Polda Metro Jaya Tetapkan Eks Gubernur Bengkulu Jadi Tersangka Kasus Penipuan Bermodus Cek Kosong
Polda Metro Jaya menetapkan eks Gubernur Bengkulu Agusrin M Najmuddin dan Mantan Anggota DPR RI Raden Saleh Abdul Malik sebagai tersangka
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fandi Permana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polda Metro Jaya menetapkan eks Gubernur Bengkulu Agusrin M Najmuddin dan Mantan Anggota DPR RI Raden Saleh Abdul Malik sebagai tersangka kasus dugaan penipuan dengan modus cek kosong.
Penetapan tersangka terhadap keduanya dilakukan setelah penyidik Polda Metro Jaya melakukan penyelidikan dan penyidikan atas laporan yang dilayangkan pihak perusahaan PT Tirto Alam Sindo (TAC) pada Maret 2020 silam.
"Iya, sudah ditetapkan tersangka oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan kepada wartawan, Selasa (21/12/2021).
Meski begitu, Zulpan tak menjelaskan lebih lanjut perihal proses penetapan tersangka tersebut.
Eks Kabid Humas Polda Sulawesi Selatan itu juga tak menjawab saat disinggung apakah kedua tersangka itu dilakukan penahanan.
Baca juga: Polda Metro Berlakukan Crowd Free Night & Larang Pesta Kembang Api di DKI Saat Natal dan Tahun Baru
Zulpan hanya menegaskan bahwa berkas perkara keduanya sudah dilimpahkan ke Kejaksaan.
"(Intinya) Sudah tersangka, berkasnya juga sudah diserahkan ke kejaksaan," jelas Zulpan.
Kasus penipuan yang dilakukan Najmuddin bermula saat kedua tersangka terlibat dan menjalin kerjasama bisnis kayu dengan PT TAC pada 2019 silam.
Kuasa Hukum PT TAC, Andreas menjelaskan, saat itu Najmuddin yang masih menjabat Gubernur Bengkulu mengaku memiliki hak atas pengelolaan hutan (HPH), sehingga dapat mempermudah bisnis pengolahan kayu tersebut.
Baca juga: Tanggapan Polda Metro Usai Benny Alamsyah Gugat ke PTUN Soal Pencopotan dari Kapolsek Kebayoran Baru
"Jadi pada 2019 Juni atau Juli kalau enggak salah, klien saya dengan Agusrin Najmuddin bertemu untuk bekerjasama, untuk bidang kayu di Bengkulu," kata Andreas.
"Waktu itu karena si Najmuddin mengaku punya HPH. Kemudian klien saya punya pabrik, alat berat, dan kendaraan berat segala macam," sambungnya.
Saat penjajakan, kedua pelaku lantas menawarkan kliennya agar menjual pabrik yang dimiliki PT TAC senilai Rp 33 miliar.
Kedua tersangka menyetor uang muka senilai Rp 2,9 miliar.
Keduanya menjanjikan sisa pembayaran akan dilunasi dalam kurun waktu dua sampai tiga bulan ke depan.
Baca juga: Bamsoet: Atasi Balap Liar, IMI Dukung Kapolda Metro Jaya Realisasikan di Kawasan Ancol
"Sebagai itikad baik mereka mengeluarkan dua lembar cek, nilainya masing-masing Rp 10,5 miliar dan Rp 20 miliar," ungkap Andreas.
Namun, hingga batas waktu yang dijanjikan tersangka justru tak melunasi pembayaran sesuai dengan nominal yang tertulis di dalam cek tersebut.
Andreas menyebut, tersangka hanya membayar kurang lebih Rp 4 miliar.
Sisa pembayaran itu kemudian tak kunjung dilunasi hingga setahun berjalan.
"Intinya masih sisa 25,8 miliar. Setelah itu sepanjang 2019 sampai 2020 mereka langsung ping pong masalah pelunasan," kata Andreas.
Merasa ditipu, akhirnya PT TAC melaporkan dugaan penipuan dengan modus cek kosong itu ke Polda Metro Jaya.
Laporan itu teregistrasi dengan nomor 1812/III/Yan 2.5/2020/SPKTPMJ tertanggal 17 Maret 2020.
Setelah dilakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan, Najmuddin dan Abdul Malik sebagai ditetapkan sebagai tersangka.
"Status tersangka ditetapkan 30 September 2021, atas dugaan penipuan karena menerbitkan cek kepada klien kami," ungkap Andreas.
Namun, Andreas menyebut bahwa penyidik tak melakukan penahanan terhadap para tersangka karena dinilai kooperatif selama proses penyelidikan dan penyidikan.
"Padahal saat dilakukan penyidikan, beberapa barang bukti yang diperkarakan hilang dan tidak diketahui keberadaannya," katanya.