Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

RUU TPKS, Kepedulian DPR Dengar dan Respons Publik soal Isu Kekerasan Seksual

RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi salah satu bentuk kepedulian lembaga perwakilan rakyat untuk mewadahi aspirasi publik.

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in RUU TPKS, Kepedulian DPR Dengar dan Respons Publik soal Isu Kekerasan Seksual
Tribunnews.com/Vincentius Jyestha
Diskusi bertajuk ‘Stop Kekerasan Seksual di Sekitar Kita! Dengar, Peduli dan Respons (DPR) dalam rangka Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan’ di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (26/11/2021), 

Wakil Ketua Komisi VIII DPR itu menggarisbawahi bagaimana perjuangan DPR terhadap emansipasi perempuan tidak berbasiskan gender. Diah menberi contoh bagaimana Ketua Panja RUU TPKS justru diketuai oleh laki-laki.

“Dan Alhamdulillah, teman-teman DPR termasuk di DPD juga khususnya yang perempuan banyak menyuarakan perlunya penghapusan kekerasan terhadap perempuan,” ucapnya.

Meski RUU TPKS masih terkendala sejumlah perdebatan antar-fraksi di DPR, Diah optimistis RUU ini bisa disahkan. Apalagi semangat anggota DPR periode ini terkait RUU TPKS terbilang lebih baik.

“Kalau RUU ini gagal disahkan, bagaimana nasib korban-korban atau kasus-kasus kekerasan seksual. Kita harus merespons lewat produk hukum. Jangan sampai banyaknya kasus kekerasan seksual menjadi wajah peradaban Indonesia,” ujar Diah.

“Persoalan ini real, jadi bagaimana kita memperjuangkan keadilan. Ini kepentingan sosial kita karena kekerasan seksual sudah menjadi persoalan publik,” imbuhnya.

Persoalan kekerasan seksual pun dianggap berkaitan dengan Pancasila. Mengingat seksualitas masuk dalam ranah privat, negara disebut harus hadir melalui bentuk regulasi.

“Kalau ini dikaitkan dengan Pancasila, maka memahami Pancasila harus runut karena kita tidak bisa mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia apabila belum bisa mewujudkan kemanusian yang adil dan beradab,” papar Peneliti Institut Sarinah, Luky Sandra Amalia dalam kesempatan yang sama.

Berita Rekomendasi

Amalia mengingatkan, perempuan tidak bisa bekerja sendiri untuk menghentikan kekerasan seksual. Apalagi laki-laki, berdasarkan data yang ada, merupakan pelaku terbanyak dari tindak kekerasan seksual selama ini.

“Dengan menjadikan lelaki sebagai sekutu, kita bisa mengubah mereka dari power abuser menjadi challenge maker maka diperlukan hadirnya laki-laki dalam proses lahirnya UU ini. Dan saya berharap media bisa bantu blow up sehingga bisa mendorong teman-teman legislatif untuk segera mengesahkan RUU TPKS,” pungkas Amalia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas