Pimpinan DPR Dorong Perbaikan Regulasi Ekspor Burung
Hobi memelihara burung kini tak hanya sekadar tren, tapi sudah menjadi industri yang menumbuhkan perekonomian rakyat.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Hasanudin Aco
Cak Imin juga meminta pemerintah memberi fasilitas perlindungan serta sarana untuk para kicau mania.
“Karena produksi dan penangkaran di tanah air begitu subur, kaya kacang goreng. Sementara pasar dunia membutuhkan. Tidak ada cara lain, pemerintah harus memberi fasilitas ekspor,” urai Pembina Yayasan BnR itu.
Menurut Cak Imin, penangkaran burung bisa menjadi salah satu solusi perbaikan ekonomi rakyat di tengah pandemi Covid-19.
Oleh karenanya, DPR RI akan mengajak pemerintah duduk bersama membahas mengenai permasalahan ini.
“Untuk memperbaiki kondisi sulit, ayo kita buka pintu ekspornya. Kita dalam waktu dekat akan memanggil Ibu Menteri LHK dan kementerian terkait, seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Balai Karantina juga kita libatkan agar ketemu solusi,” ucap Cak Imin.
Sementara itu Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan yang mendampingi Cak Imin mengatakan, Indonesia kaya akan populasi burung. Bahkan 70% spesies burung di dunia, ada di Indonesia.
“Tetapi yang dikenal pusat burung internasional justru Thailand. Ikan hias kita begitu banyak tetapi yang menjadi pusat ikan dunia malah Singapura. Padahal ikan yang dijual di sana banyak dari kita. Kenapa kita nggak rebut,” ujar Daniel.
Akibat regulasi yang kurang jelas, banyak burung-burung ilegal dari Indonesia dijual di luar negeri.
Daniel pun siap mengawal agar pelaku industri burung nasional mendapat perlindungan dari negara.
“Penangkaran-penangkaran burung kita ini sampai desa-desa, sampai tingkat grass root. Tapi untuk ekspor susah padahal pasar internasional ada. Yang impor malah gampang,” papar Anggota DPR yang membidangi urusan Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut.
Jika regulasi diperbaiki dengan mengedapankan kemudahan ekspor, kata Daniel, negara juga akan memperoleh manfaat dari sisi devisa. Selain itu, Indonesia juga akan semakin dikenal sebagai produsen burung di kancah internasional.
“Jadi semakin memperkenalkan Indonesia di mata dunia,” tegas Daniel.
Pendiri Yayasan BnR, Bang Boy mengatakan banyak pecinta burung dari luar negeri yang kerap mencari burung dari Indonesia. Namun kelompok industri burung kesulitan saat hendak mengambil pasar tersebut.
“Padahal kami bisa ekspor, bisa menjadikan pemasukan untuk pemerintah juga. Permintaan pasar luar negeri akan burung kita sangat luar biasa. Pernah ada yang minta telur Murai, dihargai Rp 10 juta per butir minta 100 butir tapi kita terkendala di birokrasinya. Permintaan Jalak Suren dari India dalam sebulan itu bisa 3.000 ekor tapi kita nggak bisa keluar. Ini harusnya bisa diterobos,” kata Bang Boy.