Mahfud MD dan Panglima TNI Andika Perkasa Bahas Papua hingga Penyelesain Pelanggaran HAM Berat
Mahfud mengatakan ada 2 hal pokok yang dibahas dalam pertemuan tersebut yang menjadi perhatian Kemenko Polhukam dan Mabes TNI selama ini.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menerima kunjungan Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa di kantor Kemenko Polhukam RI Jakarta pada hari ini Kamis (25/11/2021) pagi.
Mahfud mengatakan ada dua hal pokok yang dibahas dalam pertemuan tersebut, yang menjadi perhatian Kemenko Polhukam dan Mabes TNI selama ini.
Pertama, kata Mahfud, pendekatan baru tentang penanganan Papua.
Baca juga: Kunjungi Papua Usai Dilantik Jadi KASAD, Jenderal TNI Dudung: KKB Bukan Musuh Kita
Ia mengatakan prinsip pendekatannya sudah dituangkan dalam Inpres nomor 9 tahun 2020, yang kemudian dilanjutkan dengan Keppres nomor 20 tahun 2020.
Intinya, kata dia, pendekatan Papua itu adalah pembangunan kesejahteraan yang komprehensif dan sinergis.
"Artinya di Papua itu pendekatannya bukan senjata, tapi kesejahteraan. Komprehensif meliputi semua hal, sinergis mencakup semua lembaga terkait secara bersama-sama, bukan sendiri-sendiri," kata Mahfud dalam keterangan video Tim Humas Kemenko Polhukam RI pada Kamis (25/11/2021).
Baca juga: Mahfud MD: Pengendalian Keamanan Mutlak Dilakukan di Laut Natuna Utara
Ia menjelaskan dengan pendekatan tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berharap muncul produk kebijakan yang komprehensif, sinergis, dan terpadu
Selain itu, kata dia, pendekatan teknisnya adalah pelaksanaan operasi teritorial, bukan operasi tempur.
"Saya tadi saya sudah banyak diskusi. Pak Panglima sudah punya gagasan-gagasan tentang pendekatan baru itu dan nanti akan disampaikan pada saatnya. Tetapi sekarang secara prinsip beliau akan menyampaikan bbeberapa hal yang prinsip saja," kata Mahfud.
Hal pokok kedua yang didiskusikan dengan Andika, kata Mahfud, soal penanganan HAM.
Ia menjelaskan saat ini ada 13 kasus pelanggaran HAM berat, yang disampaikan oleh Komnas HAM kepada pemerintah
Dari 13 berkas kasus tersebut, kata dia, 9 di antaranya adalah peristiwa pelanggaran HAM sebelum lahirnya Undang-Undang nomor 26 tahun 2000 tentang peradilan HAM.
Baca juga: Komnas HAM Dukung Jaksa Agung Mulai Penyidikan Untuk Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM Berat
Menurut Undang-Undang, kata Mahfud, penyelesaian 9 kasus HAM berat sebelum tahun 2000 tersebut nantinya dengan persetujuan atau permintaan DPR.
"Jadi bukan Presiden yang ambil keputusan, tapi DPR. Kalau DPR menganggap rekomendasi Komnas HAM itu harus ditindaklanjuti, DPR yang nanti menyampaikan ke presiden. Yang penting nanti didiskusikan dulu di DPR apa bisa ini dibuktikan, bagaimana jalan keluarnya," kata Mahfud.
Sementara 4 kasus sisanya, kata dia, saat ini sedang ditangani oleh pemerintah.
Empat kasus tersebut, kata dia, terjadi setelah tahun 2000.
Baca juga: Bocoran Lokasi Sirkuit Formula E, Diumumkan Sebelum Natal, Lokasinya di Jakarta Utara
Dari keempat kasus tersebut, kata Mahfud, ada satu yang terjadi di era pemerintahan Jokowi yaitu peristiwa Paniai.
Kasus tersebut, kata ia, diduga juga melibatkan TNI.
"Nanti yang menyangkut TNI ini Bapak Panglima akan berkoordinasi dengan kita. Pokoknya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang baik prosedurnya maupun pembuktiannya nanti akan dianalisis akan kita selesaikan, koordinasi Panglima, bersama Kemenko dan Kejakasaan Agung tentu saja yang di lapangan," kata Mahfud.