Koalisi Masyarakat Sipil Minta Aturan Dispensasi Karantina Pejabat Dicabut
Koalisi Masyarakat Sipil menilai ketentuan yang memuat dispensasi pengurangan durasi pelaksanaan karantina kepada pejabat eselon satu diskriminatif.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil menilai ketentuan yang memuat dispensasi pengurangan durasi pelaksanaan karantina kepada pejabat eselon satu diskriminatif dan dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
Dalam Surat Edaran Kasatgas Penanganan Covid-19 25/2021 nomor 5 menyebutkan "Masa karantina 10 x 24 jam sebagaimana dimaksud pada angka 4.e. dapat diberikan dispensasi pengurangan durasi pelaksanaan karantina mandiri kepada WNI pejabat setingkat eselon I (satu) ke atas berdasarkan pertimbangan dinas atau khusus sesuai kebutuhan dengan ketentuan".
"SE Kasatgas Penanganan Covid-19 25/2021 diskriminatif dan tidak adil, sebab memberikan perlakuan istimewa kepada pejabat," ujar anggota LaporCovid-19 Firdaus Ferdiansyah melalui keterangan tertulis, Sabtu (18/12/2021).
Virus SARS-CoV 2, kata Firdaus, tidak mengenal jabatan, tidak mengenal jenis kelamin, tidak mengenal umur, dan tidak mengenal waktu.
Sebaliknya, menurutnya, siapapun bisa terinfeksi ketika melakukan kontak dengan seseorang yang sudah terjangkit sebelumnya.
"Karenanya, pengistimewaan pejabat dalam aturan karantina tidak bisa diterima, diskriminatif, dan tidak adil," kata Firdaus.
"Padahal aturan sebelumnya (SE Kasatgas Penanganan Covid-19 23/2021) tidak memberikan keistimewaan bagi pelaku perjalanan luar negeri pejabat tertentu," tambah Firdaus.
Baca juga: Jepang Laporkan Penularan Domestik Pertama Kasus Omicron, Petugas Karantina Bandara
Selain itu, SE Kasatgas Penanganan Covid-19 25/2021 ini, menurutnya, dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
Di tengah ancaman varian baru Omicron, pemerintah seharusnya mengambil langkah pencegahan dan mitigasi risiko penularan kasus lebih ketat.
"Karenanya, pengetatan dan pemusatan karantina harus dipatuhi oleh setiap orang termasuk pejabat untuk memastikan perlindungan kesehatan seluruh masyarakat dari ancaman Covid-19," ucap Firdaus.
Pengubahan aturan karantina yang tumpul kepada pejabat tertentu menunjukkan bahwa kebijakan ini tidak dibangun berdasarkan ilmu kesehatan masyarakat.
Firdaus mengatakan beberapa kasus pelanggaran karantina seperti yang dilakukan oleh WNA, selebritas, hingga anggota DPR seharusnya menjadi evaluasi bagi pemerintah untuk lebih mengetatkan kembali ketentuan dan pelaksanaan di lapangan.
Kasus suap karantina, pengistimewaan pejabat tertentu serta pengubahan aturan karantina SE Covid-19 25/2021 merusak rasa keadilan masyarakat.
Baca juga: Aturan Baru, Pejabat Eselon yang Tidak Perjalanan Dinas, Tak Dapat Dispensasi Karantina
"Konsekuensinya, wajar jika masyarakat semakin tidak percaya kepada pemerintah. Pengistimewaan pejabat dalam aturan karantina menegaskan bahwa politisi busuk selalu menutupi kesalahan pejabat," kata Firdaus.
Menurutnya, pejabat publik seharusnya menjadi teladan bagi publik dalam mengedepankan praktik protokol kesehatan sebaik-baiknya.
"Karenanya, kami, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Kesehatan Masyarakat mendesak Presiden Joko Widodo meminta Ketua Satgas Covid-19 mencabut SE Kasatgas Covid-19 25/2021 dan menggantinya dengan ketentuan yang lebih berlandaskan pada sains dan berkeadilan bagi masyarakat. Ini perlu dilakukan guna memberikan pencegahan ancaman Omicron serta perlindungan kepada seluruh masyarakat," kata Firdaus.