Miris, Mayoritas Korban Pelecehan Seksual Takut Lapor Gara-gara Victim Blaming
Pelecehan seksual merupakan tindakan fisik maupun verbal yang menyinggung isu seksual sehingga membuat korbannya merasa tidak nyaman, terintimidasi
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyak orang, khususnya kaum perempuan yang tidak menyadari bahwa mereka sedang mengalami pelecehan seksual, diantara mereka hanya sedikit yang berani untuk melaporkan perbuatan buruk yang dialami.
Lalu apa itu pelecehan seksual?
Pelecehan seksual merupakan tindakan fisik maupun verbal yang menyinggung isu seksual sehingga membuat korbannya merasa tidak nyaman, terintimidasi dan seperti direndahkan.
Tindakan yang termasuk dalam pelecehan seksual diantaranya meliputi rayuan seksual yang tidak diinginkan, permintaan bantuan seksual, dan pelecehan verbal maupun fisik lainnya yang bersifat seksual, baik itu di tempat kerja, lingkungan belajar, maupun tempat lainnya.
Dikutip dari laman www.rainn.org, Jumat (3/12/2021), pelecehan seksual sebenarnya tidak selalu harus secara spesifik mengenai perilaku seksual atau ditujukan pada orang tertentu. Misalnya, komentar negatif tentang perempuan sebagai suatu objek pelecehan seksual.
Namun, komentar yang menggoda ini biasanya dapat mengganggu dan memiliki efek emosional yang negatif bagi korbannya.
Lalu seperti apa pelecehan seksual itu?
Pelecehan seksual dapat terjadi dalam berbagai keadaan, jenis kelamin apapun dan melibatkan hubungan apapun antara pelaku dengan korban, termasuk atasan di kantor maupun teman di lingkungan.
Baca juga: Ojek Langganan Ungkap Fakta Baru Pelecehan Seksual Mahasiswi Unsri hingga Petaka Minta Tanda Tangan
Ada beberapa bentuk pelecehan seksual yang kerap dialami korban yang didominasi kaum perempuan.
Mulai dari tindakan fisik berupa kekerasan seksual, permintaan untuk memberikan bantuan seksual, pelecehan verbal yang bersifat seksual, termasuk melemparkan lelucon yang mengacu pada tindakan seksual atau orientasi seksual.
Kemudian ada pula tindakan seperti sentuhan atau kontak fisik yang tidak diinginkan oleh korban, membahas mengenai hubungan seksual atau cerita maupun fantasi di tempat kerja, sekolah, atau di tempat lainnya yang dianggap tidak pantas.
Selanjutnya ada pula tekanan agar terlibat dengan seseorang secara seksual, mengekspos diri sendiri atau melakukan tindakan seksual pada diri sendiri, serta mendapatkan kiriman foto, email maupun pesan teks yang eksplisit secara seksual.
Namun mirisnya, sebagian besar korban pelecehan seksual ini tidam berani untuk speak up dan melapor.
Psikolog Human Initiative Muhammad Hamdi mengatakan bahwa mayoritas korban justru merasa takut terkait stigma yang akan mereka peroleh dari lingkungan.
Ini yang biasanya menambah beban mental para korban dan membuat mereka merasa terintimidasi.
Terlebih di Indonesia, istilah menyalahkan korban (victim blaming) lebih mendominasi dibandingkan menyoroti kesalahan yang dilakukan pelaku.
Hal inilah yang membuat mayoritas korban lebih memilih untuk diam dan memendam beban tersebut sendirian.
Baca juga: KPI Pusat Belum Pecat Terduga Pelaku Perundungan dan Pelecehan Seksual MS
"90 persen korban kekerasan seksual tidak lapor. Ada stigma sebagian orang fokusnya bukan ke pelaku tapi pada korban, sehingga tersudut dan tambah parah," kata Hamdi, dalam konferensi pers bertajuk 'Lets Talk About Sexual Harassment' di PIK Avenue Mall, Kamis (2/12/2021) malam.
Mengacu pada pentingnya peran masyarakat dalam memberikan dukungan bagi para korban agar berani berbicara (speak up) melaporkan sexual harassment yang selama ini mereka alami, brand skincare lokal Jiera pun menggandeng lembaga kemanusiaan Human Initiative untuk menghadirkan kampanye "It's Okay" dengan tagline 'Simplicity of Beauty'.
Kampanye yang dilakukan di The Market, PIK Avenue Mall, pada 29 November hingga 5 Desember 2021 ini merupakan wadah sharing yang membahas mengenai pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia.
Chief Product Officer Jiera, Enggar mengatakan pihaknya sengaja menggandeng Human Initiative karena lembaga tersebut memang memiliki pengalaman dalam menangani isu ini.
"Kami memilih Human Initiative, karena kami melihat bahwa Human Initiative sudah terpercaya dan berpengalaman dengan kasus-kasus pelecehan seksual," kata Enggar.
Melalu sesi sharing ini, pihaknya berupaya memberikan pengetahuan kepada masyarakat terkait penyebab dan dampak yang akan terjadi saat seseorang mengalami kasus pelecehan seksual.
Selain itu, kata dia, pihaknya juga berkomitmen untuk merangkul dan memberikan dukungan kepada para korban agar berani untuk berbicara dan mengambil pilihan yang dapat membuat mereka bertahan.
Enggar menjelaskan, langkah untuk mengedukasi masyarakat terkait bahaya pelecehan seksual terhadap psikologis seseorang yang menjadi korban, sebenarnya berawal dari apa yang dialami oleh tim kreatif brandnya.
Tim kreatifnya ini, kata dia, awalnya hanya membuat konten untuk memberikan pemahaman terkait produknya, namun pada akhirnya justru memperoleh tindakan negatif berupa pelecehan seksual secara verbal.
"Motivasi kami melakukan kampanye ini bermula ketika influencer atau dari tim kami membuat sebuah video endorsement, di mana video tersebut hanya ingin menjelaskan cara tutorial dan efek penggunaan produk Jiera. Pada kenyataannya, video tersebut mendapatkan komentar-komentar negatif berupa pelecehan seksual secara verbal terhadap fisik. Maka dari itu kami berupaya mengangkat kasus ini agar lebih dapat dimengerti lebih luas," jelas Enggar.
Sementara itu, Digital Partnership Human Intiative, Egi Gustiana Putra mengatakan bahwa kampanye ini memiliki cakupan tujuan yang sangat luas.
Karena cakupannya tidak hanya untuk korban pelecehan seksual di wilayah perkotaan, namun juga lokasi bencana yang memiliki keterbatasan.
Karena menurutnya, wilayah ini rawan terjadi pelecehan dan kekerasan seksual, baik bagi anak-anak maupun kaum perempuan.
"Tujuan dari kampanye ini agar menghormati dan melindungi Anak dan Perempuan dari kekerasan, eksploitasi dan seksual termasuk di lokasi bencana dan Wilayah Program Pemberdayaan, dengan menghadirkan ruang menyusui darurat, tempat berhubungan suami istri darurat, dan rumah senyum untuk keluarga," kata Egi.
Untuk merealisasikan kampanye "It’s Okay" ini, Jiera bersama Human Initiative pun mengeluarkan produk Limited Edition Jiera x Human Initiative.
Hasil penjualan produk ini nantinya akan disalurkan melalui Human Initiative sebagai bentuk dukungan untuk para korban.
"Jiera membuat kampanye ini untuk media edukasi dan sharing. Kami sebagai brand punya keinginan untuk dapat mewadahi aspirasi dan saling belajar bersama, jadi tujuan kampanye ini untuk sharing dan melangkah bersama untuk perubahan dari hal kecil," papar Enggar.
Dalam menjalankan kampanye It’s Okay, brand ini menggunakan booth sebagai media utama dalam penyampaian pesan kampanye.
Di dalamnya terdapat pesan-pesan informatif, interaktif, edukatif dan persuasif agar apa yang diamanatkan dapat tersampaikan secara maksimal.
CEO Jiera, Yoga berharap kampanye ini dapat membuka mata semua orang bahwa setiap orang terlahir sebagai sosok yang memiliki nilai dan berharga.
Sehingga penting untuk mencintai diri sendiri dan berani berbicara serta melapor saat ada yang berupaya merendahkan melalui berbagai tindakan, termasuk pelecehan seksual.
"Dengan adanya campaign ini, kami berharap kita semua bisa semakin menyadari nilai diri kita sebagai manusia yang jauh lebih berharga dari apa yang orang-orang sepelekan. Dari situ, kami juga berharap bisa merangkul orang-orang yang telah mengalami pelecehan seksual dengan menunjukkan bahwa mereka lebih dari apa yang mereka alami," pungkas Yoga.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.