Ombudsman RI Minta Pertamina Evaluasi Penggunaan Penangkal Petir di Kilang Minyak
Hery menyarankan agar PT Pertamina dapat mengevaluasi kondisi penangkal petir yang dipasangkan di seluruh kilang minyak milik Pertamina.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia turut menyoroti terjadinya kebakaran di salah satu tangki kilang minyak milik PT Pertamina, di Cilacap pada Sabtu (13/11/2021) malam.
Diketahui, kebakaran itu terjadi akibat cuaca ekstrem di sekitaran lokasi serta adanya dugaan tersambar petir.
Hal ini sebagaimana diinformasikan oleh Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional Djoko Priyono.
"Ijin Melaporkan: Sekitar jam 19.15 Tangki 36T102 terbakar, paska ada sambaran petir. Tangki 36T102 berisi pertalite Level 15.9 meter vs max 20 m," kata Djoko Priyono dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (13/11/2021).
Baca juga: Begini Kronologi dan Upaya Pertamina Dalam Memadamkan Api di Tangki Cilacap
Merespons hal itu, Anggota Ombudsman Republik Indonesia Hery Susanto mengatakan, sejauh ini sistem proteksi petir pada industri minyak dan gas di Indonesia secara umum sudah mengikuti standar internasional NFPA b780, API 653, dan API RP 2003.
Itu disampaikan Hery berdasar hasil pembahasan kajian pihaknya bersama akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Oktober lalu.
"Itu hasil pembahasan kajian Ombudsman RI bersama ahli petir dari ITB di 25 Oktober 2021, yang pernah kami undang ke Kantor Ombudsman untuk melengkapi laporan investigasi inisiatif Ombudsman RI atas kasus kebakaran kilang minyak Balongan Indramayu Jawa Barat yang terjadi pada akhir Maret 2021 lalu," kata Hery dalam keterangan tertulisnya, Minggu (14/11/2021).
Kata Hery, Standar NFPA 780 menyatakan bahwa tangki yang terbuat dari metal dengan ketebalan 4,8 mm bersifat self-protected terhadap dampak sambaran langsung petir, sehingga tidak memerlukan adanya proteksi petir tambahan.
Kendati begitu, berdasarkan statistik, Hery mengatakan, tangki di Indonesia hampir setiap tahun terbakar dan meledak akibat sambaran petir.
Hal ini terutama disebabkan oleh perbedaan karakteristik petir di Indonesia yang beriklim tropis dengan karakteristik petir yang beriklim subtropis.
Standar internasional NFPA dan API disusun dengan mengacu pada kondisi di wilayah subtropis. Atas hal itu, perbedaan karakteristik ini menjadikan standar NFPA dan API tersebut tidak cukup untuk melindungi tangki dari sambaran petir tropis.
Tak hanya itu kata Hery, petir di Indonesia memiliki ekor gelombang yang panjang, sehingga parameter muatan arusnya lebih besar dibandingkan dari petir sub-tropis. Muatan arus petir memiliki efek leleh pada logam. Petir yang mempunyai muatan besar dapat melelehkan bahkan melubangi metal pada tangki.
"Sejak tahun 1995 sd 2021 PT Pertamina telah alami kebakaran/meledaknya tangki kilang minyak sebanyak 17 kali," kata Hery Susanto.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.