Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Said Aqil Sebut 212 Gerakan Politik Mengatasnamakan Agama: Tidurnya di Masjid, Salatnya di Lapangan

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Kiai Said Aqil Siradj menyebut gerakan 212 bukan momentum kebangkitan umat islam.

Penulis: Dodi Esvandi
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Said Aqil Sebut 212 Gerakan Politik Mengatasnamakan Agama: Tidurnya di Masjid, Salatnya di Lapangan
Ist
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Kiai Said Aqil Siradj menyebut gerakan 212 yang terjadi pada 2 Desember 2016 bukanlah momentum kebangkitan umat Islam.

Sebaliknya, Said Aqil menyebut gerakan 212 atau yang juga dikenal dengan nama Aksi Bela Islam III itu sebagai gerakan politik yang mengatasnamakan agama.

Lantaran itulah kata Said Aqil, ia sejak awal menolak gerakan tersebut, meski banyak mendapat tentangan, termasuk dari internal Nahdlatul Ulama (NU).

"Saat menghadapi momen (gerakan) 212, itu luar biasa bagi saya, luar biasa kerasnya tantangan itu. Ada sebagian dari NU juga, katanya itu kesempatan kebangkitan Islam. Tapi menurut saya itu bukan (kebangkitan Islam). Karena jelas itu tujuannya politik yang mengatasnamakan agama," kata Said Aqil dalam wawancara bertajuk 'Gagasan Kiai Said Menuju Muktamar NU' yang ditayangkan di TVNU.

Gerakan 212 mencuat pada akhir 2016, menjelang digelarnya Pilkada DKI Jakarta.

Gerakan itu dicetuskan sebagai bentuk aksi protes terhadap pernyataan Plt Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dinilai menistakan agama Islam.

Setelah itu, pengadilan menyatakan Ahok bersalah dan ia kalah dalam putaran kedua Pilkada DKI Jakarta.

BERITA REKOMENDASI

Saat terjadinya gerakan 212, Said Aqil mengklaim dirinya menjadi orang satu-satunya yang bersuara keras menentang gerakan tersebut.

Baca juga: Bicara Konflik Palestina dan Israel, Kiai Said Pernah Tolak Ajakan ke Tel Aviv

"Yang terangan-terangan menolak 212 cuma saya. Barangkali yang menolak banyak. Tapi yang terang-terangan menolak dengan ucapan eksplisit mungkin hanya saya," kata Said Aqil.

"Karena saya menganggap itu bukan gerakan Islam, bukan kebangkitan Islam," imbuhnya.

Said Aqil punya alasan kenapa menolak gerakan tersebut dan menuding gerakan itu sebagai gerakan politik.

Salah satunya karena para peserta yang ikut gerakan itu menjadikan masjid sebagai tempat menginap, namun ketika waktu salat datang, mereka malah melaksanakannya di lapangan.

"Kenapa saya menolak? Karena (mereka) tidurnya di masjid, salatnya di lapangan. Masjid dijadikan tempat tidur, menunggu salat jumat di lapangan. Itu yang tidak benar menurut saya," kata Said Aqil.

Said mengatakan dalam momentum politik seperti Pilkada dan pemilihan legislatif, ia selalu berusaha menjaga agar NU sebagai organisasi keagamaan bersikap netral.

Baca juga: Said Aqil Siraj Tegaskan Tak Terobsesi untuk Pilpres 2024: Bukan Maqomnya

Namun, hal sedikit berbeda terjadi pada momentum pemilihan presiden 2019.

Sebab, saat itu, Rais Aam PBNU, Ma'ruf Amin yang dicalonkan sebagai wakil presiden mendampingi petahana Joko Widodo.

"Ada Rais Aam, tidak sembarangan ini, puncak tertingginya NU jadi calon Wapres, jadi kita waktu itu sulit untuk menjadikan netralitas di NU," ujar Said Aqil.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas