Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Waspadai Potensi Tsunami di Selat Sunda: Pangandaran, Sukabumi, CIlegon Bisa Terdampak

Indonesia mempunyai sejumlah wilayah yang berpotensi dilanda tsunami seperti Sukabumi dan Pangandaran di Jawa Barat.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Waspadai Potensi Tsunami di Selat Sunda: Pangandaran, Sukabumi, CIlegon Bisa Terdampak
Sportourism.id
Wisatawan berlibur di Pantai Pangandaran, Jawa Barat. Pesisir selatan Pangandaran menurut BMKG berpotensi mengalami tsunami. 

TRIBUNNEWS.COM, SUKABUMI - Masyarakat yang akan berlibur di perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) sebaiknya mewaspadai potensi bencana tsunami di sejumlah daerah termasuk di pesisir selatan Pulau Jawa.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) ada potensi tsunami di daerah Selat Sunda, tepatnya Cilegon, Banten.

"Kami berikan informasi zona yang rawan tsunami misalnya di Cilegon, Banten, itu juga tempat wisata di Selat Sunda dapat berpotensi skenario terburuk mengalami tsunami dengan ketinggian hingga 8 meter," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam rapat kerja Komisi V DPR dengan Pemerintah, Rabu (1/12/2021).

Indonesia mempunyai sejumlah wilayah yang berpotensi dilanda tsunami seperti Sukabumi dan Pangandaran di Jawa Barat.

Kepala Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono mengatakan, pernyataan Kepala BMKG tidak bermaksud memprediksi kejadian bencana pada Nataru.

Menurutnya, peristiwa bencana alam dapat terjadi kapan dan di mana saja.

Ia mengatakan wilayah Sukabumi, Jawa Barat masuk ke zona rawan potensi bencana alam gempa bumi dan tsunami.

Baca juga: BMKG: Cilegon Berpotensi Tsunami 9 Meter, Pantai Selatan Jatim 29 Meter, Ahli LIPI Menanggapi Begini

Berita Rekomendasi

Namun, tidak hanya Sukabumi yang masuk ke zona rawan tersebut.

"Jadi tidak ada maksud memprediksi kejadian pada Natal dan Tahun Baru, tetapi peristiwa bencana alam memang dapat terjadi kapan saja dan di mana saja karena potensi itu memang ada dan zona rawan sangat banyak, jadi bukan hanya Sukabumi saja," ujar Daryono kepada Tribunjabar.id via WhatsApp, Rabu (1/12/2021).

Baca juga: Kepala BMKG Peringatkan akan Potensi Tsunami hingga Badai Tropis saat Libur Natal dan Tahun Baru

Ia menyebut, data sejarah menunjukkan wilayah Indonesia memiliki catatan tsunami lebih dari 246 kali.

Peta sejarah tsunami di Indonesia 1800-1899.
Peta sejarah tsunami di Indonesia 1800-1899. (dok. BNPB)

"BMKG mengingatkan kita untuk selalu waspada," ujarnya.

Menurutnya, Sukabumi masuk ke wilayah rawan gempa dan tsunami. Terlebih berdasarkan monitoring BMKG sumber megathrust selatan Sukabumi yang kondisinya aktif.

Baca juga: BMKG Survei Peta Bahaya Tsunami di Mamuju, Masyarakat Diimbau Tidak Panik

"Wilayah Sukabumi merupakan kawasan rawan gempa dan tsunami. Zona sumber megathrust selatan Sukabumi kondisinya aktif tampak dari monitoring BMKG yang menunjukkan banyak sekali aktivitas gempa kecil," ucap Daryono.

Namun, pihaknya meminta warga untuk tidak takut selama memahami upaya mitigasi bencana.

Ia juga meminta upaya mitigasi secara konkret harus segera diwujudkan.

"Masyarakat tidak perlu takut selama memahami upaya pengurangan risiko bencana mitigasi dan adaptasi terkait kerawanan yang ada. Upaya mitigasi konkret harus segera diwujudkan. Memahami peta bahaya tsunami, latihan evakuasi mandiri, pembangun jalur evakuasi dan memahami informasi dan respon peringatan dini tsunami dari BMKG," ucapnya.

Memahami Megathrust

Sebelumnya, berita mengenai gempa megathrust sempat menjadi perbincangan tahun 2020 dan awal tahun 2021.

Daryono saat diwawancara tahun lalu mengatakan, masih banyak yang belum tepat dalam memahaminya mengenai hal tersebut.

Menurutnya, pemahaman gempa megathrust dipahami sebagai sesuatu yang baru dan segera akan terjadi dalam waktu dekat, berkekuatan sangat besar, dan menimbulkan kerusakan dan tsunami dahsyat, adalah pemahanan yang kurang tepat.

"Zona megathrust sebenarnya sekadar istilah untuk menyebutkan sumber gempa tumbukan lempeng di kedalaman dangkal," ujarnya.

Dalam hal ini, lempeng samudra yang menunjam ke bawah lempeng benua membentuk medan tegangan (stres) pada bidang kontak antar lempeng yang kemudian dapat bergeser secara tiba-tiba memicu gempa," ujar Daryono kepada Tribunjabar.id, Sabtu (26/9/2020).

"Jika terjadi gempa, maka bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng samudra bergerak terdorong naik (thrusting)," katanya.

Ia menjelaskan, jalur subduksi lempeng umumnya sangat panjang dengan kedalaman dangkal mencakup bidang kontak antar lempeng.

"Dalam perkembangannya, zona subduksi diasumsikan sebagai (patahan naik yang besar) yang kini populer disebut sebagai zona megathrust," ujarnya.

Bukan Hal Baru

Menurutnya, zona megathrust bukanlah hal baru. Di Indonesia, zona sumber gempa ini sudah ada sejak jutaan tahun lalu saat terbentuknya rangkaian busur kepulauan Indonesia.

"Zona megathrust berada di zona subduksi aktif, seperti subduksi Sunda mencakup Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba. Subduksi Banda."

"Subduksi Lempeng Laut Maluku, subduksi Sulawesi, subduksi Lempeng Laut Filipina, dan subduksi Utara Papua," terangnya.

"Saat ini segmen zona megathrust Indonesia sudah dapat dikenali potensinya. Seluruh aktivitas gempa yang bersumber di zona megathrust disebut sebagai gempa megathrust dan tidak selalu berkekuatan besar," ujarnya.

Daryono mengatakan, sebagai sumber gempa, zona megathrust dapat membangkitkan gempa berbagai magnitudo dan kedalaman.

Data hasil monitoring BMKG menunjukkan, justru gempa kecil yang lebih banyak terjadi di zona megathrust, meskipun zona megathrust dapat memicu gempa besar.

Megathrust Selatan Jawa

Daryono memaparkan, dalam buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017 disebutkan, bahwa di Samudra Hindia selatan Jawa terdapat 3 segmentasi megathrust.

Yaitu (1) Segmen Jawa Timur, (2) Segmen Jawa Tengah-Jawa Barat, dan (3) Segmen Banten-Selat Sunda.

"Ketiga segmen megathrust ini memiliki magnitudo tertarget M8,7," ujarnya.

Namun demikian, kata dia, jika skenario model dibuat dengan asumsi 2 segmen megathrust yang "bergerak" secara simultan maka magnitudo gempa yang dihasilkan bisa lebih besar dari 8,7.

Besarnya magnitudo gempa yang disampaikan tersebut adalah potensi skenario terburuk (worst case) bukan prediksi yang akan terjadi dalam waktu dekat.

Foto masjid yang menjadi satu-satunya bangunan utuh di wilayah Meulaboh yang diambil pada 2 Januari 2005, menjadi salah satu foto yang paling diingat Eugene Hoshiko, fotografer Associated Press yang meliput tsunami Aceh. Tsunami meluluhlantakkan Aceh pada 26 Desember 2004(AP/Eugene Hoshiko)
Foto masjid yang menjadi satu-satunya bangunan utuh di wilayah Meulaboh yang diambil pada 2 Januari 2005, menjadi salah satu foto yang paling diingat Eugene Hoshiko, fotografer Associated Press yang meliput tsunami Aceh. Tsunami meluluhlantakkan Aceh pada 26 Desember 2004(AP/Eugene Hoshiko) (AP/Eugene Hoshiko)

"Sehingga kapan terjadinya tidak ada satu pun orang yang tahu. Untuk itu, dalam ketidakpastian kapan terjadinya, kita semua harus melakukan upaya mitigasi," tuturnya.

Ia menyebutkan, hasil monitoring BMKG menunjukkan bahwa zona megathrust selatan Jawa memang sangat aktif yang tampak dalam peta aktivitas kegempaannya (seismisitas).

"Dalam catatan sejarah, sejak tahun 1700 zona megathrust selatan Jawa sudah beberapa kali terjadi aktivitas gempa besar (major earthquake) dan dahsyat (great earthquake)," ujarnya.

Bahkan, gempa besar dengan magnitudo antara 7,0 dan 7,9 yang bersumber di zona megathrust selatan Jawa sudah terjadi sebanyak 8 kali.

Yaitu di tahun 1903 (M7,9), 1921 (M7,5), 1937 (M7,2), 1981 (M7,0), 1994 (M7,6), 2006 (M7,8) dan 2009 (M7,3)

Sementara itu, gempa dahsyat dengan magnitudo 8,0 atau lebih besar yang bersumber di zona megathrust selatan Jawa sudah terjadi 3 kali, yaitu: tahun 1780 (M8,5), 1859 (M8,5), dan 1943 (M8,1).

"Sedangkan untuk gempa dengan kekuatan 9,0 atau lebih besar di selatan Jawa belum tercatat dalam katalog sejarah gempa," ucapnya.

Tsunami Selatan Jawa

Daryono menjelaskan, wilayah selatan Jawa sudah beberapa kali terjadi tsunami.

Bukti adanya peristiwa tsunami selatan Jawa dapat dijumpai dalam katalog tsunami Indonesia BMKG, di mana tsunami pernah terjadi diantaranya tahun 1840, 1859, 1921, 1921, 1994, dan 2006.

"Selain data tersebut, hasil penelitian paleotsunami juga mengonfirmasi adanya jejak tsunami yang berulang terjadi di selatan Jawa di masa lalu," bebernya.

"Seringnya zona selatan Jawa dilanda gempa dan tsunami adalah risiko yang harus dihadapi oleh masyarakat yang tinggal dan menumpang hidup di pertemuan batas lempeng tektonik," kata dia.

"Sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, inilah risiko yang harus dihadapi," ujarnya. 

"Apakah dengan kita hidup berdekatan dengan zona megathrust lantas kita selalu dicekam rasa cemas dan takut?. Tidak perlu, karena dengan mewujudkan upaya mitigasi yang kongkrit maka kita dapat meminimalkan risiko, sehingga kita masih dapat hidup aman dan nyaman di daerah rawan bencana," ujarnya.

Bisa Setinggi 20 Meter

Sukabumi berpotensi terkena gempa bermagnituo 8,7. Guncangan yang dirasakan bisa mencapai VIII hingga IX MMI. Efek guncangan akan sangat merusak.

Potensi gempa bumi yang diprediksi mencapai magnitudo 8,7 ini dipicu dari sesar naik sangat besar (megathrust) yang berpusat di sepanjang lautan lepas Samudera Hindia.

Dampaknya juga bisa membangkitkan tsunami.

Hal itu disampaikan Peneliti Pusat Penelitian Mitigasi Bencana - ITB, Renza Furqon kepada Kompas.com di Sukabumi, Jumat (21/2/2020). '

"Untuk M 8,7 itu berdasarkan simulasi skenario terburuk yang kami ambil dari gempa terbesar yang pernah terjadi di Selatan Jawa,'' kata Renza, Jumat.

Peneliti ITB ini menyampaikan materi ''Potensi Ancaman Megathrust Selatan Jawa Barat dan Tsunami Kabupaten Sukabumi" pada Sosialisasi Pengurangan Risiko Bencana untuk Pengelola Wisata.

Kegiatan ini digelar Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat dan BPBD Kabupaten Sukabumi di Resort Pangrango, Sukabumi, Jumat (21/2/2020).

Renza mengatakan, di Selatan Jawa ini pernah terjadi gempa besar, paling besar tercatat berkekuatan M 8,7.

Selain itu tercatat juga terjadi gempa berkekuatan M 8,4 lalu M 7,4 dan M 7,6. '

"Seperti gempa Pangandaran 2006 dengan M 7,8 dan gempa Tasikmalaya 2009 kekuatannya M 7,3,'' ucap dia.

Renza mengkhawatirkan dengan adanya potensi gempa M 8,7 yang dipicu megathrust di Samudera Hindia akan membangkitkan tsunami. '

"Ketinggian tsunami bisa mencapai 10 hingga 15 meter sedangkan rendamannya ke daratan bisa mencapai 2 kilometer,'' ujar dia.

Menurut Renza potensi megathrust di selatan Pulau Jawa memang diprediksi para peneliti bahwa ada segmen-segmen yang disebut seismic gap.

Segmen tersebut, katanya, belum ada pelepasan energi, baik dalam bentuk gempa maupun lainnya. '

"Sehingga kemungkinan untuk terjadinya potensi megathrust sangat tinggi di Selatan Jawa termasuk di Selat Sunda,'' ujar dia. '

"Maka dari itu, kita perlu waspada. Memang belum bisa diprediksi secara pasti tapi ada potensi,'' imbau Renza.

Namun di penelitian selanjutnya, riset tim peneliti ITB yang telah diterbitkan dalam jurnal Nature Scientific Report mengungkapkan adanya potensi tsunami 20 meter di selatan Pulau Jawa.

Salah satu anggota tim peneliti tersebut, Endra Gunawan mengatakan riset ini menggunakan analisis multi-data dari berbagai peneliti.

Endra mengatakan kalau seandainya wilayah-wilayah tersebut terjadi gempa dalam waktu bersamaan, maka worst case menunjukkan akan adanya potensi gempa hingga M 9,1.

"Kemudian dari informasi tersebut, kami modelkan potensi tsunaminya, dan muncullah (potensi tsunami) 20 meter di Jawa bagian barat, dan 10 meter di Jawa bagian tengah dan timur," ungkap dosen Teknis Geofisika ITB ini.

Potensi tsunami di Jawa bagian barat ini berkisar terjadi di wilayah Sukabumi, dan untuk wilayah bagian tengah terjadi di sekitar pantai-pantai di provinsi DIY.

"Namun, perlu diingat gelombang tsunami yang akan terjadi, tergantung pada topografi dari tempat yang bersangkutan," jelas Endra.

Riset ini dilakukan sebagai upaya untuk dapat mengurangi potensi bencana atau upaya mitigasi yang dapat dipersiapkan.

Sebab, Endra menegaskan bahwa dalam studi ini tidak bicara tentang prediksi kapan gempa besar itu akan terjadi.

Endra menegaskan sains atau peneliti manapun hingga saat ini tidak memiliki kemampuan untuk memprediksi waktu terjadinya gempa bumi tersebut.

Baca juga: Potensi Tsunami Pun Ada di Sukabumi, Skenario Terburuk Tingginya Bisa Mencapai 20 Meter

Perlu diketahui bahwa jalur gempa atau sumber gempa dapat diketahui dari sejarah kegempaan.

Seperti diketahui ada beberapa daerah yang berpotensi gempa dari barat Aceh, Nias, Bengkulu, Mentawai dan jalur itu, kata Endra, menerus ke selatan Jawa.

"Itu adalah jalur yang memang berpotensi terjadi gempa bumi, tetapi kita harus pahami bahwa di sepanjang jalur tersebut kita tidak tahu kapan akan terjadi gempa," ungkap Endra.

Berdasarkan data gempa bumi yang terekam dari BMKG, dikolaborasikan dengan data analisis GPS dan simulasi tsunami dalam studi Prof. Ir. Sri Widyantoro, serta data pendukung lainnya, riset ini menghasilkan laut selatan Jawa memiliki potensi tsunami dan gempa besar.

Artikel ini tayang di TribunJabar.id dengan judul Nataru Dibayangi Potensi Bencana, Ada Potensi Gempa dan Tsunami di Sukabumi,Terburuk Bisa Capai 20 M

Sumber: Tribun Jabar
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas