Permendikbudristek Atur Sanksi Bagi Pelaku Kekerasan Seksual: Pencabutan Beasiswa Hingga Pemecatan
Mendikbudristek mengungkapkan sanksi yang diberikan berbeda-beda sesuai dengan jenis pelanggaran, mulai dari ringan, sedang, hingga berat.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi menetapkan beberapa sanksi bagi pelaku kekerasan seksual.
Mendikbudristek Nadiem Makarim mengungkapkan sanksi yang diberikan berbeda-beda sesuai dengan jenis pelanggaran, mulai dari ringan, sedang, hingga berat.
Sanksi ringan akan diberikan teguran tertulis.
Pelakunya wajib membuat penyataan permohonan maaf secara tertulis yang dipublikasikan di internal kampus atau media massa.
"Enggak semua perilaku tadi atau bentuk kekerasan seksual tersebut sanksinya sama. Kita ada gradasi sanksi, mulai dari sanksi ringan yaitu formatnya seperti teguran tertulis atau pernyataan permohonan maaf," kata Nadiem dalam konferensi pers virtual, Kamis (12/11/2021).
Sementara untuk sanksi tingkat sedang adalah pemberhentian sementara dari jabatan tanpa memperoleh hak jabatan atau pengurangan hak mahasiswa.
Sanksi lainnya berupa penundaan mengikuti perkuliahan (skors), hingga pencabutan beasiswa atau pengurangan hak lain.
Baca juga: Tindaklanjuti Permendikbudristek, Nadiem Minta Kampus Bentuk Satgas Pencegahan Kekerasan Seksual
"Yang terberat tentunya, sanksi administrasi terberat adalah pemberhentian. Pemberhentian sebagai mahasiswa atau pemberhentian sebagai jabatan dosen dan lain-lain," jelas Nadiem.
Adapun bagi pelaku yang mendapatkan sanksi ringan dan sedang ini wajib mengikuti program-program konseling sebelum direintegrasi ke dalam kampus.
Pembiayaan program konseling juga dibebankan kepada pelaku.
Baca juga: Menteri Nadiem Bantah Permendikbudristek untuk Legalkan Seks Bebas
"Dan laporan hasil konseling itu menjadi dasar bagi pimpinan perguruan tinggi untuk menerbitkan surat bahwa pelaku telah melaksanakan sanksi yang dikenakan," tutur Nadiem.
Bentuk Satgas
Dalam kesempatan tersebut Nadiem Makarim meminta perguruan tinggi untuk menindaklanjuti Permendikbudristek 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) melalui pembentukan Satuan Tugas (Satgas) PPKS oleh pimpinan perguruan tinggi di lingkungan kampus.
"Pembentukan Satgas, ini akan memimpin edukasi tentang pencehahan, Satgas juga akan menangani semua laporan-laporan, mengawalnya, melakukan pemantauan, investigasi dan evaluasi dalam kampus," ujar Nadiem.
Nadiem menjelaskan satgas tersebut akan memiliki kewenangan untuk berkolaborasi dengan pihak eksternal dan internal.
Dirinya mewajibkan Satgas independen dalam menjaga kerahasiaan identitas pihak pelapor.
Baca juga: Nadiem Makarim Peringatkan Kampus Tidak Tutup-tutupi jika Ada Kasus Kekerasan Seksual
"Satgas ini adalah komponen mahasiswa, sivitas akademika, dosen dan lain-lain (pihak eksternal). Jadi harus gotong-royong dan representati Satgasnya dari masyarakat di kampus," kata Nadiem.
Kemendikbudristek juga akan melakukan pemeriksaaan terhadap integritas Satgas tersebut.
Pihak korban atau pelaku dapat melakukan banding dengan meminta Kemendikbudristek melakukan pemeriksaan ulang jika kampus tidak adil dalam memberikan keputusan.
Baca juga: Gaduh Permendikbudristek 30/2021 Tentang PPKS, DPR akan Panggil Mendikbudristek Nadiem Makarim
"Jadi hasil pemeriksaan ulang menjadi penguatan ulang keputusan kepemimpinannya, atau rekomendasi perguruan tinggi untuk mengubah keputsan tersebut. Jadi naik bandingnya ke kementerian," ujar Nadiem.
Mantan CEO Gojek ini juga mewajibkan kepada rektor dari semua perguruan tinggi untuk memonitor dan mengevaluasi secara rutin kegiatan dari Satgas PPKS.
Rektor juga wajib untuk memberikan laporan setiap semester terkait kasus-kasus yang ada dalam kampus.
"Mulai dari kegiatan, hasil survei lingkungan kampus, data pelaporan kegiatan seksual semua laporannya akan kami terima per semester," kata Nadiem.
Jawaban Kegelisahan Banyak Pihak
Nadiem pun mengatakan hadirnya Permendibudristek 30/2021 sebagai menjawab kegelisahan publik.
Menurutnya, Permendikbudristek ini merupakan solusi atas berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkup perguruan tinggi.
"Permendikbudristek PPKS ini adalah jawaban dari kegelisahan banyak pihak, mulai dari orang tua, pendidik, dan tenaga kependidikan, serta mahasiswa dan mahasiswi di seluruh Indonesia," ucap Nadiem.
Kemendikbudristek, kata Nadiem, berkomitmen untuk menghapus ‘tiga dosa besar’ dalam dunia pendidikan, yakni perundungan, intoleransi, dan kekerasan seksual.
Terbitnya peraturan menteri ini, kata Nadiem, bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran warga kampus melalui edukasi tentang kekerasan seksual.
Baca juga: Permendikbudristek Tuai Polemik, Komisi X DPR Bakal Panggil Nadiem Makarim Jumat Ini
"Lahirnya Permen PPKS ini adalah momentum untuk menyatukan langkah kita melindungi anak-anak kita dari ancaman kekerasan seksual dan menjamin masa depan mereka,” kata Nadiem.
Permendikbudristek tersebut, kata Nadiem, untuk menguatkan sistem penanganan kekerasan seksual yang berpihak pada korban.
Selain itu, untuk membentuk lingkungan perguruan tinggi yang aman bagi seluruh sivitas akademika dan tenaga kependidikan untuk belajar dan mengaktualisasikan diri.