Aturan PT Dianggap Rusak Tatanan Demokrasi dan Hanya Untungkan Oligarki
aturan PT memberikan peluang bagi oligarki untuk mensponsori figur calon pemimpin yang bisa dikendalikan agar bisnis jahatnya bisa berlanjut.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aturan ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Treshold (PT), juga threshold untuk pemilihan Gubernur dan Bupati, tidak hanya merusak demokrasi di Indonesia. Syarat itu juga melanggengkan bisnis jahat yang dilakukan para oligarki.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indo Parameter, Tri Wibowo Santoso.
Bowo, begitu dia disapa, mengatakan aturan PT memberikan peluang bagi oligarki untuk mensponsori figur calon pemimpin yang bisa dikendalikan agar bisnis jahatnya bisa berlanjut.
"Aturan PT membuat bargaining power atau daya tawar partai politik semakin tinggi. Bila ada anak bangsa yang kredibel, berintegritas, dan hebat mau maju menjadi pemimpin bangsa tapi tak punya kapital, maka jangan harap bisa berkompetisi. Karena, biaya mahar politik guna mendapatkan tiket pilpres sangat mahal," ujar Bowo, dalam keterengannya yang telah dikonfirmasi Tribunnews.com, Selasa (30/11/2021).
Bowo melihat mahar politik yang tidak murah inilah yang dijadikan peluang bagi oligarki untuk mensponsori figur yang ingin maju sebagai Presiden.
Tentunya, kata dia, biaya yang dikeluarkan oleh para oligarki bukan gratisan. Karena, bila sosok pemimpin yang dibiayainya itu terpilih, maka kepentingan para oligarki harus diakomodir dengan baik.
Baca juga: Rocky Gerung Sebut Pemilu 2024 Bakal Jadi Kandang Peternakan Para Oligarki
"Misal dalam konteks Omnibus Law terkait UU Cipta Kerja sudah sangat jelas merugikan buruh, karena ada kebijakan upah murah, hilangnya pembatasan jenis pekerjaan yang bisa di outsourcing, berkurangnya kompensasi pesangon, dan semakin mudah melakukan PHK, serta masuknya tenaga kerja asing dengan mudah," tutur Bowo.
"Masih soal Omnibus Law terkait UU Minerba, para pengusaha batu bara tak perlu lagi membayar royalti, sehingga negara kehilangan pemasukan triliunan rupiah. Lalu, masyarakat bisa dipolisikan bila menolak tambang. Masyarakat juga tidak bisa lagi mengadu ke Pemda, dan tambang bisa beroperasi meski merusak lingkungan," sambungnya.
Untuk itu, Bowo berharap semua partai politik di Senayan bersepakat untuk menghapuskan PT agar Indonesia bebas dari belenggu Oligarki dan demokrasi dapat sehat kembali. Lagipula, lanjut Bowo, penghapusan PT memberikan peluang besar bagi partai politik untuk menjagokan fgurnya sendiri tanpa harus berkoalisi.
"Kalau PT dihapus, maka parpol kan bisa mengusung jagoannya tanpa harus berkoalisi," tukas Bowo.