Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mengulas Dialektika Gagasan dan Perjalanan Hidup Gus Yahya Lewat Buku Biografi

Bedah buku Biografi KH. Yahya Cholil Staquf: Derap Langkah dan Gagasan yang ditulis oleh Septa Dinata berlangsung di Auditorium Nurcholish Madjid.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Arif Fajar Nasucha
zoom-in Mengulas Dialektika Gagasan dan Perjalanan Hidup Gus Yahya Lewat Buku Biografi
Tribunnews.com/Chaerul Umam
Bedah buku biografi Gus Yahya dengan judul ‘Biografi KH. Yahya Cholil Staquf: Derap Langkah dan Gagasan yang ditulis oleh Septa Dinata berlangsung di Auditorium Nurcholish Madjid Universitas Paramadina Jakarta pada, Minggu (19/12/2021). 

Hal itu juga yang dialami Gus Yahya sewaktu menempuh Pendidikan di perguruan tinggi di UGM Yogyakarta ia tidak begitu akrab atau tidak terlalu dekat dengan ayahnya. Gus Yahya mengaku lebih dekat dengan pamannya yaitu Gus Mus.

Namun, berkat dorongan dari Gus Mus juga, Gus Yahya dapat kembali menjadi akrab bersama ayahnya.

Baca juga: Guru Besar UIN Jakarta: Gus Yahya Mampu Tawarkan Konsep Perdamaian Model NU di Dunia Internasional

"Gus Mus mengisahkan kepada Gus Yahya bahwa ayah Gus Yahya, kakak dari Gus Mus Kiai Cholil juga memiliki hubungan yang kaku dengan ayahnya, Kiai Bisri. Ketika kiai Bisri wafat, Kiai Cholil adalah yang paling syok di antara anak-anak yang lain," ujar Septa.

Oleh sebab itu sejak mendengar kisah tersebut dari Gus Mus, Gus Yahya memberanikan diri untuk berinteraksi dengan ayahnya hingga akhirnya menjadi baik dan menjadi akrab.

Gus Mus, kata Septa, juga berperan penting dalam menghubungkan Gus Yahya dengan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Berkat interaksinya dengan Gus Dur baik secara formal saat menjadi juru bicara Kepresidenan di era Presiden Gus Dur maupun sebelumnya, telah memberikan kontribusi pemikiran yang cukup luas dan matang.

"Kalau kita lihat peran beliau (Gus Yahya) di dunia internasional itu juga banyak peran dari pamannya (Gus Mus) yang banyak memberikan ruang itu, dan juga berjasa besar dalam menghubungkan beliau dengan Gus Dur dan belakangan intensitas beliau berinteraksi dengan Gus Dur, di sini sebetulnya ada fase penting dalam kehidupan Gus Yahya di mana ada intensitas interaksi beliau dengan Gus Dur ini yang menghasilkan apa yang kita kenal apa yang kita lihat dalam sosok Gus Yahya," katanya.

Berita Rekomendasi

Di sisi lain, Septa menerangkan alasannya menulis biografi seorang Gus Yahya karena kakak kandung dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas itu merupakan sosok yang menarik sebagai penerus pemikiran Gus Dur.

"Gus Dur pernah berkunjung ke Israel dan beliau (Gus Yahya) adalah orang kedua setelah Gus Dur ini bukan sembarang orang yang berkunjung Israel ini. Sempat saya juga membaca makalah beliau saat beliau melakukan presentasi di Kuala Lumpur di Islamic Liberty Forum saya kira sosok seperti ini kosong di NU dan beliau bisa mengisi kekosongan itu," ucapnya.

Lanjut Septa, melihat pemikiran-pemikiran Gus Yahya dari beberapa buku yang ditulisnya, memiliki pisau analisis yang luar biasa tajam.

"Analisis sosiologisnya ini sangat kuat, beliau ini kalau dalam tradisi sosiologi ini bisa dibilang sangat Weberian, jadi beliau sangat percaya bahwa realitas sosial itu tidak hanya dibentuk oleh pikiran, bukan hanya normatifitas pikiran saja, bukan hanya filsafat saja, tetapi dibentuk oleh kompleksitas kenyataan yang ada di situ bahkan dorongan-dorongan yang membuat seseorang melakukan sesuatu itu lebih banyak faktor-faktor yang bersifat materiil dibandingkan dengan imateriil," ujarnya.

Selain itu, pemikiran Gus Yahya sangat luas dalam melihat tatanan global ini dan tantangan jaman ke depan serta memberikan sumbangsih atas permasalahan dan tantangan yang dihadapi.

"Secara gagasan sebetulnya yang menarik dari Gus Yahya ini adalah kemampuan beliau dalam meneropong dalam melihat perubahan global tatanan global ini, ada kesadaran penting di situ kalau kita ingin bicara apa yang perlu dilakukan oleh NU lebih besarnya umat Islam atau Bangsa Indonesia dan lebih besarnya lagi komunitas global," ulasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari menilai kehadiran Gus Yahya di bursa pencalonan Ketua Umum PBNU sangat tepat, di mana dia bisa memberikan warna baru bagi NU dalam menyelesaikan masalah dengan konektivitasnya, serta bisa memodernisasi organisasi Islam ini ke depan.

Baca juga: Kiai Said vs Gus Yahya di Muktamar NU, Inilah Solusi Menghindari Konflik di Level Tanfidziyah

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas