Tiga Cara Perjuangkan Presidential Threshold Jadi 0 Persen, Salah Satunya Lewat Perppu
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mengungkap tiga cara untuk memperjuangkan Presidential Threshold (PT) 0 persen.
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mengungkap tiga cara untuk memperjuangkan Presidential Threshold (PT) 0 persen.
Hal itu disampaikan Refly saat menjadi narasumber dalam Diskusi Nasional Amandemen UUD 1945 kerja sama DPD RI dan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya di Gedung Nusantara IV, Komplek Parlemen Senayan, Senin (13/12/2021).
Cara pertama, kata Refly, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mencabut Presidential Threshold.
"Cukup Jokowi mengeluarkan Perppu mencabut aturan Presidential Threshold ini, selesai masalah. Tapi pertanyaannya, apakah Jokowi tergerak melakukan hal ini?" kata Refly.
Kedua, kata Refly, melalui jalur DPR RI untuk mengubah Undang-Undang Pemilu.
Ketiga, melalui uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Perubahan yang dilakukan baik secara menyeluruh maupun parsial. Kalau DPR RI tak berkenan, maka kita bisa menempuh cara ketiga yakni uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK)," ujar dia.
Baca juga: Legislator PAN Dukung Ketua KPK Soal Peniadaan Presidential Threshold
Dikatakannya, Presidential Threshold merupakan cara oligarki 'menyewakan perahu' bernama partai politik kepada para tokoh yang ingin maju dalam bursa pencapresan.
"Perahu yang disewakan oligarki ini nilainya bisa triliunan rupiah. Kalau di tingkat provinsi dan kabupaten/kota nilainya bisa mencapai ratusan juta rupiah," ujarnya.
Meminjam istilah Rizal Ramli, Refly menyebutnya praktik tersebut sebagai demokrasi kriminal.
Katanya, untuk memutus praktik demokrasi kriminal maka satu-satunya jalan adalah Presidential Threshold.
"Presidential Threshold harus dinolkan. Begitu juga di tingkat Pilkada, sebab hal ini yang menyebabkan demokrasi kita menjadi mahal," ujar dia.
Pada Pemilu 2024, Refly ingin pasangan Capres-Cawapres lebih banyak, tak hanya head to head.
"Mereka harus mewakili beragam aspirasi masyarakat. Kalah menang itu soal lain. Yang terpenting adalah slotnya tersedia," katanya.
Namun, dengan Presidential Threshold 20 persen saat ini, jangan berharap hal itu bisa terjadi, sebab pintu yang dibuka begitu sempit.