Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Putusan MK Selesaikan Masalah Tapi Berpotensi Menimbulkan Masalah Baru

Arsul mengatakan putusan MK terkait UU Cipta Kerja turut berpotensi menimbulkan masalah baru nantinya.

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Putusan MK Selesaikan Masalah Tapi Berpotensi Menimbulkan Masalah Baru
Chaerul Umam
Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota MPR RI Fraksi PPP Arsul Sani mengatakan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Cipta Kerja (Ciptaker) dianggap menyelesaikan masalah dari segi formil UU tersebut.

Dari perspektif ketatanegaraan, Arsul mengatakan putusan MK membuat pemerintah dan DPR melakukan perbaikan dari prosedur pembentukan UU, sehingga memenuhi syarat-syarat formil.

"Terhadap perkara pengujian UU Ciptaker yang diputus saat ini adalah uji formil, putusannya secara singkat bisa disebut dengan inkonstitusional bersyarat. Artinya pembentuk undang-undang harus memperbaiki prosedur pembentukan undang-undang," ujar Arsul, dalam diskusi 'Menakar Inkonstitusionalitas UU Ciptaker Pascaputusan MK', Senin (29/11/2021).

"Bukan materinya, namun prosedur pembentukan undang-undangnya, agar memenuhi syarat-syarat formil dan syarat formil itu tidak ada di dalam UUD. Adanya di dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundangan peserta undang-undang perubahannya, nomor 15 tahun 2019," imbuhnya.

Pria yang menjabat sebagai Wakil Ketua Umum PPP itu mengatakan putusan MK bukan tanpa masalah.

Karena di sisi lain, keputusan itu turut berpotensi menimbulkan masalah baru nantinya. Dengan catatan bahwa yang diuji saat ini hanyalah uji formil, padahal terdapat uji materiil.

Baca juga: UU Cipta Kerja Masih Tetap Berlaku, Pemerintah Jamin Keamanan dan Kepastian Investasi 

Kekhawatiran Arsul, nantinya pascaperbaikan dari segi formil telah dilakukan oleh pemerintah dan DPR sebagai pembentuk undang-undang, ada pihak-pihak yang tak puas dari segi materiil.

BERITA REKOMENDASI

Hal tersebut dapat membuat pengujian kembali dilakukan di kemudian hari. Oleh karenanya Arsul menyebut putusan MK di awal tidak menyelesaikan masalah dan dapat menimbulkan masalah baru.

"Saya melihat ini berpotensi menimbulkan masalah. Karena jika ada yang tidak puas dari segi materiil inikan di uji lagi secara material. Nanti jangan-jangan formilnya sudah benar, kemudian materinya diuji dikabulkan. Artinya putusan itu sebagai sebuah keputusan atau tidak mengikuti prinsip menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah," ucapnya.

Solusi yang ditawarkan Arsul kepada MK adalah dengan memutuskan untuk uji formil dan materiil secara berbarengan. Dengan demikian, perbaikan yang dilakukan langsung secara menyeluruh dan tidak menimbulkan potensi muncul masalah baru.

"Mestinya MK memutuskannya itu sekaligus, baik uji formil maupun uji materialnya. Jangan sendiri-sendiri. Sehingga pembentuk undang-undang kalaupun harus memperbaiki atau bahkan harus mengganti undang-undang itu, satu kali kerjaan. Jadi buat saya ini adalah sebuah keputusan yang menyelesaikan masalah tapi potensi mendatangkan masalah, tidak sesuai dengan prinsip Pegadaian," kata Arsul.

Sementara itu, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan bagi orang-orang yang sejak awal meragukan UU Ciptaker, keputusan MK dinilainya adalah sebuah jawaban untuk berbagai dugaan dan kecurigaan selama proses pembahasan RUU Ciptaker di DPR pada 2020 lalu.


Menurutnya keputusan MK menegaskan betapa berbagai dugaan yang disampaikan publik sepanjang proses pembahasannya terkonfirmasi.

Dikatakan Lucius, inkonstitusional bersyarat adalah istilah yang cukup halus untuk menegaskan cacat bawaan UU Ciptaker itu.

"Karena sudah cacat, MK tak mau mengambil risiko dengan melarang pemerintah mengeluarkan keputusan teknis berupa PP turunan dari UU tersebut karena jika dibiarkan mengeluarkan peraturan turunan, maka kerusakan akibat inkonstitusionalnya UU Ciptaker akan semakin parah," kata Lucius.

Berdasarkan hal itu, dia menyebut inkonstitusional bersyarat membuat UU Ciptaker tak punya legitimasi untuk mengikat warga negara.

Sebagai UU, UU Ciptaker disebut Lucius berlawanan dengan konstitusi. Oleh karena itu pilihan terbaik bagi DPR dan Pemerintah sejak keputusan MK tersebut adalah memastikan RUU Ciptaker masuk dalam Prolegnas 2020-2024 dan Prolegnas Prioritas 2022 mendatang.

Baca juga: Pengamat Nilai Proses Pembuatan UU Cipta Kerja Sudah Buka Kesempatan untuk Publik

"Jangan sampai DPR dan Pemerintah masih coba mencari pembenaran untuk mempraktekkan UU Ciptaker yang sudah dianggap inkonstitusional tersebut," katanya.

Lucius mengimbau jika DPR dan Pemerintah sungguh-sungguh berpikir tentang nasib rakyat khususnya dalam hal ketersediaan lapangan kerja dan juga nasib usaha kecil serta kebutuhan rakyat umumnya, maka mereka mestinya akan menyambut keputusan MK dengan respons cepat untuk segera memastikan ketersediaan regulasi yang bertujuan melindungi nasib rakyat.

"Jika respons DPR dan Pemerintah justru sibuk berkelit dan mencari-cari pembenaran sebagai alasan untuk tetap mempraktekkan UU Cptaker yang inkonstitusional, artinya mereka memang sejak awal membahas RUU Ciptaker untuk kepentingan mereka sendiri," pungkasnya. (Tribunnetwork/Vincentius Jyestha)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas