Ketua Komnas HAM: Kekerasan Aparat Masih Jadi Catatan Penting Situasi HAM di Indonesia
Komnas HAM, kata Taufan, masih terus menerima berbagai pengaduan mengenai kekerasan dan penyiksaan.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik menyoroti kekerasan aparat saat menyampaikan laporannya di hadapan Presiden Joko Widodo pada Peringatan Hari HAM Sedunia Ke-73.
Komnas HAM, kata Taufan, masih terus menerima berbagai pengaduan mengenai kekerasan dan penyiksaan.
Padahal, kata dia, Indonesia sudah meratifikasi konvensi anti penyiksaan perbuatan yang kejam, tidak manusiawi serta merendahkan martabat manusia pada tahun 1998.
"Kekerasan aparat masih menjadi catatan penting situasi hak asasi manusia di Indonesia," kata Taufan sebagaimana disiarkan di kanal Youtube Humas Komnas HAM RI pada Jumat (10/12/2021).
Pemerintah Indonesia, kata dia, perlu meratifikasi protokol pilihan atau optional protocol anti-penyiksaan.
Dengan demikian, kata dia, semakin memperkuat acuan hukum untuk pencegahan penyiksaan hukuman yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia serta membangun mekanisme pencegahan nasional.
Baca juga: Komnas Perempuan Ungkap 4.500 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Telah Diadukan selama 2021
"Komitmen kepolisian dan penegak hukum mesti diapresiasi dan didukung agar penyiksaan, kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya dapat dicegah dan dikurangi," kata Taufan.
Di sisi lain, kata dia, pendidikan HAM bagi kepolisian dan TNI akan terus ditingkat oleh Komnas HAM bekerja sama dengan kedua insittiusi tersebut.
"Kita membutuhkan Polri dan TNI yang kuat, profesional namun tetap menghormati prinsip dan norma hak asasi manusia," kata Taufan.
Selain itu, kata dia, penanganan sistem pemidanaan, lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan juga diperlukan dan harus menjadi komitmen kita bersama sehingga penegakan hukum bisa lebih baik lagi ke depannya dengan mengedepankan pendekatan keadilan restoratif.
Berdasarkan survei nasional yang diadakan Komnas HAM pada Oktober 2021 dengan 1200 responden di 34 provinsi di Indonesia, kata dia, menunjukkan lebih dari 80 persen responden setuju dengan pendekatan keadilan restoratif.
"Hal ini menjadi penting untuk kita respon terutama oleh lembaga penegak hukum agar hak memperoleh keadilan dapat dilindungi dan dipenuhi oleh negara," kata dia.