Sosok Heru Hidayat, Eks Presiden Direktur Sejumlah Perusahaan yang Dituntut Hukuman Mati
Diketahui sebelumnya, Heru telah dinyatakan bersalah dan divonis penjara seumur hidup dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung menuntut hukuman mati terhadap terdakwa dugaan korupsi pada PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) Heru Hidayat.
Jaksa berpendapat Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera itu terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang yang merugikan negara hingga Rp22,7 triliun.
Adapun alasan penuntutan hukuman mati itu karena Heru telah terbukti melakukan korupsi yang berulang dengan nilai kerugian negara yang fantastis.
Diketahui sebelumnya, Heru telah dinyatakan bersalah dan divonis penjara seumur hidup dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya.
“Terdakwa juga telah divonis seumur hidup dalam kasus korupsi Jiwasraya yang merugikan negara Rp16,8 triliun,” ucap jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (6/12/2021).
Baca juga: Heru Hidayat Dituntut Hukuman Mati Terkait Kasus Korupsi Asabri, Kuasa Hukum Sebut Berlebihan
Profil Heru Hidayat
Heru Hidayat merupakan pengusaha yang moncer kariernya di banyak perusahaan di Indonesia, hingga kemudian terjerat di dua mega skandal korupsi Jiwasraya dan Asabri.
Dilansir dari Kompas.com, pria yang lahir di Surakarta pada 15 Maret 1973 itu, tercatat pernah menjadi presiden komisaris sejumlah perusahaan ternama.
Seperti diantaranya Presiden Komisaris PT Inti Agri Resources Tbk, Presiden Komisaris PT Maxima Integra Investama, Direktur PT Maxima Agro Industri, dan Presiden Komisaris PT Gunung Bara Utama.
Bahkan, Heru juga pernah menjabat Presiden Komisaris PT Inti Kapuas Arwana Tbk.
Namun, jabatan tersebut hanya ia emban selama delapan bulan, hingga berakhir pada Desember 2005.
Kendati demikian, di saat yang sama, Heru juga bekerja sebagai Direktur PT Plastpack Ethylindo Prima pada 2000-2005, Presiden Direktur PT Inti Indah Karya Plasindo (2004-2005), dan Direktur PT Inti Kapuas Arowana (2004-2005).
Akibat terjerat kasus korupsi Jiwasraya dan Asabri, harta kekayaan Heru Hidayat mulai dari kapal hingga tanah telah disita dan dilelang oleh negara.
Direktur Penyidikan Direktorat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Febrie Adriansyah menyatakan ada 20 kapal yang telah disita.
Bahkan satu diantara 20 kapal yang disita bahkan diyakini sebagai kapal pengangkut gas alam cair atau Liquefied natural gas (LNG) terbesar di Indonesia.
Tak hanya itu, kata Febrie, penyidik juga telah menyita tanah milik Heru Hidayat dengan luas sekitar 23 hektare.
Kasus Jiwasraya
Heru Hidayat tercatat sebagai satu dari sepuluh orang yang dicegah ke luar negeri lantaran terkait kasus Jiwasraya.
Namanya terseret lantaran perusahaan asuransi pelat merah itu berinvestasi di produk berisiko tinggi, salah satunya adalah saham Trada Alam Minera alias TRAM.
Adapun korupsi Jiwasraya ini tercatat merugikan keuangan negara senilai Rp16,8 triliun. Hasil korupsi ini digunakan Heru Hidayat untuk bermain judi kasino di Resort World Sentosa Singapura, Marina Bay Sand Singapura dan SkyCity di New Zealand.
Kendati demikian, Heru telah divonis oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan hukuman penjara seumur hidup.
“Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 30/Pid.Sus-Tpk/2020/PN.Jkt Pst tanggal 26 Oktober 2020 yang dimintakan banding tersebut," demikian dikutip dari direktori putusan PT DKI Jakarta, Senin (1/3).
Tak hanya divonis hukuman seumur hidup, Heru juga tetap mesti membayar uang pengganti sebesar Rp10,73 triliun.
Putusan banding ini dibacakan pada 24 Februari 2021 dengan nomor perkara 4/PID.TPK/2021/PT DKI. Dalam putusan itu, majelis hakim memerintahkan Heru untuk tetap berada dalam tahanan.
Selain Heru, kasus korupsi Jiwasraya ini menjerat lima terdakwa lain. Mereka juga menerima vonis penjara seumur hidup dari majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Kelima terdakwa itu ialah mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan.
Lalu, Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto dan Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro.
Kasus Asabri
Disisi lain, Heru Hidayat diyakini jaksa juga bersalah melakukan korupsi bersama mantan Direktur Utama Asabri Adam Damiri dan Sonny Widjaja dkk hingga merugikan negara sebesar Rp22,7 triliun.
Bahkan, Heru juga diyakini oleh jaksa telah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Oleh karena itu, jaksa menuntut Heru Hidayat dengan pidana mati.
Terlebih, Heru diketahui sudah terlibat kasus korupsi berulang di dua perusahaan pelat merah.
"Menghukum Terdakwa Heru Hidayat dengan pidana mati," ucap jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/12) membacakan tuntutannya.
Selain itu, jaksa juga meminta Heru Hidayat dikenai pidana pengganti senilai Rp12,6 triliun. Jika kemudian, Heru tidak membayar dalam jangka waktu 1 bulan, kata jaksa, pengadilan berhak untuk menyita dan melelang harta benda miliknya.
Diketahui, Heru Hidayat dinilai terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Heru juga dinilai terbukti melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dalam perkara ini, Benny Tjokro selaku Direktur PT Hanson Internasional juga menjadi terdakwa.
Berdasarkan dakwaan, sejak 2012 sampai 2019, PT Asabri melakukan investasi dalam bentuk pembelian saham atau produk reksadana kepada sejumlah pihak yang terafiliasi dengan Benny Tjokro dan Heru Hidayat.
Namun, pembelian saham itu dilakukan tanpa disertai analisis fundamental dan teknis, serta hanya formalitas. Direktur Investasi dan Keuangan dan Kepala Divisi Investasi PT Asabri disebut melakukan kerja sama dengan Benny Tjokro dan Heru Hidayat.
Kerja sama tersebut terkait pengelolaan dan penempatan investasi dalam bentuk saham serta produk reksadana. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengumumkan kerugian negara dalam tindak pidana korupsi di PT Asabri mencapai 22,78 triliun.
Sumber: Kompas.com/Kompas.TV/Tribunnews.com