Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Luhut: Banyak yang Belanja ke Luar Negeri tapi Ingin Karantina Gratis

Pernyataan Luhut tersebut terkait dengan kabar pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) yang terlantar di bandara Soekarno-Hatta.

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Luhut: Banyak yang Belanja ke Luar Negeri tapi Ingin Karantina Gratis
ist
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. 

Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail 

TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Menteri Kordinator Bidang Maritim dan Investasi (Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan meminta kepada masyarakat untuk tidak menyebarkan informasi yang datanya belum lengkap. 

Pernyataan Luhut tersebut terkait dengan kabar pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) yang terlantar di bandara Soekarno-Hatta. Menunggu proses karantina.

"Jadi jangan ada yang membuat ngarang-ngarang berita yang belom dapat lengkap," kata Luhut dalam Konferensi pers virtual yang disiarkan Youtube Sekretariat Presiden, Senin, (20/12/2021).

Baca juga: Soal Dispensasi Karantina untuk Pejabat, Kepala Satgas Covid-19 Sebut Harus Izin Luhut dan Menkes

Luhut menjelaskan berdasarkan hasil razia Polda Metro Jaya banyak ditemukan PPLN yang belanja ke luar negeri alias shopping namun enggan karantina mandiri di hotel.

Mereka malah meminta karantina gratis di wisma atlet, padahal mampu bayar.

"Ini akan kita ambil tindakan orang-orang yang melakukan hal semacam ini," katanya.

Berita Rekomendasi

Luhut meminta untuk tidak membuat gosip-gosip yang tidak perlu dan menyesatkan.

Pemerintah kata Luhut dalam membuat kebijakan dipertimbangkan secara matang dan dengan penindakan secara terukur.

"Jadi Jangan membuat gosip-gosip tidak perlu. Semua harus kita lakukan terukur. Keadaan ini betul-betul memerlukan kerja sama kita semua," pungkasnya.

Kebijakan 10 hari

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, beri penjelasan alasan masa durasi karantina 10 hari dari perjalanan luar negeri.

Menurut Wiku, pemerintah hanya ingin menerapkan prinsip kehati-hatian.

Karena pemerintah tidak ingin gambling dalam persoalan penyebaran virus Covid-19 ini.

Hal tersebut disampaikan Wiku dalam talkshow 'Mengapa Karantina Harus 10 Hari' bersama Rosi di Kompas TV.

"Jadi para pakar (juga pemerintah) dalam membuat kebijakan ini, kita sudah menanyakan ke beberapa pakar (terlebih dahulu)."

"(Ini untuk) memastikan yang dipimpin oleh Menko Marves dan juga para menteri kita, (kebijakan yang dibuat) ini tidak ditentukan secara semena-mena."

Baca juga: Kasus Aktif Covid-19 di Nunukan Tersisa 4 Pasien, Semuanya PMI yang Dideportasi dari Malaysia

"Jadi kita dapatkan saran itu juga harus hati-hati, (dan meminta pertanggung jawaban) mana buktinya dan itu memang sudah ada bukti-bukti ilmiahnya seperti itu," jelas Wiku, dikutip Tribunnews, Senin (20/12/2021).

Wiku menjelaskan, masa inkubasi virus Covid-19 sebenarnya tidak bisa diamati dengan jumlah hari yang tepat.

Pasalnya, setiap orang mengalami durasi siklus gejala Covid-19 yang berbeda.

"Masa inkubasi (virus Covid-19) tidak bisa dikatakan dengan jumlah hari yang tepat, tetapi dalam kurun waktu."

"Jadi yang paling aman adalah memang 14 hari, tapi memang ada kasus-kasus yang gejalanya bisa lebih pendek."

"Dan itu tadi pun juga dengan simulasi matematika juga."

Baca juga: Vaksin Covid-19 Apa yang Cocok Diberikan untuk Anak Disabilitas? Berikut Penjelasan Dokter

"Jadi kita menentukan dengan prinsip kehati-hatian dan kita juga melihat negara lain juga dalam melaksanakan, karena masa karantina yang 10 hari pun itu tidak semua negara melaksanakan hal itu," terang Wiku.

Oleh karena itu, alangkah baiknya waspada daripada terjadi lonjakan penularan virus Covid-19, meski dikatakan varian Omicron tidak seganas varian Delta.

"Menurut saya, yang kita lakukan adalah prinsip kehati-hatian."

"Tapi, paham bahwa belum tentu apa yang kita tentukan tentukan itu tepat betul."

"Tapi, kalau kita terlalu mengambil risiko terlalu pendek, kita juga gambling dan itu berbahaya juga," jelas Wiku.

Baca juga: Biaya Pengembangan Aplikasi Sertifikat Vaksinasi Covid-19 Jepang 52,25 Juta Yen

Kendati demikian, hal yang menjadi catatan saat ini adalah bagaimana cara memerangi adanya mafia-mafia karantina.

Jangan sampai perubahan aturan-aturan ini mempermudah mafia-mafia untuk memeras masyarakat.

Apalagi saat situasi sedang susah seperti sekarang ini.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas