Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Rakernas IBI, Kepala BKKBN Paparkan Strategi Turunkan Angka Stunting Nasional

Kepala BKKBN sekaligus dokter spesialis kandungan ini memaparkan data Riset Kesehatan Dasar 2018 yang menyebut prevalensi bayi prematur sebanyak 29,5%

zoom-in Rakernas IBI, Kepala BKKBN Paparkan Strategi Turunkan Angka Stunting Nasional
Shutterstock
Ilustrasi ibu hamil. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pada penyelenggaraan Rakernas ke-VII Ikatan Bidan Indonesia (IBI) 2021 dengan Topik “Peningkatan Peran Bidan dalam Pelayanan KB dan Akselerasi Penurunan Stunting” di Jakarta, IBI mengundang Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr. Hasto Wardoyo.

Pada kegiatan tersebut, dr. Hasto menyampaikan terima kasih kepada IBI atas kesempatan menjadi narasumber.

“Kami atas nama BKKBN mengucapkan terimakasih dan bersyukur Alhamdulillah bisa bertemu dengan IBI secara lengkap di dalam Rakernas dan kami tentu berterimakasih telah diberi kesempatan,” tutur dr. Hasto, Jumat (10/12/2021).

dr. Hasto menambahkan, persebaran bidan di seluruh Indonesia jumlahnya cukup besar dan merata.

“Potensi bidan di seluruh Indonesia baik secara kualitas, kuantitas, maupun posisi strategis itu luar biasa. Secara geografis, bidan tersebar di seluruh Indonesia dan cukup merata dari sisi jumlah juga saya kira memang luar biasa, karena jumlahnya cukup besar,” ungkapnya.

Lebih lanjut, dr. Hasto pun kagum akan jiwa-jiwa kepemimpinan para pengurus IBI. “Karena kita melihat bersama, bahwa di dalam IBI ini menjadi organisasi yang sangat solid adalah pengurus yang di tingkat daerah, di tingkat pusat, kemudian juga cabang,” tambahnya lagi.

Kepala BKKBN sekaligus dokter spesialis kandungan ini memaparkan data Riset Kesehatan Dasar 2018 yang menyebut prevalensi bayi prematur sebanyak 29,5% dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 11,7%. Menurutnya, kedua hal tersebut adalah sumber utama stunting.

Berita Rekomendasi

“Penyebab BBLR dan prematur adalah dari ibu yang memiliki anemia atau ibu hamil pada usia kurang dari 20 tahun. Oleh dari itu, untuk bidan-bidan yang berada pada prevalensi stuntingnya tinggi perannya jauh lebih besar seperti di NTT, Sulbar, dan lain-lain,” papar dr. Hasto.

Ia menambahkan, apa yang selama ini dilakukan tidak cukup hanya dengan faktor spesifik. Bidan juga perlu communicator leader agar lingkungan sekitar jadi lebih baik.

“Ekosistem juga mempengaruhi faktor dari kesehatan ibu dan bayi yang akan lahir,” jelas dr. Hasto.

BKKBN sendiri memiliki program untuk sebelum nikah melakukan; pembekalan kesehatan reproduksi (kespro), dan check up kesehatan untuk calon pengantin tiga bulan sebelum menikah.

Para suami, dikatakan dr. Hasto, juga harus menyiapkan prakonsepsi dengan waktu 75 hari untuk menyiapkan spermanya baik dan tidak menyebabkan stunting.

“Bidan harus tahu, perempuan yang hamil ternyata telur janin sudah tercipta sejak dalam kandungan. Apabila ibu kurang sehat berpengaruh pada cucu nantinya, karena 3 generasi. Pertumbuhan janin harus dikawal karena terjadi organogenesis, kemampuan dasar dari bayi dimulai dari 1000 hari pertama kelahiran bayi,” tambah dr. Hasto lagi.

Terakhir, dr. Hasto menyebutkan bahwa BKKBN telah membentuk pendamping keluarga yang bersinergi dengan multipihak untuk meminimalisasi prevalensi anak stunting di Indonesia.

“BKKBN membentuk pendamping keluarga yang dibantu oleh bidan yang melakukan pendampingan sekaligus memberikan pelayanan kesehatan, TP PKK Desa melakukan koordinasi dan informasi, kader KB melakukan identifikasi dan pendampingan, serta menemukan kondisi keluarga berisiko stunting,” tutup dr. Hasto

Admin: Sponsored Content
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas