Pro dan Kontra Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, Dua Tokoh Wanita Punya Pandangan Berbeda
Sejumlah warganet mengunggah foto diri mereka menggunakan bingkai yang bertuliskan pernyataan dukungan.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Permendikbudristek RI) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi menimbulkan pro dan kontra.
Persoalan pokok yang menuai polemik bersumber dari frasa ’tanpa persetujuan korban’ sebagaimana yang tercantum pada beberapa pasal dalam Permendikbudristek Nomor 30 tersebut.
Kelompok penolak Permendikbud melabeli frasa 'tanpa persetujuan korban' sebagai aturan yang melegalkan perzinahan hingga perilaku seks bebas di dalam kampus, maupun hubungan seksual di luar pernikahan.
Bahkan, paradigma seks bebas berbasis persetujuan (sexual-consent) bisa menjurus pada perilaku seks bebas (liberalisme seks).
Baca juga: Tuai Polemik, Ini 4 Tujuan Nadiem Terbitkan Permendikbudristek tentang Kekerasan Seksual
Sementara kubu yang pro, menilai Permendikbudristek ini sangat progresif dalam hal pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang berperspektif korban, salah satunya karena mengatur soal consent atau persetujuan.
Seperti dilansir dari Kompas.com, dukungan terhadap Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi diberikan masyarakat melalui unggahan di media sosial.
Sejumlah warganet mengunggah foto diri mereka menggunakan bingkai yang bertuliskan pernyataan dukungan.
Saya Mendukung Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 disertai tagar BersamaBerjuangMelawanKS dan #KampusMerdekaKS.
Salah satu dukungan diberikan oleh Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Tsamara Amany melalui akun Twitter-nya.
Tsamara berpandangan, isu kekerasan seksual harus menjadi perhatian.
Dia mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, kasus kekerasan seksual tidak hentinya terjadi di lingkungan kampus.
Baca juga: Komnas HAM Akui Tak Diajak Berdialog oleh Nadiem Makarim Terkait Rumusan Permendikbudristek
Selama ini banyak korban tidak berani bicara atas pelecehan yang dialami karena stigma sosial dan tidak ada jaminan perlindungan dari kampus.
“Permendikbud Ristek ini adalah jawaban dari persoalan yang selama ini dihadapi mahasiswi di kampus,” kata Tsamara kepada Kompas.com, Rabu (10/11/2021).
Tsamara juga mengapresiasi soal mekanisme perlindungan terhadap korban kekerasan seksual yang mengalami trauma.