawanan merebut benteng Beverwijk, dan pertempuran di daerah Ulat dan Ouw.

Pada 12 November 1817, para pemimpin Nusa laut berhasil disergap.

Termasuk di dalamnya Martha Christina dan ayahnya yang makin tua.

Setelah ditahan dan diperiksa pada 15 November oleh Laksamana Buyskes, Paulus divonis hukuman mati.

Eksekusi dilaksanakan pada 17 November 1817.

Martha sendiri termasuk yang mendapat hukuman untuk dibuang ke Jawa. Martha yang merasa hampa akan kepergian ayahnya menjadi murung.

Ia kemudian dinaikkan ke kapal Eversten, dan meninggal, lalu bersemayam di sekitar Laut Banda.

10. Nyai Ahmad Dahlan (Siti Walidah)

Nyai Akhmad Dahlan
Nyai Akhmad Dahlan (Siti Walidah) (Tangkap layar kemdikbud.go.id)

Dirinya adalah tokoh Emansipasi Perempuan dan tokoh Pembaharu Islam, serta Pendiri dan Pemimpin Aisyiyah.

Ia pernah berpartisipasi dalam diskusi perang bersama Jenderal Sudirman dan Presiden Sukarno.

Baca juga: Presiden Jokowi Resmi Anugerahkan Gelar Pahlawan Nasional kepada 4 Tokoh Ini

Lahir dengan nama Siti Walidah, merupakan istri dari pendiri Muhammadiyah dan juga seorang pahlawan nasional, KH Ahmad Dahlan.

Walidah menyertai perjuangan suaminya dalam suka dan duka.

Ia memprakarsai berdirinya perkumpulan “Sopo Tresno” pada 1914 untuk wanita Islam, yang mementingkan 3 bidang yaitu dakwah, pendidikan, dan sosial.

Sopo Tresno kemudian dilebur menjadii “Aisiyah” di tahun 1917, Aisiyah menjadi bagian wanita dari Muhammadiyah.

Aisiyah berkembang, kemudian menyusul berdirinya perkumpulan untuk remaja puteri islam dengan nama “Nasyiatul Aisiyah”.

Dalam bidang sosial, Aisiyah mendirikan badan-badan yatim-piatu, fakir miskin, pemberantasan buta huruf, dan sebagainya.

Ia juga mendirikan asrama puteri yang diselenggarkan di rumahnya, ia memberikan pendidikan keimanan, praktek ibadah, sampai berlatih pidato, dan dakwah.

Nyai Ahmad Dahlan terus melakukan perjuangannya bahkan setelah suaminya meninggal, ia membina generasi muda terutama perempuan islam agar tekun, gigih, dan berpendidikan.

11. Nyi Ageng Serang

Nyi Ageng Serang (Via Kompas)
Nyi Ageng Serang (Via Kompas) ()

Raden Adjeng Kustiyah Wulaningsih Retno Edi atau biasa dikenal sebagai Nyi Ageng Serang adalah Panglima Perang melawan Kolonial Belanda pada Perang Diponegoro.

Dirinya merupakan penasehat siasat perang Pangeran Diponegroro.

Ia adalah puteri Panembahan Notoprojo, keturunan Sunan Kalijaga, Nenek moyang Ki Hajar Dewantara.

Dirinya berjuang terus untuk membela rakyat, akibatnya ia ditangkap.

Namun, atas permintaan Sultan Hamengku Buwono II, ia diserahkan dan tinggal di Keraton Yogyakarta.

Nyi Ageng meminta untuk dikembalikan ke Serang, menikah, lalu mempunyai anak dan keturunannya.

Cucunya, yaitu RM Papak, diperintahkan untuk membantu Diponegoro berjuang dengan mengerahkan rakyat bersama pasukan serang.

Atas prakasa Nyi Ageng yang sudah berusia 73 tahun, dibentuklah pasukan khusus yang bertugas untuk gerilya, disebut pasukan “Sesabet”.

Siang dan malam ia berpikir dan berisasat untuk kemenangan pasukan Diponegoro.

Selendang Nyi Ageng yang dikobarkan dipercaya sebagai pusaka sakti yang mampu mengobarkan semangat rakyat.

12. Opu Daeng Risadju

Opu Daeng Risadju, Pahlawan Perempuan dari Sulawesi Selatan (kompas.com)
Opu Daeng Risadju, Pahlawan Perempuan dari Sulawesi Selatan (kompas.com) (Kompas.com)

Opu Daeng Risadju adalah seorang  pejuang kemerdekaan Indonesia, cendekiawan, wanita politisi pertama.

Dirinya juga berperang melawan Belanda selama Revolusi Nasional.

Oppu Daeng Risaju adalah putri keturunan bangsawan.

Awal abad XX, tahun 1927 ia menjadi anggota Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) cabang Pare-Pare.

Kemudian pada tanggal 14 Januari 1930 ia terpilih menjadi ketua PSII dan sering mengikuti kongres PSII, baik di Sulawesi Selatan maupun di PSII Pusat Batavia.

Opu Daeng bersama kurang lebih 70 orang anggota PSII ditangkap oleh Belanda dan dimasukkan ke penjara Masamba dengan maksud untuk mengurangi aksi-aksi atau gerakan perlawan dan menghadang perluasan ajaran PSII.

Baca juga: Profil R Aria Wangsakara, Dianugerahi Jokowi Gelar Pahlawan Nasional, Ulama dan Pendiri Tangerang

Pada 1946, Opu Daeng berserta pemuda republik melakukan serangan terhadap tantara NICA dan terjadi serangan balasan kepada pasukan Opu Daenga yang mengakibatkan banyak pemuda yang gugur.

Opu kemudian ditangkap dan dipenjarakan di Belopa yang membuat telinganya tuli seumur hidup.

Opu Daeng dijuluki Srikandi di Tana Luwu dikarenakan perannya dan secara aktif memperjuangkan kebangkitan nasional di Sulawesi Selatan.

13. RA Kartini

RA Kartini
RA Kartini (WIKIMEDIA COMMONS/GPL FDL)

Raden Ajeng Kartini (RA) merupakan seorang pelopor kebangkitan perempuan pribumi.

Wanita kelahiran 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah ini aktif menceritakan bagaimana terbelakangnya perempuan-perempuan Jawa melalui surat-surat yang ia kirimkan kepada temannya seorang Belanda Stella Zeehandelar.

Kartini ingin mengangkat derajat kaum wanita melalui pendidikan, agar mereka memperoleh hak yang sama dan kecakapan yang sama seperti kaum laki-laki.

Karena itulah, Kartini dianggap sebagai pelopor emansipasi wanita.

Kartini mendirikan sekolah bagi gadis-gadis di Jepara.

Muridnya hanya sebanyak sembilan orang, terdiri atas kerabat atau teman-temannya.

Pelajaran yang diberikan meliputi menjahit, memasak, menyulam, dan bahasa Jawa.

Dirnya meninggal 17 September 1904 di Rembang, Jawa Tengah, di usia 25 tahun.

14. Raden Dewi Sartika

Puluhan veteran, pelajar, dan tamu lainnya menyimak pidato anggota Komisi X DPR RI, Popong Otje Djundjunan pada acara Peringatan Hari Lahir (Harlah) Ke-132 Pahlawan Nasional Raden Dewi Sartika, di SMP Dewi Sartika, Jalan Keutamaan Istri, Kota Bandung, Minggu (4/12/2016). Kegiatan tersebut dalam rangka mengingat kembali perjuangan Raden Dewi Sartika sebagai pejuang wanita melalui pendidikan yang lahir di Bandung, 4 Desember 1884. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Puluhan veteran, pelajar, dan tamu lainnya menyimak pidato anggota Komisi X DPR RI, Popong Otje Djundjunan pada acara Peringatan Hari Lahir (Harlah) Ke-132 Pahlawan Nasional Raden Dewi Sartika, di SMP Dewi Sartika, Jalan Keutamaan Istri, Kota Bandung, Minggu (4/12/2016). Kegiatan tersebut dalam rangka mengingat kembali perjuangan Raden Dewi Sartika sebagai pejuang wanita melalui pendidikan yang lahir di Bandung, 4 Desember 1884. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

Raden Dewi Sartika lahir 4 Desember 1884 di Cicalengka, Bandung, Jawa Barat

Ia meninggal pada 11 September 1947 di Tasikmalaya di usia 62 tahun

Dirinya tokoh perintis pendidikan untuk kaum wanita.

Baca juga: Hari Pahlawan, Ketua DPR Sebut Nakes Hingga Tim Thomas Cup Pahlawan Era Kemajuan 

Ia mendirikan Sekolah Pertama untuk Perempuan dan membuat tulisan berjudul ”De Inlandsche Vrouw” (Wanita Bumiputera).

Ia mengemukakan, pendidikan penting untuk mendapatkan kekuatan dan kesehatan kanak-kanak, baik secara jasmani maupun rohani.

Dalam tulisan itu, ia menghendaki pula adanya persamaan hak antara laki-laki dan wanita. Untuk pekerjaan yang sama dilakukan seorang wanita, harus diberi pendidikan.

Ia Mendapat penghargaan bintang perak dari pemerintah Hindia Belanda untuk Sekolah Keutamaan Isteri yang didirikannya.

Sekolah Keutamaan Isteri berganti nama menjadi Sekolah Raden Dewi pada 1929.

Kurikulum sekolah pun semakin bertambah, dari membaca, menulis, pelajaran agama, menjahit, menyetrika, memasak, membatik, hingga keperawatan orang sakit.

15. Rohana Kuddus

Ruhana Kuddus, jurnalis perempuan pertama, jadi pahlawan nasional asal Sumbar. Penghargaan untuk Ruhana diserahkan di Istana Negara Jakarta pada Jumat (8/11/2019).
Ruhana Kuddus, jurnalis perempuan pertama, jadi pahlawan nasional asal Sumbar. Penghargaan untuk Ruhana diserahkan di Istana Negara Jakarta pada Jumat (8/11/2019). ((Dok. Wikipedia))

Rohana Kuddus adalah salah satu pahlawan nasional perempuan yang berasal dari Sumatera Barat, dirinya juga dikenal sebagai seorang jurnalis perempuan.

Rohana adalah salah satu tokoh pendidik sekaligus tokoh pers pertama yang memperjuangkan hak-hak perempuan lewat media cetak melalui koran Soenting Melajoe yang terbit tahun 1912.

Ia memperjuangkan Pendidikan bagi kaum perempuan di Minangkabau dengan mendirikan sekolah  Kerajinan Amai Setia (KAS) dan “Roehana School”

Rohana Kuddus berhasil menyebarkan pengetahuannya seperti yang selama ini diimpikannya lewat surat kabar.

Rohana Kuddus lahir di Koto Gadang Agam, Sumatera Barat, dan meninggal 16 Desember 1972 di Jakarta di usia 88 tahun.

(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)

   

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas