Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Refly Harun: Bagi Oligarki, Presidential Threshold adalah Tiket Memenangkan Kontestasi yang Mudah

Refly Harun menyebut, bahwa pengajuan tentang yudisial review Presidential Threshold atau ambang batas presiden sudah lama dilakukan. 

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Refly Harun: Bagi Oligarki, Presidential Threshold adalah Tiket Memenangkan Kontestasi yang Mudah
Rizki Sandi Saputra
Ahli Tatanegara Refly Harun saat ditemui awak media di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Rabu (19/5/2021). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menyebut, bahwa pengajuan tentang judicial review Presidential Threshold atau ambang batas presiden sudah lama dilakukan. 

Bahkan, tercatat sebanyak 13 kali yudicial review tidak pernah dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Refly, tidak dikabulkan judicial review itu oleh MK bukan karena argumentasi konstitusionalnya minim.

Tetapi, cengkraman dan kekuatan oligarki terlalu kuat, sampai kerelung kekuasaan Yudikatif.

Hal itu disampaikan Refly dalam sambutan diskusi yang mengambil tema 'Urgensi UUD 1945 Dalam Rangka Menuju Indonesia Maju' secara virtual, Senin (13/12/2012).

"Saya bicara apa adanya, karena bagi oligarki, Presidential Threshold itu adalah tiket untuk memenangkan kontestasi secara mudah dan murah," kata Refly.

Berita Rekomendasi

Refly bahkan menyebut, cara oligarki mempertahankan Presidential Threshold itu tidak hanya berlaku di tingkat Nasional. Tapi berlaku juga di tingkat daerah lokal, kabupaten kota dan Provinsi.

Maka tidak heran, kata Refly, jika Rizal Ramli mengatakan terkait PT tersebut merupakan demokrasi kriminal yang membuat Indonesia dikuasai oleh para cukong, dalam setiap level pemilihan.

Baca juga: Refly Harun Paparkan Tiga Cara Presidential Threshold 0 Persen

"Nah kita harus mengakhiri hal ini, dengan cara mengajukan agar Presidential Threshold itu di nol kan dari 20 persen kursi atau 25 persen suara," beber Refly Harun.

"Demikian juga Threshold di Pilkada, gubernur, bupati, walikota 15 persen kursi dan 20 persen suara, itu juga membuat demokrasi kita menjadi demokrasi yang kriminal, demokrasi yang berbiaya mahal, demokrasi yang hanya orang-orang tertentu yang bisa maju dalam pemilihan presiden, wakil presiden gubernur, bupati dan walikota," jelasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas