Di Depan Presiden, Komnas HAM Minta Dilibatkan Dalam Perbaikan UU Cipta Kerja
Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik meminta agar pihaknya dan lembaga-lembaga hak asasi manusia lainnya dilibatkan dalam perbaikan Undang-Undang
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik meminta agar pihaknya dan lembaga-lembaga hak asasi manusia lainnya dilibatkan dalam perbaikan Undang-Undang Cipta Kerja.
Hal tersebut disampaikannya berkaitan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang memutuskan agar pemerintah melakukan perbaikan terhadap Undang-Undang tersebut dalam dua tahun ke depan.
Selain itu, ia juga berharap agar norma dan prinsip hak asasi manusia kembali dipertimbangkan di dalam setiap langkah-langkah perbaikan tersebut.
Hal tersebut disampaikannya dalam laporannya di depan Presiden Joko Widodo saat Peringatan Hari HAM Sedunia Ke-73 yang disiarkan di kanal Youtube Humas Komnas HAM RI pada Jumat (10/12/2021).
"Pelibatan Komnas HAM dan lembaga-lembaga hak asasi lainnya menjadi penting di dalam proses tersebut," kata Taufan.
Baca juga: Ketua Komnas HAM: Kekerasan Aparat Masih Jadi Catatan Penting Situasi HAM di Indonesia
Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja turut menuai kontroversi.
Bahkan kata dia, keputusan dari MK terhadap UU Cipta Kerja tersebut membuat pihak luas kebingungan.
"Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Undang-Undang Cipta Kerja, sebenarnya yang membingungkan itu adalah kontroversi teorinya bukan kontroversi vonisnya," kata Mahfud dalam keterangannya melalui siaran YouTuber resmi Kemenkopolhukam, Minggu (5/12/2021).
Adapun kata Mahfud, dalam kontroversi teori itu menyatakan kalau UU Cipta Kerja tersebut Inkonstitusional bersayarat.
Artinya kata dia, Undang-Undang yang menuai penolakan dari para kaum buruh dan pekerja itu masih tetap berlaku hingga pemerintah melakukan perbaikan.
"Kontroversi teorinya itu hanya mengatakan inkonstitusional bersyarat artinya inkonstitusional dan berlaku sampai diperbaiki. Itu kontroversial, kontroversial di dalam teori tapi vonisnya itu sendiri sama sekali tidak kontroversial," ucapnya.
Lebih jauh, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu juga menyebut, jika merujuk pada vonis terkait UU Cipta Kerja itu maka pemerintah diminta untuk melakukan perbaikan yang dinilai Inkonstitusional dalam kurun waktu dua tahun.
Jika tidak juga diperbaiki dalam kurun waktu tersebut, maka kata Mahfud sifatnya akan menjadi Inkonstitusional permanen bukan lagi bersyarat.
"Itu bunyi vonisnya, oleh sebab itu sesuai tidak kurang dari 3 kalimat menyebut di dalam amar putusan itu, bahwa dalam waktu 2 tahun undang-undang ini masih berlaku dan pemerintah diperintahkan untuk memperbaiki prosedur" tutur Mahfud.
Lebih lanjut kata Mahfud, perbaikan prosedur itu perlu dilakukan karena gugatan atas isi Undang-Undang tersebut tidak diperiksa sebagai perkara.
Kata Mahfud, sampai selesainya perbaikan prosedur itu maka dalam 2 tahun itu undang-undang Cipta Kerja itu berlaku, dengan catatan, pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang strategis.
"Pemerintah memang memutuskan untuk tidak mengeluarkan lagi kebijakan yang strategis karena kebijakan strategis nya itu sudah ada di undang-undang yang diminta diperbaiki prosedurnya selama atau di dalam 2 tahun ya," ucap Mahfud.
"Nah kalau ada kebijakan yang dikeluarkan lagi tentu tidak boleh strategis. Tapi kebijakan yang sifatnya operasional saja teknis, administrasi," tukasnya.