Pimpinan MPR: Ciptakan Ruang Inklusif pada Pembangunan Desa yang Melibatkan Kelompok Difabel
Jadikan pembangunan desa ruang yang inklusif dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat, termasuk mengoptimalkan kemampuan kelompok difabel.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jadikan pembangunan desa ruang yang inklusif dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat, termasuk mengoptimalkan kemampuan kelompok difabel.
"Negara harus menciptakan langkah dan sistem yang terpadu dalam pembangunan dengan melibatkan semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali, sehingga kebijakan pembangunan yang dihasilkan memastikan tidak ada kelompok masyarakat yang tertinggal," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema "Menuju Desa Inklusi Melalui Implementasi Prioritas Penggunaan Dana Desa" yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 pada Rabu (1/12/2021).
Diskusi dimoderatori Anggiasari Puji Aryatie (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI).
Hadir sebagai narasumber Bito Wikantosa (Staf Ahli Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi RI), dan Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA. Ph.D (Direktur Tata Ruang dan Penanganan Bencana, Bappenas).
Hadir pula Hj. Lisda Hendrajoni, (Anggota Komisi VIII DPR RI), Muhammad Joni Yulianto (Pendiri Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel/SIGAB) dan Angga Yanuar Risnanto (Pegiat Disabilitas) sebagai penanggap.
Baca juga: 5 Cara Mewujudkan Internet Aksesibel dan Ramah Penyandang Difabel
Menurut Lestari, menuju Indonesia Emas, kita harus melakukan pembangunan dengan banyak strategi yang diterapkan untuk memastikan seluruh anggota masyarakat ikut dan berpartisipasi dalam pembangunan, baik di tingkat nasional hingga ke tingkat desa.
Salah satu strategi itu, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, adalah pembangunan inklusif yang mengakomodasi kelompok difabel dengan mengedepankan pendekatan berbasis hak, seperti tercantum dalam UU No. 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas, sehingga penyandang disabilitas dimungkinkan menjadi aktor dalam pembangunan.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berpendapat pembentukan desa inklusi dengan memanfaatkan dana desa merupakan realisasi dari pembangunan berkelanjutan yang membawa semangat no one left behind.
Staf Ahli Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi RI, Bito Wikantosa mengungkapkan, desa inklusif merupakan bagian dari upaya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menjalankan Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2021 – 2025, khususnya terkait memperkuat peran serta desa dalam memberikan penghormatan, pelindungan, pemenuhan, penegakan, dan pemajuan HAM terhadap empat kelompok sasaran, yaitu: perempuan, anak, penyandang disabilitas, kelompok masyarakat adat yang ada di desa.
Baca juga: Sambil Menyelam Minum Air, Bakti Penuhi Kebutuhan Infrastruktur Telekomunikasi Para Difabel
Menurut Bito, saat ini pemerintah sedang melakukan pengembangan percontohan desa inklusif, yang targetnya adalah 640 desa di 160 kabupaten dan 33 provinsi yang berlangsung mulai dari 2021 hingga 2024 melalui Program P3PD yang dikelola melalui mekanisme kerja sama Kemendesa PDTT, Bappenas dan Kemendagri.
Konsep utama pembangunan berkelanjutan di desa inklusif, jelas Bito, antara lain menjadikan setiap warga desa sebagai subjek pembangunan.
Bito menegaskan, penyusunan perencanaan pembangunan desa harus berdasarkan data dan informasi yang menggambarkan kondisi objektif mata pencaharian warga masyarakat desa, terutama warga marginal dan rentan.
Direktur Tata Ruang dan Penanganan Bencana Bappenas, Sumedi Andono Mulyo berpendapat, optimalisasi dana desa dalam pembangunan desa harus berbasis keadilan dan berkelanjutan.
Pemihakan terhadap kelompok rentan, termasuk kelompok masyarakat difabel, menurut Sumedi, merupakan bagian dari amanat konstitusi kita.