Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Vonis Hukuman Mati Tak Berhenti Selama Pandemi, Paling Banyak pada Kasus Narkoba

isu vonis hukuman mati, masih tergolong tinggi dan tidak berhenti dalam penegakan hukum di Indonesia

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Vonis Hukuman Mati Tak Berhenti Selama Pandemi, Paling Banyak pada Kasus Narkoba
Rizki Sandi Saputra
Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Rivanlee Anandar (kaus hijau) saat menyampaikan catatan KontraS bertepatan pada Hari HAM Internasional, di Kantor KontraS, Kwitang, Jakarta Pusat, Jumat (10/12/2021). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat, isu vonis hukuman mati, masih tergolong tinggi dan tidak berhenti dalam penegakan hukum di Indonesia.

Hal itu termuat dalam catatan KontraS yang dirilisnya bertepatan dengan hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional, Jumat (10/12/2021) .

Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar mengatakan, selama periode Desember 2020 hingga November 2021 pihaknya mencatat setidaknya terdapat 32 kasus vonis hukuman mati yang dijatuhkan.

Dominan terdakwa yang divonis hukuman mati yakni mereka yang berurusan pada kasus narkoba.

"Isu vonis hukuman mati selama pandemi ternyata tidak berhenti, kami temukan 32 vonis hukuman mati," kata Rivanlee saat pemaparan di kantor KontraS, Kwitang, Jumat (10/12/2021).

Lebih lanjut, Rivanlee mengatakan, banyaknya jumlah vonis hukuman mati yang dijatuhkan secara tidak langsung itu, malah menunjukkan bahwa keberadaannya tidak menjamin efektifitas penegakan hukum.

Baca juga: Dalam Catatannya, KontraS Sebut Negara Merupakan Aktor Utama Penyusutan Ruang Kebebasan Sipil

Bahkan kata dia, wacana atau tujuan penegak hukum untuk menimbulkan efek jera kepada para terdakwa bahkan belum pernah terwujud dan hanya menjadi angan-angan omong kosong.

Berita Rekomendasi

"Sebab tidak ditemukannya korelasi positif antara semakin beratnya hukuman dengan semakin kuat efek jera yang ditimbulkan," ucapnya.

Berdasarkan hal tersebut, kata dia, pemerintah bukannya melakukan evaluasi terhadap efektifitas penerapan hukuman, malah justru kian melanggengkan penghukuman mati dengan mencantumkannya dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKHUP).

Padahal kata dia, ada beberapa alternatif lain yang dapat ditempuh oleh pemerintah untuk mereduksi jumlah kasus dalam hal ini penyalahgunaan narkoba.

Penegak hukum juga harusnya memiliki hukuman alternatif untuk pembinaan masyarakat, bukan hanya untuk mewujudkan semangatnya dalam memberikan hukuman mati kepada masyarakat.

"Langkah ini jelas menunjukkan kemunduran Indonesia dalam upaya penghapusan hukuman mati," tuturnya.

Dalam RKUHP sendiri, hukuman mati disebut sebagai pidana yang bersifat khusus dan diancamkan secara alternatif.

Hal tersebut berarti penjatuhan pidana mati dilakukan secara bersyarat (conditional Capital punishment) dan terpidana mati dapat diberikan masa percobaan 10 tahun untuk menunjukkan perilaku baik hingga putusannya dapat diganti menjadi pidana seumur hidup atau maksimal 20 tahun.

Baca juga: Tak Terbukti Efektif, Begini Komentar Ketua Komnas HAM soal Hukuman Mati

Atas hal itu, dirinya mengatakan, pidana mati yang dijatuhkan kepada terdakwa dalam kasus apapun merupakan wujud yang kejam dan merendahkan martabat manusia.

"Meskipun dalam RKUHP hukuman mati bersifat ultimum remedium atau sebagai pilihan terakhir, tidak bisa dipungkiri bahwa hukuman mati merupakan tindakan yang kejam dan merendahkan martabat manusia," tukasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas