Jimly Asshiddiqie Sebut Pengabulan MK Atas Uji Formil Terhadap UU Cipta Kerja Sangat Bersejarah
Jimly Asshiddiqie bicara soal bagaimana putusan MK yang mengabulkan uji formil terhadap UU nomor 11 tahun 2020 atau UU Cipta Kerja.
Penulis: Reza Deni
Editor: Willem Jonata
Laporan wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, bicara soal bagaimana putusan MK yang mengabulkan uji formil terhadap UU nomor 11 tahun 2020 atau UU Cipta Kerja.
"Pengabulan oleh MK dilakukan melalui uji formal yang juga pertama kali dilakukan. Dari sekian banyak pengujian formal baik di Mahkamah Agung maupun di Mahkamah Konstitusi belum ada pengujian formil dikabulkan," kata Jimly dalam webinar bertajuk 'Pro Kontra Putusan MK: Antisipasi Hukum & Bisnis Pasca Pembatalan UU Cipta Kerja' dalam kanal Youtube Integrity Law Firm, Rabu (1/12/2021).
Padahal, dikatakan Anggota DPD RI itu, uji formil sudah ada pengaturannya yang mana dirinya juga mengatur rumusannya saat duduk di MK lewat UU MK tahun 2003.
"Bahwa objek pengujian itu ada dua, pertama UU dan kedua materi pembuatan UU, memang dua hal. Tapi selama ini selalu uji materi saja yang mendapat perhatian, apalagi di Mahkamah Agung," ujarnya.
Jimly menilai bahwa di kalangan sarjana hukum uji formil ini memang belum terlalu luas disadari pentingnya.
Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara Nilai Presiden Tak Terlalu Mafhum Soal Uji Formil di MK Atas UU Cipta Kerja
Baca juga: Polemik Putusan MK tentang UU Cipta Kerja
"Maka itulah, uji formil yang dikabulkan itu sangat bersejarah," tandas Jimly
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menyatakan UU no 11 tahun 2020 atau UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945.
"Menyatakan pembentukan UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 6573) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai ketentuan hukum yang mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan Chanel YouTube MK, Kamis (25/11/2021).
Baca juga: PKS Minta Pemerintah Tak Buat Penafsiran Sendiri Terkait Putusan MK terhadap UU Cipta Kerja
MK pun memerintahkan DPR dan Pemerintah untuk memperbaiki UU Cipta Kerja dalam jangka waktu 2 tahun ke depan.
"Dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen," kata Anwar.
Anwar juga mengatakan bahwa jika tak dilakukan perbaikan, maka materi muatan atau pasal UU yang dicabut UU Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali.
"Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," ucap Anwar
Dalam putusan ini, empat hakim MK menyatakan dissenting opinion. Keempatnya yaitu Anwar Usman, Daniel Yusmic, Arief Hidayat, dan Manahan M.P Sitompul.
Putusan MK ini merujuk pada uji formil yang diajukan oleh lima penggugat terdiri dari seorang karyawan swasta bernama Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas, seorang pelajar bernama Novita Widyana, serta tiga orang mahasiswa, yakni Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana, dan Ali Sujito. Adapun uji formil tersebut tercatat dalam 91/PUU-XVIII/2020