Bacakan Replik, Jaksa Tanggapi Pleidoi Heru Hidayat Soal Tuntutan Hukuman Mati dalam Kasus Asabri
Jaksa memberikan tanggapan atau replik, atas nota pembelaan (pleidoi) dari terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi di PT Asabri Heru Hidayat.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Adi Suhendi
![Bacakan Replik, Jaksa Tanggapi Pleidoi Heru Hidayat Soal Tuntutan Hukuman Mati dalam Kasus Asabri](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/bang-heru-hidayat.jpg)
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) memberikan tanggapan atau replik, atas nota pembelaan (pleidoi) dari terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi di PT Asabri Heru Hidayat dan tim kuasa hukumnya.
Dalam repliknya, jaksa menyoroti terkait dalil pembelaan terdakwa dan tim kuasa hukum terdakwa tentang tuntutan pidana mati.
Di mana pada pleidoinya, terdakwa Heru Hidayat beserta tim kuasa hukum menyebut pasal yang dalam tuntutan bermasalah karena tidak sesuai dengan pasal yang didakwakan.
Atas hal itu jaksa memberikan tanggapan dalam repliknya dengan menjelaskan kalau pada persidangan perkara itu, terdapat hal yang memberatkan terdakwa, sehingga menurut pandangan jaksa terdakwa patut untuk dijatuhkan tuntutan hukuman mati.
Hal itu juga tertuang dalam, Pasal 182 ayat 4 KUHAP, berbunyi yang berbunyi 'Musyawarah tersebut pada ayat 3 harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang'.
Baca juga: Pledoi Heru Hidayat, Kuasa Hukum Soroti Tuduhan JPU yang Tidak Sesuai Fakta Persidangan
"Di dalam perkara aquo Terdakwa didakwa dengan Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor dan pada saat di persidangan ditemukan hal-hal yang memberatkan akibat perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa sedangkan pemberatan di Pasal 2 UU Tipikor termuat di dalam ayat 2," kata jaksa dalam repliknya, Kamis (16/12/2021).
"Hal ini sejalan dengan pandangan yang diberikan oleh Satjipto Rahardjo yang memberikan gagasan-gagasan terbaru dalam memaknai hukum, dengan konsep teori hukum progresifnya, yang mana hukum tidak hanya dimaknai secara tekstual saja," sambungnya.
Sehingga, dalam repliknya jaksa menyatakan, pemaknaan terhadap asas ultra petitum partium dapat diberikan pemaknaan lain.
Hal itu dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik penemuan hukum guna mendapatkan keadilan yang sesuai dengan keadilan dalam masyarakat.
Baca juga: Terdakwa Korupsi PT ASABRI, Heru Hidayat Tak Mau Komentar Usai Bacakan Pembelaan atas Tuntutan Mati
Tak hanya itu, pada pemeriksaan perkara pidana juga dikatakan, yang dicari adalah kebenaran materil. Atas hal itu, Hakim dalam memeriksa perkara bersifat aktif dan bebas dalam mempertimbangkan segala sesuatunya yang terkait dengan perkara yang sedang diperiksa tersebut.
"Di dalam KUHAP tidak ada satu pasal pun yang mengatur keharusan hakim untuk memutus perkara sesuai dengan tuntutan jaksa. Hakim bebas menentukan berat ringannya pemidanaan atas perkara yang diperiksa," kata jaksa.
Lebih jauh dalam repliknya, jaksa turut menyatakan, putusan hakim kasus pidana pada dasarnya bertujuan untuk melindungi kepentingan publik.
Sehingga putusan ultra petita dibenarkan sepanjang hal tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kepentingan masyarakat luas atau publik.
"Hakim harus menyesuaikan undang-undang dengan hal yang konkrit, karena undang-undang tidak meliputi segala kejadian yang timbul dalam masyarakat, sehingga Putusan hakim dapat memuat suatu hukum dalam suasana 'werkelijkheid' yang menyimpang dari hukum dalam suasana 'positiviteit'," kata jaksa.
Sebelumnya, Terdakwa dugaan kasus korupsi di PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) Heru Hidayat menyampaikan nota pembelaan alias pleidoi pribadinya atas tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
Heru Hidayat diketahui dituntut pidana hukuman mati dalam perkara ini.
Baca juga: Dituntut Hukuman Mati dalam Kasus Asabri, Heru Hidayat Bacakan Nota Pembelaan Hari Ini
Dalam pleidoi yang turut diserahkan dalam persidangan itu, Heru menyatakan, pasal yang dituntut jaksa kepada dirinya dalam perkara ini menyimpang.
Sebab pasal tersebut tidak sesuai dengan apa yang didakwakan jaksa kepada dirinya.
"Sebagaimana kita ketahui bersama, Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) tidak pernah dicantumkan dalam Surat Dakwaan kepada saya, bahkan sejak awal mula Peyidikan perkara ini, pasal tersebut tidak pernah disertakan," kata Heru dalam pleidoinya, Senin (13/12/2021).
Sebagai informasi, dalam dakwaannya jaksa menyatakan Heru diancam melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Saat jaksa menjatuhkan tuntutan, Heru dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana hukuman mati.
Padahal dalam Undang-Undang No.31 Tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), ancaman hukuman mati itu tertuang di Pasal 2 ayat (2).
"Sementara ancaman hukuman mati dalam UU Tipikor hanya diatur dalam Pasal 2 ayat (2) tersebut. Lalu kenapa mendadak dalam Surat Tuntutan Jaksa menuntut mati ? Sementara dalam poin 1 amar Tuntutannya Jaksa menyatakan saya bersalah di Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor," ucap Bayu.
Atas hal itu, Heru menilai, tuntutan yang dijatuhkan jaksa kepada dirinya adalah suatu bentuk kezaliman karena tidak sesuai dengan koridor dalam dakwaan.
Padahal kata dia, dakwaan yang dijatuhkan oleh setiap jaksa dalam perkara apapun merupakan pedoman jaksa untuk menjatuhkan tuntutan, serta pedoman dari majelis hakim untuk memutus perkara.
"Bukankah yang membuat persidangan ini ada adalah karena Surat Dakwaan Jaksa ? Sehingga jelas dalam perkara ini Jaksa telah melakukan Tuntutan diluar koridor hukum dan melebihi wewenangnya," kata Heru.
Diketahui, Jaksa penuntut umum (JPU) menjatuhkan tuntutan pidana terhadap pihak swasta dalam hal ini Komisaris PT Trada Alam Mineral (TRAM) Heru Hidayat.
Pembacaan tuntutan itu dibacakan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/12/2021).
Dalam tuntutannya, jaksa menyatakan terdakwa Heru secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dakwaan pertama dan dakwaan kedua primer dari Jaksa.
"Menyatakan terdakwa Heru terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer pasal Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahaan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana," kata jaksa dalam persidangan, Senin (6/12/2021).
"Serta, pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang," lanjut jaksa.
Atas hal itu, jaksa menjatuhkan tuntutan terhadap Heru yang dinilai melakukan tindak pidana luar biasa atau extra ordinary crime dengan pidana hukuman mati.
Penjatuhan tuntutan ini juga dilayangkan jaksa mengingat karena Heru juga merupakan terpidana pada kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya yang telah merugikan negara Rp 16 Triliun, dimana dia divonis hukuman seumur hidup.
"Kami menuntut supaya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada PN Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana korupsi terhadap terdakwa Sony Wijaya untuk memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Heru Hidayat dengan hukuman mati," tuntut jaksa.
Tak hanya menjatuhkan tuntutan hukuman pidana, jaksa juga menuntut Heru untuk membayar uang pengganti yang telah dinikmati atas perbuatannya yakni senilai Rp 12,6 Triliun.
Jika tidak mampu membayar uang pidana pengganti tersebut maka seluruh harta benda Heru akan disita untuk menutupi pidana uang pengganti.
"Membayar uang pengganti sebesar Rp12,64 triliun dengan ketentuan tidak dibayar sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk uang pengganti tersebut," ucap jaksa.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.