Kuasa Hukum Sebut MS Frustasi Setelah Terima Surat KPI Soal Larangan Mencari Nafkah di Tempat Lain
Mualimin menyebut, saat ini kesehatan MS kembali terganggu setelah menerima surat yang berisi larangan mencari nafkah di tempat lain selain KPI.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Muhammad Mualimin, anggota kuasa hukum korban pelecehan seksual berdasar perundungan di lingkungan kerja KPI Pusat membeberkan kondisi terkini MS setelah menerima surat dari kantor tempatnya bekerja.
Mualimin menyebut, saat ini kesehatan MS kembali terganggu setelah menerima surat yang berisi larangan mencari nafkah di tempat lain selain KPI.
Bahkan kata dia, MS kembali frustasi atas adanya larangan tersebut sehingga mengganggu proses pemulihan psikis kliennya tersebut.
"Surat yang baru dikirim oleh KPI sungguh membuat MS bingung, kembali stres, dilema, dan menimbulkan frustasi yang akhirnya menghambat upaya pemulihan psikis MS," ucap Mualimin saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (10/12/2021).
Diketahui, Korban pelecehan seksual berdasar perundungan di lingkungan kerja KPI Pusat, MS mendapati surat dari lembaga pengawas penyiaran tersebut pada Kamis (9/12/2021) kemarin.
Kuasa Hukum MS, Muhammad Mu'alimin mengatakan dalam surat yang dikirimkan KPI untuk kliennya itu berisikan larangan MS terikat kontrak kerja di tempat manapun.
Baca juga: Korban Pelecehan Dapat Surat dari KPI, Kuasa Hukum Sebut Isinya Larangan Terikat Kontrak Kerja
Sebagai informasi, selain bekerja sebagai karyawan kontrak di KPI, MS juga merupakan seorang tenaga pengajar alias dosen di sebuah Universitas di Jakarta.
"Ini berarti dalam seminggu ke depan MS harus berhenti jadi dosen karena syarat perpanjangan kontrak di KPI tidak mencari nafkah di tempat lain meskipun di luar jam kerja KPI," kata Mualimin dalam keterangannya, Jumat (10/12/2021).
Mualimin menyebut, aturan terbaru yang diterima kliennya ini terkesan tiba-tiba, sebab kata dia, selama 10 tahun MS bekerja di KPI, sebelumnya belum pernah ada aturan tersebut diberlakukan.
Terlebih kata dia, kesejahteraan MS juga patut dipertimbangkan sebagai karyawan KPI.
Baca juga: KPI Pusat Akui Gagal Lindungi Pegawai dari Perundungan dan Pelecehan
Karena gaji yang diterima kliennya itu hanya di sekitaran batas UMP DKI Jakarta.
Alhasil kata dia, MS harus mencari penghasilan lain dengan menjadi dosen untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.
"Kalau hanya mengandalkan gaji dari KPI, sungguh MS merasa sangat tidak cukup. Makanya sebagai kepala rumah tangga yang penuh tanggung jawab, sejak beberapa tahun lalu MS mengajar untuk meningkatkan pendapatan," ucap Mualimin.
Padahal kata Mualimin, selama ini waktu yang digunakan MS untuk mengajar itu berada di luar jam kerja KPI dan tidak pernah dipermasalahkan atasan.
Baca juga: KPI Bakal Merespons Rekomendasi Komnas HAM Terkait Kasus Pelecehan Seksual yang Dialami MS
Bahkan dirinya mengklaim, meskipun bekerja di tempat lain, namun MS selalu berhasil menuntaskan pekerjaannya untuk KPI dengan waktu yang tepat.
Alhasil kata dia, surat kiriman dari KPI artinya sama saja telah melarang MS melanjutkan pengabdian menjadi dosen.
"Larangan mencari nafkah tambahan di luar KPI bagi MS sungguh tak rasional dan terkesan ingin memotong sumber lain pendapatan korban," katanya.