Bacakan Replik, Jaksa Tanggapi Pleidoi Heru Hidayat Soal Tuntutan Hukuman Mati dalam Kasus Asabri
Jaksa memberikan tanggapan atau replik, atas nota pembelaan (pleidoi) dari terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi di PT Asabri Heru Hidayat.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Adi Suhendi
"Hakim harus menyesuaikan undang-undang dengan hal yang konkrit, karena undang-undang tidak meliputi segala kejadian yang timbul dalam masyarakat, sehingga Putusan hakim dapat memuat suatu hukum dalam suasana 'werkelijkheid' yang menyimpang dari hukum dalam suasana 'positiviteit'," kata jaksa.
Sebelumnya, Terdakwa dugaan kasus korupsi di PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) Heru Hidayat menyampaikan nota pembelaan alias pleidoi pribadinya atas tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
Heru Hidayat diketahui dituntut pidana hukuman mati dalam perkara ini.
Baca juga: Dituntut Hukuman Mati dalam Kasus Asabri, Heru Hidayat Bacakan Nota Pembelaan Hari Ini
Dalam pleidoi yang turut diserahkan dalam persidangan itu, Heru menyatakan, pasal yang dituntut jaksa kepada dirinya dalam perkara ini menyimpang.
Sebab pasal tersebut tidak sesuai dengan apa yang didakwakan jaksa kepada dirinya.
"Sebagaimana kita ketahui bersama, Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) tidak pernah dicantumkan dalam Surat Dakwaan kepada saya, bahkan sejak awal mula Peyidikan perkara ini, pasal tersebut tidak pernah disertakan," kata Heru dalam pleidoinya, Senin (13/12/2021).
Sebagai informasi, dalam dakwaannya jaksa menyatakan Heru diancam melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Saat jaksa menjatuhkan tuntutan, Heru dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana hukuman mati.
Padahal dalam Undang-Undang No.31 Tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), ancaman hukuman mati itu tertuang di Pasal 2 ayat (2).
"Sementara ancaman hukuman mati dalam UU Tipikor hanya diatur dalam Pasal 2 ayat (2) tersebut. Lalu kenapa mendadak dalam Surat Tuntutan Jaksa menuntut mati ? Sementara dalam poin 1 amar Tuntutannya Jaksa menyatakan saya bersalah di Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor," ucap Bayu.
Atas hal itu, Heru menilai, tuntutan yang dijatuhkan jaksa kepada dirinya adalah suatu bentuk kezaliman karena tidak sesuai dengan koridor dalam dakwaan.
Padahal kata dia, dakwaan yang dijatuhkan oleh setiap jaksa dalam perkara apapun merupakan pedoman jaksa untuk menjatuhkan tuntutan, serta pedoman dari majelis hakim untuk memutus perkara.
"Bukankah yang membuat persidangan ini ada adalah karena Surat Dakwaan Jaksa ? Sehingga jelas dalam perkara ini Jaksa telah melakukan Tuntutan diluar koridor hukum dan melebihi wewenangnya," kata Heru.
Diketahui, Jaksa penuntut umum (JPU) menjatuhkan tuntutan pidana terhadap pihak swasta dalam hal ini Komisaris PT Trada Alam Mineral (TRAM) Heru Hidayat.