Selama 12 Tahun Terakhir, Kekerasan Terhadap Perempuan Meningkat 8 Kali Lipat
Veryanto Sitohang, Komisioner Komnas Perempuan yang memaparkan fakta-fakta terkait kekerasan terhadap perempuan.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Hasanudin Aco
"Kasus siber terbanyak berbentuk ancaman dan intimidasi penyebaran foto dan video porno korban," katanya.
Veryanto menyebut penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, peran media menjadi sangat strategis.
"Kehadiran media dalam pencegahan kekerasan terhadap perempuan akan berkontribusi dalam mendekatkan hak korban atas keadilan, perlindungan dan pemulihan, khususnya melalui pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual," katanya.
Lola Amaria, Produser Film dan Figur Publik menyatakan, semua memiliki peran, di luar kekuatan media yang sangat signifikan dalam Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan.
Dimulai dari diri sendiri, apa yang dapat dilakukan, kemudian dengan kelompok kecil dan di tempat kerja.
"Contohnya dalam pembuatan film, setiap kru dan artis yang bekerjasama dengan saya harus menyetujui kontrak kerja dimana terdapat pasal yang melindungi hak-hak perlindungan perempuan, termasuk sanksi jika terjadi pelanggaran," katanya.
Jamshed M. Kazi, UN Women Representative and Liasion to ASEAN mengatakan, konten berita media dapat berkontribusi dalam menormalisasi kekerasan terhadap perempuan dan seksisme atau memainkan peran penting dalam menyampaikan pesan kesetaraan gender.
"Pemberitaan media yang lebih bertanggung jawab dan lebih luas mungkin tidak akan mengakhiri atau menyelesaikan masalah kekerasan terhadap perempuan, karena ini membutuhkan keterlibatan dari seluruh masyarakat," katanya.
Peran media tetap penting untuk meningkatkan kesadaran, melawan misinformasi, menanamkan lebih banyak kepercayaan bagi para penyintas dan mendorong respons publik, terutama di antara pembuat kebijakan, akademisi, influencer, dan penyedia layanan.
Devi Asmarani, Co-founder dan Editor-in-chief Magdelene.co menyatakan, pemberitaan yang baik dan akurat dapat membantu menjadi katalis untuk perubahan yang positif yang membantu mengakhiri manifestasi dari sistem patriarki termasuk budaya perkosaan.
"Masih banyak pekerjaan rumah untuk memperbaiki kinerja media dalam hal ini,” katanya.
Bonaria Siahaan, CEO Yayasan Care Peduli menegaskan, CARE memiliki visi untuk menciptakan dunia yang memberikan harapan, bersifat inklusif dan berkeadilan yakni semua orang dapat hidup bebas dari kemiskinan, bermartabat dan memiliki rasa aman.
"Kekerasan terhadap perempuan jelas bertentangan dengan visi tersebut, karena mana mungkin seseorang dapat hidup dengan aman dan bermartabat apabila masih mengalami kekerasan dan hidup di bawah ketakutan," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.