Anggota Baleg DPR: Putusan MK tidak Membatalkan UU Cipta Kerja
UU Cipta Kerja tetap berlaku sampai dilakukan perbaikan sesuai dengan tenggang waktu 2 tahun.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Baleg DPR-RI Christina Aryani menegaskan putusan MK terkait UU Cipta Kerja tidak berarti membatalkan regulasi tersebut.
Menurutnya UU Cipta Kerja tetap berlaku sampai dilakukan perbaikan sesuai dengan tenggang waktu 2 tahun.
"Supaya publik jangan salah persepsi seolah-olah putusan MK ini menyatakan bahwa aturan pelaksanaan UU Cipta Kerja tidak berlaku. Ini yang perlu diluruskan. Bahwa putusan MK tidak membatalkan UU Cipta Kerja, dan menyatakannya tetap berlaku sampai dilakukan perbaikan pembentukannya sesuai dengan tenggang waktu 2 tahun," ujar Christina kepada wartawan di Jakarta, Minggu (28/11/2021).
Dijelaskan politisi Golkar ini, konsekuensi keberlakuan ini berarti semua aturan pelaksanaan yang telah dibentuk sebelumnya juga tetap berlaku.
Adapun putusan MK dikeluarkan berdasarkan permohonan uji formil terhadap UU Cipta Kerja.
Formil dimaknai pada proses pembentukan undang-undangnya yang dalam hal ini mengacu pada UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Baca juga: Anggota Baleg DPR Tegaskan Putusan MK Tidak Membatalkan UU Cipta Kerja
Sementara terhadap permohonan uji materiil (substansi) UU Cipta Kerja, pada hari yang sama MK telah memutuskan permohonan tidak dapat diterima akibat UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat.
"Jadi persepsinya harus jelas dulu jangan sampai kita keliru," sambungnya.
Dia menambahkan dalam rangka tindak lanjut putusan MK tersebut dia mendorong pemerintah agar secepatnya berkomunikasi dengan DPR untuk membahas perbaikan pembentukan UU Cipta Kerja dimaksud menyesuaikan dengan Putusan MK.
"Ini tentu harus segera dilakukan," kata Christina.
Anggota Baleg DPR-RI lainnya, Firman Soebagyo menilai memperbaiki undang-undang hasil keputusan MK menjadi sesuatu yang biasa terjadi.
Oleh karena itu, dia meminta agar hal ini tidak diperdebatkan panjang lebar.
"Persoalan kan sederhana, yang dianggap inkonstitusional itu kan yang omnibus law. Sekarang bagaimana bikin konstitusionalnya, ya UU 12/2011 direvisi. Itu saja," ujarnya.
Ketika direvisi, menurutnya persoalan ini sudah selesai.
"Berarti konstitusional kan, tinggal penyempurnaan dari redaksional, tidak mengubah pasal. Hanya redaksional sama prosedurnya saja," kata politisi Golkar itu.
Baca juga: Menkumham Sebut Revisi UU Cipta Kerja Selesai Sebelum Dua Tahun
Kendati demikian, soal prosedur, Firman berpendapat bahwa pembentukan UU Cipta Kerja ini sebelumnya sudah sesuai prosedur.
"Itu sudah sangat prosedural karena sudah ada naskah akademik, pandangan undang-undang, ada surpres, sudah dibahas, semua sudah terlewati," tegasnya.
Semua pihak sudah dimintai pendapat. Mulai dari organisasi buruh, pelaku usaha, Kamar Dagang dan Industri (Kadin), hingga otoritas daerah.
"Sosialisasi Prolegnas ada, semua lengkap, tapi kenapa diabaikan. Tapi karena sudah menjadi keputusan Mahkamah Konstitusi kita hormati, kita jalankan," jelasnya.
Sementara itu, Firman menyebut bahwa UU Cipta Kerja ini sangat penting untuk perekonomian negara. Sejak undang-undang ini disahkan, banyak investasi yang masuk ke Indonesia.
"Dengan adanya keputusan ini investor mulai ragu-ragu lagi kan. Sekarang kalau tidak ada investasi, orang pada mau kerja di mana? Coba logikanya dibangun gitu," ujarnya.(Willy Widianto)